Home » » Tono Menghantuiku [041]

Tono Menghantuiku [041]


Bandar Taruhan - Malam ini semua diminta berkumpul di tempat usaha, Herman ingin mengadakan rapat dadakan karena perihal kepergian Tono yang tiba-tiba dan sangat mengejutkan.
"Apa kabar yu?", tanya Herman padaku setelah aku baru saja sampai di sini, lantai tiga tempat biasa kami berkumpul, dan sementara usaha kami tutup untuk mengenang Tono.
"Baik bos", jawabku lalu duduk di sofa yang masih kosong.
Ruangan karaoke yang sering kami gunakan sebagai tempat kumpul ini tidak begitu besar, namun cukup menampung personil kami yang bekerja diusaha kami. Satorman, Andi, Widya, dan tante Yully sudah di tempat, sisanya segera menyusul.
"Saya mulai saja ya? Nanti yang belum sampai kita kasih tahu saja inti jawaban malam ini", Herman coba membuka pembicaraan.
"Saya berencana menutup usaha ini", kata Herman lalu disambut senyap, ruangan terasa dingin dan semua menunduk ke bawah.
"Saya tahu kalian pasti keberatan, namun lihat lah resiko yang kita harus hadapi...", sambung Herman.
"Saya sih setuju saja", jawab Satorman,
"Tapi kasihan teman-teman lain, di sini sudah menjadi mata pencarian mereka", sambung Satorman yang sedikit keberatan.
"Hmm..", gumam Herman yang kebingungan, karena perasaan serba salah nya ia pun sulit mengambil keputusan.

Herman dan Satorman saling memberikan argumen, sedangkan aku sendiri terdiam tanpa tahu apa yang harus aku utarakan. Tak lama dari itu personil kami pun mulai lengkap, Lisa dan Iskandar baru saja sampai, semua mengenakan pakaian hitam untuk menghormati almarhum Tono. Lalu disusul datangnya Budi, Eko, Fenny dan Mega. Semua duduk dengan tegang, Herman masih meminta pendapat kami. Tante Yully lalu keluar dari ruangan, semua sangat kebingungan apa yang harus kami lakukan. Tono adalah teman baik Herman sejak kecil, ia pasti sangat terpukul oleh kejadian kemarin.
"Bagaimana pendapatmu yu?", tanya Herman.
"Ehm...", aku juga sedikit bingung dengan apa yang harus aku lakukan, satu sisi di sini lah aku mencari uang, dan satu sisinya lagi aku tahu bahwa di sini tempat yang salah untuk mengadu nasib. Belum sempat jawab, tante Yully pun masuk dengan membawa minuman.
"Tidak usah tegang, mungkin ini bisa bantu kita ssdikit rileks", kata tante Yully memasuki ruangan lalu menghidangkan minuman di meja.
Herman langsung ambil sebotol bir hitam Guinness dan langsung diteguknya, aku yakin dia sudah sangat frustasi. Teman-teman pun lalu juga menuangkan bir ke gelas masing-masing yang sudah berisi es batu.
"Untuk Tono...", kata Herman sambil mengangkat botol bir nya, matanya meneteskan air, lalu semua menyambut dengan toss gelas.

Semua diam tanpa suara hanya menikmati minuman yang tersedia, beberapa sudah terlihat sedikit mabuk. Herman kemudian mengutarakan perasaannya,
"Kalian sudah seperti keluarga ku... Aku tak mau kalian mengalami hal yang sama dengan Tono...", kata Herman dengan wajah merah karena mabuk, sudah empat botol bir telah dia habiskan sendirian. Aku pun mulai berani beragumen, aku juga tidak tahu harus bekerja di mana jika usaha ini ditutup, "Sebaiknya kita lihat perkembangan terlebih dahulu...", jawabku.
"Tapi...", tegas Herman.
"Maaf bos", jawabku sambil menyambung, "Kita di sini sudah menerapkan sesuai aturan, saya yakin kejadian itu tidak akan terulang".
"Hmm...", gumam Herman kebingungan.
"Iya bos", Satorman menambahkan,
"Selama ini kita sudah menerapkan peraturan seketat mungkin, keamanan benar-benar kita jaga". "Tapi mengapa itu masih terjadi?", tanya Herman.
Lalu teman-teman lain pun mulai memberi saran dan masukan.

Belakangan ini Tono sering sakit-sakitan, kami kurang tahu apa penyakitnya, badannya panas dan melemah, ia hanya bilang tidak apa-apa, namun raut wajahnya yang terlihat mengantuk dengan kondisi tubuh yang semakin kurus, kami mengira ia kekurangan gizi. Hingga malam kemarin tiba, Satorman menemukannya di toilet tempat usaha ini dengan kondisi tidak bernafas. Segera kami larikan dia ke rumah sakit terdekat, namun usaha kami gagal, Tono tidak tertolong lagi, ia sudah menenggak racun serangga sebanyak dua botol. Kami memang mencium bau obat serangga di toilet penemuan mayat Tono, dua botol warna kuning dengan gambar jeruk tergeletak di bawah, racun serangga beraroma jeruk telah merenggut nyawa Tono. Paginya kami pun mengantar kepergiannya ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Satorman menemukan kejanggalan di buku hariannya, pulang dari pemakaman baru berani Satorman ceritakan. Kami kaget juga membaca buku hariannya, Tono stress karena divonis dokter menginap virus HIV, mungkin itu yang membuatnya mengambil jalan pintas untuk bunuh diri. Seperti yang kami ketahui, Tono memang sangat maniac sex, namun di tempat usaha kami menerapkan peraturan selalu mengenakan kondom jika melakukan hubungan badan. Memang sedikit celah yang tidak diperhatikan, pemeriksaan kesehatan perbulan hanya ditujukan pada pekerja wanita karena di sini lah ujung tombak usaha kami.

Menurutku kemungkinan Tono terjangkit dari luar tempat usaha kami, beberapa bulan lalu dia ada jalan-jalan ke Thailand dan merasakan dunia malam di sana, aku curiga Tono telah lalai di sana. Namun semua sudah terlanjur basah, Tono kini sudah meninggalkan kami, hanya kenangan masa lalu yang dapat kami pertahankan untuk mengingatnya. Herman pun tidak mau sesuatu yang lebih buruk terjadi lagi pada kami.
"Besok saya akan hubungi teman saya yang berprofesi sebagai dokter, semua di sini harus dicek", kata Herman.
"Saya harap semua saling menghargai, siapapun yang mengalami hal serupa dengan Tono jangan sampai dikucilkan, kita adalah keluarga di sini, walaupun saya tahu Tono mengambil jalannya sendiri, namun kita sudah seharusnya saling terbuka dan menerima segalanya", lanjut Herman.
"Usaha saya kasih kalian kelola lagi, kita lihat perkembangan, saya harap semua bekerja sebaiknya dan menjalankan aturan yang telah ditetapkan", Herman menegaskan.
Semua menyambut gembira dengan keputusan Herman, setidaknya kami masih punya kesempatan untuk mencari nafkah di sini, walaupun beberapa ada yang masih terpukul dengan kejadian yang menimpa Tono.
"Bos, saya mau mengundurkan diri", kata Iskandar.
"Ya silahkan", jawab Herman dengan senyumnya.
"Maafkan saya bos, saya hanya ingin menjalankan kehidupan baru saya", kata Iskandar.

Selain Iskandar, beberapa teman juga mengundurkan diri, namun mereka berjanji akan selalu singgah ke sini karena kami tetap sahabat. Iskandar meninggalkan ruangan, disusul Budi, Eko dan Andi. Personil pria kami memang tidak perlu banyak, hanya dibutuhkan untuk berjaga-jaga saja. Saya harap Herman bisa menerima keputusan mereka.
‘DEAL’ keputusan telah kami buat, semua anggota baik yang masih mau bertahan maupun yang mau mengundurkan diri diharapkan memeriksakan diri. Herman akan menunjuk dokter kenalannya, jika memang ada yang terjangkit maka Herman menghimbau agar tidak dikucilkan, karena kami adalah keluarga, sebaiknya menerima apa adanya. Kepergian Tono merupakan pelajaran yang berharga bagi kami. Selamat jalan Tono.

Jam menunjukkan pukul 00:35, pesta pun dimulai, Herman sudah mabuk berat, mukanya merah dan gerakannya sempoyongan.
“Man, ayo ambilkan kondom...”, perintah Herman kepada Satorman.
Namun Satorman sedang asyik berciuman mesra dengan Fenny tidak mendengarkan suara Herman yang sedikit kecil.
“Biar aku saja...”, aku menawarkan bantuan.
Aku pun bangkit dari sofa, walaupun kepalaku pusing karena minuman keras, namun aku tetap berusaha berjalan menuju lemari tempat penyimpanan kondom. Ku ambil dua buah kondom dan ku lemparkan ke arah Herman dan Satorman. Tante Yully masih menikmati minumannya sendirian, sedangkan Mega dan Lisa sudah tertidur pulas karena tidak mampu menahan mabuk. Herman membuka pakaiannya dibantu oleh Widya, sedangkan Satorman sudah sampai tahap siap memasang kondom.

Aku pun kembali ke sofa dan menikmati bir lagi sambil melihat permainan Satorman dan Herman. Tante Yully menatapku sambil mengarahkan gelas minumannya agar kami bersulang, “Toss”, teriak kami sambil mengenakan gelas kami. Aku memang sedikit khawatir mengenai kesehatan kami gara-gara kasus Tono, aku sebaiknya sedikit berjaga diri, biar lah malam ini tidak ku temani mereka bercinta hingga aku tahu dengan kabar kesehatanku besoknya. Herman mulai berciuman dengan Widya, keduanya sudah keadaan bugil, sangat mesra sekali seperti pasangan suami istri, sedangkan Satorman sudah ditahap yang lebih lanjut, ia sudah menggenjot Fenny dengan perlahan, sambil sesekali ia mengenyot susunya.
“Tante ga ikutan?”, tanyaku pada tante Yully.
“Saya cukup capek, malam ini mau istirahat saja lah”, jawabnya.
“Ah ah ah....”, suara desahan Fenny terdengar cukup nyaring, genjotan Satorman mulai dipercepat, tubuh Fenny bergejolah naik turun, membuatku sangat terangsang melihat aksi mereka. Aku pun kemudian menjulurkan jariku ke dalam celanaku untuk meraba vaginaku, sedikit basah karena terangsang dengan percintaan di depan mata ku itu.

Di sisi satunya lagi Widya sedang mengulum penis Herman yang masih belum terpasang kondom, Widya memainkan lidahnya menjilati penis Herman seperti menikmati es krim. Herman membelai rambut Widya yang cukup panjang dan hitam itu, walaupun mabuk, namun nafsu Herman sudah di ubun-ubun. Aku tak tahan lagi, aku segera berjalan ke arah lemari, mencari benda-benda peninggalan almarhum Tono, ya sextoys koleksinya cukup lengkap. Ku temukan benda seperti penis yang terbuat dari bahan semacam karet, ku bawa kembali ke sofa dan ingin menikmatinya. Aku mulai membuka celanaku, segera aku tusukkan benda itu ke lubang vaginaku sambil melihat aksi Satorman yang sedang menggenjot Fenny dengan mesranya. Ah, nikmat sekali, benda ini besar sekali sehingga padat rasanya di dalam vaginaku, kutarik maju mundur sehingga menaikkan gairahku. Tante Yully sudah puas menikmati minumannya, ia meminta ijin kembali ke kamar untuk beristirahat, dengan sempoyongan ia pun keluar dari ruangan ini. Di sofa hanya tergeletak Lisa dan Mega yang sedang tidur pulas karena mabuk, sedangkan ke dua pasangan yang sedang bercinta masih asyik menyalurkan hasrat mereka di lantai.

Herman bosan terus dikulum, ia mendorong tubuh Widya hingga terlentang, ia pun segera menindih tubuhnya dan mengarahkan penisnya ke vagina Widya. Kedua pasangan itu sudah bercinta cukup lama, saling mengenjot.
“Ah ah ah”, suara desahan yang terus terdengar di telingaku, hingga gairahku semakin memuncak, kupercepat sodokan penis buatan itu masuk dan keluar terus menerus, sambil menekan buah dada ku sendiri dan ku remas, seolah-olah aku sedang bercinta dengan seorang pria, “Ah...”, suara desahanku menikmati permainan sextoy di vaginaku. Beberapa menit ku lihat Satorman sudah mulai terkapar, ia sudah puas menikmati tubuh Fenny yang indah dan putih itu, ia mulai berbaring dan mengambil nafas, sedangkan Fenny sudah tidak sadarkan diri, ia kecapekan sehingga tertidur. Herman masih menggenjot Widya, kini dengan doggie style, Widya tidak cukup kuat menahan tubuhnya dengan tangannya sehingga kepalanya tertahan ke lantai karena mabuk beratnya. Herman mulai mempercepat gerakannya hingga ia berejakulasi dan merebahkan diri menimpa Widya, mereka pun jatuh di lantai dan kehilangan kesadaran, nampaknya mereka tidak mampu menahan mabuk lagi.
Sudah tidak ada adegan yang bisa ku nikmati, aku segera mempercepat gerakan tanganku memainkan penis buatan yang menancap di vaginaku, berharap segera mencapai tahap orgasme dan bisa segera beristirahat. “Aaaahhhhhhhh...........”, desah panjangku menutup permainanku, terasa air mengalir deras keluar dari vaginaku, tanpa mau ku cabut penis buatan itu, aku pun terlelap.

Sesuatu bergerak di vaginaku membuatku tersontak untuk bangun.
“Tono?”, teriakku dalam hati karena tidak mampu mengeluarkan suara, mulutku ditutup rapat oleh tangannya, sial kenapa Tono ada dihadapanku, seharusnya ia sudah mati.
Mukanya tersenyum menyengir dengan tubuh tanpa pakaian sedikitpun, ia memainkan sextoy yang tadinya masih menancap di vaginaku. Tubuhku langsung lemas, aku tidak mampu melawan, pikiranku pusing, pandanganku sedikit remang-remang, apakah aku sedang bertemu dengan hantunya Tono? Keluar masuk ia tancapkan penis buatan itu dengan kasarnya, ya ini memang sifat Tono, ia seorang maniac sex, apakah arwahnya ini sedang mengerjaiku karena aku menggunakan sextoy miliknya tanpa ijin? Wajah Tono terlihat pucat, namun senyum nyengirnya membuatku ketakutan, sedikit bau kemenyan membuat bulu kuduk ku merinding, Tono memaksakan penis buatan itu menusuk sangat dalam ke vaginaku, bukan nikmat yang kurasakan malahan kesakitan, “Ah...”, teriakku dalam hati,
“Seseorang tolonglah aku....”, aku meminta bantuan, aku tidak dapat berteriak, aku hanya dapat bergumam dalam hati, “Tolong... Aku diperkosa hantu...”.

Wajah Tono mulai mengerikan, kulihat matanya memerah, ia kemudian mencabut penis buatan itu dengan kasar dari vaginaku.
“Tidak!”, teriakku dalam hati, Tono sudah nafsu, ia ingin menggantikan penis buatan itu dengan penisnya.
Ku lihat ia menunjukkan penis nya ke arahku, besar sekali, tidak seperti biasanya, penisnya lebih besar dua kali lipat dari biasanya, namun bau, sangat bau dengan aroma bangkai. Tidak, kuharap ia tidak memasukkan penisnya itu ke dalam vaginaku, tolonglah aku.
“AH!”, Tono sudah menusukkan penis besarnya ke vaginaku secara paksa, sakit sekali, sepertinya dinding vaginaku sobek.
Aku tidak bisa melawan, badanku sama sekali tidak bisa digerakkan, Tono masih tersenyum, matanya merah, ia puas bisa memperkosaku. Tono mulai menggenjotku secara kasar, keras sekali dorongannya hingga penisnya masuk ke dalam, penuh mengisi vaginaku. Aku menutup mataku, hanya bisa pasrah membiar tubuhku dinikmatinya, tubuhku bergoyang, bergoncang seirama dengan genjotan Tono. Sakit terasa di vaginaku, genjotan-genjotan kasar Tono membuatnya mengalami cedera. Aku coba membuka mataku ketika Tono mencoba mempercepat laju genjotannya, sepertinya ia akan mencapai tahap ejakulasi. Tidak, pikirku dalam hati, ini bukan Tono, dia pasti hantu, aku tidak mau bersetubuh dengan hantu, aku tidak mau hamil karena diperkosa hantu, aku ingin melawan namun tanganku sama sekali tidak bisa bergerak, seperti mati rasa. Hanya tubuhku saja yang naik turun karena genjotannya, irama semakin kencang, sepertinya sebentar lagi ia akan menyemprotkan spermanya di vaginaku.

“AHHHH!”, terasa sesuatu yang panas bercucuran di dalam vaginaku, Tono sudah berejakulasi, ia menarik penis besarnya dari vaginaku. Kulihat penisnya berotot namun tidak lagi berwarna hitam seperti semula, namun sudah putih pucat. Vaginaku sakit sekali, kulihat ada lendir putih mengalir keluar dari sana, dan “TIDAK!” teriakku yang tak mampu keluar dari mulut, sesuatu keluar dari vaginaku, itu belatung, ulat-ulat putih keluar bercucuran dari vaginaku, aku menendang-nendangkan kaki ku, ini perbuatan hantu, spermanya berupa belatung, sial gumamku dalam hati. Ku lihat ke arah Tono yang masih berdiri tepat di hadapanku, mukanya mulai semakin putih, matanya masih merah, ia menyengir lalu membuka mulutnya, ada laba-laba keluar dari kerongkongannya, giginya yang kuning menghitam, lalu memanjang seperti duri, Tono lalu menerkamku, ia ingin menggigitku, aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa bergerak, ku tutup mataku lalu coba dengan kuat untuk bangkit, “JANGAAAANNNNN!”, teriakku. Dan akhirnya aku sadar, aku terbangun dari mimpi buruk, sial, semuanya seperti nyata, badanku merinding kuat, keringat dingin bercucuran dileherku, ku lihat sekitar, tidak ada Tono, syukurlah aku Cuma mimpi.
“Ada apa yu?”, tanya Satorman, ternyata ia tidak tidur, dari tadi ia sedang menggenjot Lisa yang tertidur.
“Ti... tidak... cumaaa... mim.. pi... mimpi buruukk....”, jawabku tertatih-tatih sambil mengambil nafas lega.

Ku lihat Lisa sedang terlelap sambil digenjot Satorman, sedangkan Mega juga sudah bugil dan terlentang di lantai, bersama Herman, Fenny dan Widya, mereka tertidur pulas, mungkin mereka melanjutkan ronde berikutnya saat aku sedang tertidur. Syukurlah ternyata semua hanya mimpi, aku lalu melepaskan penis buatan yang sedari tadi ku biarkan tertancap di vaginaku, aku lelah, aku ingin tidur kembali, semoga mimpi itu tidak berlanjut.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger