Home » » Ninis Digangbang Geng Motor [046] Part 2

Ninis Digangbang Geng Motor [046] Part 2


Bandar Taruhan - Malam itu penuh dengan asap motor, suara bising knalpot racing pun berdengung kencang. Nampak segerombolan pemuda-pemudi sedang berkumpul di jalan raya yang sepi. Mereka nampak seperti berandalan, beberapa anak muda bergaya punk berteriak, 
"Ayo-ayo, kumpulkan", sambil menunjukkan sebuah ember untuk meminta uang dari penonton. 
Ya, itu adalah balap liar, dua joki sudah bersiap-siap, motor mereka sedang diperiksa oleh mekanik masing-masing peserta.
"Gue harap lu tepati janji lu", kata seorang joki yang masih mengenakan helm fullface. 
"Hahaha, lu kayak ga kenal Heru saja", jawab joki satunya lagi sambil menepuk dadanya. 
Dua joki tersebut terkenal hebat, mereka sudah sering memenangkan balap liar. Walaupun rival sejati, namun mereka tetap saling berkomunikasi, walaupun kadang-kadang mereka tidak sedikit melakukan kecurangan agar memenangkan pertandingan.

Joki yang bernama Heru sudah menaiki motornya, digasnya untuk mengetahui langsamnya apakah sudah cocok. Motor bebek yang jelas merupakan merk Suzuki type Satria FU itu sudah dimodifiasi sekian rupa hingga nampak jelas motor alay dengan warna-warni stabilo di sekeliling bodi. Joki satunya lagi mendekati motornya juga, serupa, motor mereka hampir sama, karena mereka sedang mengadu di kelas 150cc. 
"Seifer, kamu bisa!", teriak seorang gadis cantik di sisi jalan menyoraki joki satunya agar lebih semangat. 
Joki yang dikenal dengan nama Seifer itu mengacungkan jari jempol, tandanya dia telah siap menang.
Gadis itu cantik sekali, ia menyoraki joki itu penuh semangat, dengan senyum yang manis ia berharap joki itu bisa memenangkan pertandingan. 
"Kita pasti menang Nis", kata seorang pria meyakinkan gadis itu sambil merangkul pundaknya. 
Pria itu adalah Denis, salah satu mekanik andalan Seifer. Sedangkan gadis yang nampak seperti pacar Seifer itu bernama Annissa Chairum, namun lebih dikenal Ninis. Gadis itu adalah anggota geng motor Seifer, tugasnya sehari-hari hanyalah memberi semangat kepada anggota.
Kisah Ninis terlalu panjang untuk diceritakan, pengalaman pahitnya setelah mengenal Seifer sangatlah suram. Namun keterlibatannya kini sudah sangat mendalam, ia tidak bisa pergi lagi dari dunia gelap ini. Ia hanya berharap Seifer bisa bersamanya, tidak menyakitinya dan bisa benar-benar menjadi pacarnya.

'BRMMMMM BRMMM BRRRMMMMMM' suara berisik knalpot racing semakin kencang, kedua joki sudah mulai mecacu motor mereka, gas kencang dilakukan ke dua joki tersebut. Jalanan masih lurus, Seifer memegang kendali, ia mendahului Heru, walaupun selisih tidak jauh. Ninis terus berharap Seifer bisa memenangi pertandingan, karena ia tahu taruhan mereka cukup besar, Seifer yang kehabisan dana mempertaruhkan segalanya, Ninis tahu kalau mereka bisa memenangkan pertandingan ini maka mereka akan memperoleh uang sepuluh juta Rupiah. Memasuki tikungan yang sedikit tajam, Heru menunjukkan kemampuannya, ia menyelip dengan beraninya menyusuli Seifer, seperti kemampuan Valentino Rossi, Heru cukup cekatan mengambil resiko di tikungan. 
"Sial", gumam Seifer dalam hati, ia sudah disusul cukup jauh oleh Heru karena kalah di tikungan. Beberapa lap sudah berlalu, Heru sementara di posisi terdepan. Namun di lap terakhir Seifer pun menunjukkan kekuatannya, dengan gas penuh di jalanan lurus ia mencoba mengadu nasib, resiko terpental atau semacamnya, ia menyusul Heru tepat hingga mereka sejajar, Seifer memang hebat di jalan lurus. Heru tahu ia hampir disusuli, ia juga mempacu gas nya hingga mereka mendekati garis finish, di ujung sana sudah menunggu teman-teman mereka dan para penonton yang menyoraki mereka. 

"Fuck!!!!", teriak Seifer yang tiba-tiba karena entah kenapa motornya melambat dan mesinnya mati,
"Sial!!!", teriak Seifer cepat-cepat menstarter motornya namun tidak mau nyala, didorongnya dengan sekuat tenaga untuk membantu nyala mesin pun percuma. Beberapa teman Seifer berlarian ke arah Seifer untuk membantu menyalakan motor, namun semua sia-sia karena jarak terlalu dekat unutk Heru menjadi juara. Didorongnya motor Seifer hingga jatuh, 
"Motor sialan!!!", teriak Seifer kesal mengetahui Heru sudah mencapai garis finish. 
Ia pun harus menerima kemenangan Heru, apa yang ia harapkan pun sirna. Sambil tertunduk malu ia berjalan meninggalkan motornya menuju garis finish. Harapan mendapat uang sepuluh juta sudah sirna, helm yang ia pakai pun dibuangnya, hanya teman-teman setianya saja yang bantu mendorongkan motor dan memungut kembali helmnya.
"Sabar mas", Ninis mencoba menenangkan Seifer. 
"Hahaha, malam ini lu harus tepati janji lu", teriak Heru. 
Seifer pun coba bersikap jantan, ia menyalami Heru sambil mengucapkan selamat. Lalu ia meninggalkan Ninis di sana mencoba berkompromi dengan teman-temannya yang lain. 

"Apa?! Kamu mempertaruhkan Ninis?", tanya Andre. 
"Sstttt...", Seifer menenangkan teman-teman mereka. 
"Jangan sampai ketahuan Ninis, gue terpaksa melakukannya", kata Seifer. 
Mereka berkompromi jauh dari gerombolan yang sedang merayakan kemenangannya, Ninis pun tidak sadar, ia di sana sedang menonton geng Heru yang sedang berpesta menebar bir. 
"Gue terpaksa", kata Seifer. 
Teman-temannya hanya geleng-geleng. 
"Jadi kita bakal kehilangan Ninis?", tanya Budi. 
"Gue juga masih pengen ngentot sama Ninis", sambung temannya lagi yang bernama Musa.
Ninis selama ini hanya menjadi pemuas nafsu geng motor Seifer, dan tidak diketahui oleh siapapun, bahkan Heru rivalnya tahu bahwa Ninis adalah kekasih Seifer. 
"Sorry bro, gue juga ga nyangka motor yang gue kerjakan selama ini bisa mengecewakan", kata Denis. 
"Mau gimana lagi?", kata Seifer menenangkan. 
"Kita butuh duit itu, kita sudah kehabisan dana, dan aku tak mungkin ada dana lagi untuk taruhan", lanjut Seifer. 
"Nyesal gue selama ini ga puas-puasin ngentot Ninis", kata Kautsar sambil geleng-geleng. 
"Tapi kalian tenang saja, taruhan gue buat Ninis Cuma seminggu, minggu depan Ninis bakal dibalikin sama Heru", kata Seifer kemudian disambut gembira oleh teman-temannya yang lain.

Dua hari yang lalu, malam sekitar pukul sebelas, terjadilah transaksi antara Heru dan Seifer, mereka bersepakat mengadakan pertandingan balap. Kala itu sebenarnya Seifer hanya ingin meminjam uang.
"Tolonglah bro, Cuma delapan juta", kata Seifer. 
"Bukan ga mau bro, tapi duit gue masih mau gue pakai buat beli spare part", kata Heru.
"Gini aja, kita balapan gimana?", tawar Seifer karena ia yakin akan menang, spekulasinya cukup jauh, ia tahu Heru juga sedang butuh sparepart baru maka ia kira Heru sedang mengalami cedera di motornya. 
"Uang sih gue ga masalah bro, tapi ke depan gue mau pesen spare part", lanjut Heru yang kurang yakin dengan gagasan Seifer. 
"Tolong lah bro", Seifer memelas. 
"Tapi apa lu punya duit taruhan kalau gue yang menang?", tanya Heru. 
Seifer pun menunduk malu, dana nya sudah habis, ia hanya berharap menang tanpa memikirkan bagaimana resikonya kalau ia kalah.
"Lu cari pinjaman tempat lain saja bro, gue tak bisa bantu", kata Heru. 
"Please bro, cuma lu harapan gue, lu bilang aja butuh apa?", tanya Seifer. 
"Gue pertaruhkan motor kesayangan gue aja kalau lu mau", lanjut Seifer. 
"Hahahaha", ketawa Heru, "Motor gue dah bejibun bro, gue ga mau nambah-nambah lagi", lanjutnya. Seifer nampak sedih, ia bingung harus bagaimana lagi, 
"Oke lah bro, kamek pamit", kata Seifer meninggalkan tempat ngumpul mereka yang hanya berdua, kursi panjang di bawah pohon dekat taman tempat mereka berjanji bertemuan.

"Tunggu bro!", teriak Heru agar Seifer tidak meninggalkan tempat itu. 
Seifer senang karena mengira akan mendapat kabar baik, mungkin Heru sudah memikirkannya. 
"Gini saja bro, gue tambah taruhan jadi sepuluh juta, lu kan perlu delapan juta saja kan?", tanya Heru.
"Iya bro, apa bisa?", tanya Seifer meyakinkan. 
"Lu mau ga menjadikan pacar cantik lu jadi taruhan?", tanya Heru dengan senyum sedikit licik. "Ninis?", tanya Seifer. 
"Iya, pacar lu tuh yang cantik menggoda", Heru menegaskan.
"Hmmm...", Seifer berpura-pura berpikir sejenak, padahal di pikirannya ia sudah bisa menyetujuinya. "Bego", gumamnya dalam hati, "Ninis itu bukan pacar gue, dia Cuma perek buat geng kami", gumamnya kegirangan mendapat angin segar. 
Spekulasinya tidak beresiko tinggi, ia hanya harus berfokus menang untuk mendapatkan uangnya, dan walaupun kalah ia tidak akan kerugian apapun. 
"Gimana? Deal?", tanya Heru menegaskan taruhan mereka. 
"Gimana dengan pacar lu si Mila?", tanya Seifer pura-pura menampakkan mereka serius dalam berpacaran. 
"Ssttt, jangan sampai Mila tahu dong", kata Heru. 
"Hmm, tapi lu harus janji ya perlakukan Ninis dengan baik", kata Seifer. 
"Tenang aja bro, gue akan jaga pacar lu", kata Heru senang mendapatkan taruhan.
"Seminggu saja cukup", kata Heru. 
Mereka pun kemudian berjabat tangan dan mengucap "Deal".

Seusai pertandingan, Seifer pun mengajak teman-temannya bubaran, ia hanya mencari cara untuk memberitahu Ninis karena Ninis tidak tahu ia dipertaruhkan. 
"Yuk pulang", ajak Ninis mendekati gerombolan tadi yang sedang berdiskusi. 
"Nis, bisa bantu ga?", tanya Seifer. 
"Iya mas?", tanya Ninis. 
"Teman-teman pada sibuk nih, lu bisa ga ikut Heru? Entar gue susul, gue mau ambil duit dulu sama Denis, takut entar Heru pikir gue kabur", Seifer mencoba meyakinkan. 
"Tapi mas, Ninis masa sendirian?", tanya Ninis. 
"Atau kalau Ninis tak mau ikut Heru, entar Ninis tunggu di sini saja, mas ambil duit dulu", Seifer meyakinkan. 
Ninis sambil melihat ke arah geng motor Heru yang sedang berpesta kemenangan, lalu sedikit terpaksa mengiyakan, "Ninis tunggu di sini saja deh", kata Ninis.
Ninis pun berjongkok di pinggir jalan, ditinggalkan Seifer dan teman-temannya. Risau ia menunggu, hanya sambil memandangi gerombolan yang sedang merayakan kemenangan di sana. Sudah cukup lama, Seifer tidak pula kembali, Ninis sedikit khawatir, ia selalu melihat arlojinya. Beberapa gerombolan yang merayakan kemenangan pun sudah pada bubar, sisa beberapa pria yang bukan lain adalah teman-teman Heru. Mereka sudah menunggu untuk membawa Ninis, sekitar tujuh orang teman-teman Heru di sana. Para penonton sudah membubarkan diri, hanya sisa-sisa sampah yang berserakan, di temani cahaya rembulan di jalanan yang sepi itu mereka mulai melirik ke arah Ninis yang sendirian jongkok menunggu kedatangan Seifer.

"Ayo ikut", ajak Heru yang sudah berjalan mendekati Ninis. 
"Ga mas, saya lagi tunggu Seifer...", kata Ninis memandang ke ujung jalan yang masih gelap tanpa terlihat tanda-tanda kendaraan lewat. 
"Loh, kok masih ditunggu?", tanya Heru. 
"Ninis ga tahu Seifer ga bakalan balik lagi?", tanya Heru. 
Ninis bangkit dari jongkoknya merasa heran dengan perkataan Heru. 
"Seifer pergi ambil duit mas buat bayar mas", kata Ninis. 
"Hahahaha", Heru tertawa terbahak-bahak, lalu teman-temannya ikut mendekat sambil tertawa. "Ninis ga tahu apa yang dipertaruhkan Seifer? Tega benar pacar Ninis", ejek Heru. 
Ninis kebingungan dan mulai curiga, ia geleng-geleng sambil bilang, 
"Tunggu Seifer kembali ya mas", jawabnya sedikit lugu.
"Sudah bro, jangan lama-lama lagi", potong teman-temannya tak sabar untuk membawa pulang Ninis. 
Heru pun mencoba menjelaskan kepada Ninis, 
"Nis, Seifer sudah ga bakalan datang menjemputmu, ia sudah tak ada uang, ia menjualmu kepada kami sebagai barang taruhan", kata Heru. 
Ninis tidak percaya, "Tidak mungkin...", kata Ninis sambil memegangi mulutnya dan kemudian matanya mulai menangis. 
"Tidak, Seifer pasti kembali!", kata Ninis yang menolak karena tangannya ditarik Heru.

"Sialan nih cewek", kata Heru kesal karena Ninis tidak mau ikut, dengan terpaksa ia pun menggunakan tindakan yang lebih keras. 
"Arghhhh", Ninis kesakitan ketika Heru meninjukan bogemnya ke arah perutnya hingga pingsan. Dengan terpaksa, Ninis dibawa Heru meninggalkan tempat balapan, ia dibonceng bertanjal tiga, dengan seorang pria mengapit dari arah belakang. Tujuan mereka adalah pondok di mana tempat mereka sering berkumpul dan mengutak-atik motor mereka. Heru dan kawan-kawan sudah kegirangan mendapatkan pacar Seifer dari hasil taruhan pertandingan balap, tidak sia-sia mereka memodifikasi motor mereka dan mengucurkan duit yang cukup banyak untuk sebuah kemenangan.
"Yuk kita rayakan kemenangan kita", sorak Heru kegirangan setelah sampai di mabes mereka. 
Ninis dibopong masuk lalu ditidurkan ke ranjang yang biasa mereka gunakan untuk beristirahat. Rumah yang berantakan itu adalah kepunyaan Heru yang selama ini dipakai untuk berkumpul membongkar motor. Teras yang penuh dengan oli belepotan dan kaleng-kaleng entah apa, di kamar pun penuh dengan puntung rokok nampak rumah yang tidak terawat. Ninis masih belum sadar, ia terbaring di kasur berbahan kapas, Heru dan teman-temannya sudah tidak sabar menyetubuhi Ninis.
"Sorry bro, gue duluan ya", kata Heru yang menandakan dia adalah ketua di geng mereka. Teman-temannya mempersilahkan sambil ikut membuka baju menunggu giliran.

Heru sudah bugil, ia mendekati Ninis lalu memploroti pakaian Ninis. Beberapa gerakan kasar menelanjangi Ninis membuat Ninis terbangun, 
"Apa-apaan ini!", teriak Ninis membenarkan pakaiannya yang hampir terbuka oleh Heru. 
"Kalian mau apa?!", teriak Ninis lagi karena takut melihat Heru dan teman-temannya sudah telanjang bulat di hadapannya. Walaupun hanya diterangi lampu pijar, namun nampak jelas penis Heru dan teman-temannya sudah mengaceng. Ninis menangis ketakutan, 
"Tolong lepaskan aku", ia memohon, "Biarkan aku bertemu Seifer", kata Ninis. 
"Cewek bego!", teriak Heru lalu menampar pipi Ninis, "Lu itu sudah jadi milik kami sekarang, Seifer ga bakal nyariin lu lagi", kata Heru.
"Bro, ambilin hape gue, biar dia tahu kalau dia itu sudah dijual Seifer", perintah Heru ke temannya. 
Ia lalu menelpon Seifer dengan menghidupkan loudspeaker, 
"Hallo bro, malam ini gue bakal perlakukan Ninis selayaknya pacar gue", kata Heru, lalu Seifer pun menjawab, "Tolong jaga baik-baik bro". Ninis menangis karena mendengar suara Seifer, kata-kata Seifer telah menyakiti hati Ninis. 
"MAS...", teriak Ninis sambil menangis.
"Bro, pacar lu nih dari tadi nangis terus, tenangkan dong", pinta Heru di telepon lalu ia memberikan handphone-nya itu pada Ninis. 
"Mas, jemput Ninis dong", Ninis ketakutan sambil menangis menelepon Seifer. 
"Ninis tolong ikut Heru ya, ga lama, entar mas jemput", kata Seifer lalu segera mematikan sambungan, 

'TUT TUT TUT TUT...' Ninis semakin menangis karena Seifer tidak memperdulikanya.
"Sudahlah, mungkin Seifer sudah bosan denganmu...", kata Heru mendekati Ninis sambil perlahan kembali melucuti baju Ninis. 
"Di sini masih banyak cowok bujangan...", kata Heru. 
"Tuh, si Boneng masih belum punya pacar", sambil menunjuk kawannya yang bergigi tongos. Si Boneng tersenyum dengan gigi yang hitam dan tongos itu, ia elus penisnya sendiri yang sudah mengaceng sedari tadi sambil menyapa, "Hai Ninis". 
Ninis ketakutan, ia tahu bahwa ia bakal diperkosa secara bergiliran di sana, ia coba melawan, ia bangkit dan ingin melarikan diri.
"Mau kemana lu? Lu sudah jadi milik kami", teriak Heru sambil mendorongnya jatuh kembali ke kasurnya. 
"Tolong jangan sakiti saya", Ninis memelas. 
"Tenang, selama kamu tidak melawan, kami akan perlakukan dengan baik kok", kata Heru. 
Ninis pun tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya terus menangis sambil membiarkan Heru melucuti pakaiannya.

"Hmmm, indah banget badanmu Nis", puji Heru setelah berhasil membugili Ninis. 
"Sayang saja pacarmu tak setia", ejek Heru lalu memeluk Ninis. 
Ninis tak melawan, ia tahu bahwa ia tidak bisa melarikan diri, dengan terpaksa ia harus melayani Heru dan teman-temannya malam ini. Dengan terpaksa ia melayani Heru, membalas ciuman di bibirnya, membiarkan Heru dengan leluasa meremas-remas buah dadanya. Heru sangat senang mendapati gadis milik Seifer yang akan melayaninya malam ini, Heru merasa berhasil telah mempercundangi Seifer. 
"Ninis cantik... Ninis harum", puji Heru menciumi Ninis sambil membelai rambutnya. 
"Ninis sudah berapa kali bercinta sama Seifer?", tanya Heru dengan bisik-bisik di telinga Ninis. 
Ninis tidak berani menjawab, ia tahu ia bukan pacar Seifer, ia hanya dimanfaatkan oleh Seifer. Heru tidak memperdulikan Ninis, jawab atau tidak, sudah berapa kali disetubuhi Seifer, tetap saja Heru tidak peduli, ia hanya memikirkan keadaan sekarang, bisa memiliki gadis muda nan cantik menjadi buah pikirannya malam ini. Heru mulai menekan Ninis ke kasur, ia mulai menyedoti susu Ninis yang tidak begitu besar itu, Ninis sedikit berontak karena merasa geli. Heru tidak memperdulikannya, susu Ninis disedoti bergantian kiri dan kanan, sesekali juga diremas Heru.

Puas menikmati buah dada Ninis, Heru pun kemudian mulai bergerilya, ia turun hingga ke selangkangan Ninis, dijilatinya vagina Ninis semakin membuat Ninis kegelian. Lidah Heru menyelusuri lubang vagina Ninis. Ninis mencoba berontak karena geli, namun Heru menahan paha Ninis dengan kuat membuat Ninis tak berkutik sama sekali. 
"Geeelllliiiiiiiiiii........", desah Ninis menahan rasa geli karena klitorisnya dipermainkan oleh lidah Heru.
Beberapa saat setelah puas memainkan lidah di vagina Ninis, Heru pun mulai dengan permainan jari. Ia mulai menusukkan jarinya ke lubang vagina Ninis. 
"Ah...", desah Ninis. 
Heru bergerak maju, kembali menyedoti susu Ninis, sambil tangannya mengocok vagina Ninis. Teman-teman Heru hanya bisa menonton aksi Heru sambil merokok dan berpesta bir merayakan kemenangan mereka. 
"Seandainya aku duluan kenal Ninis dibanding Seifer", bisik Heru. 
"Ninis lebih cantik dari Mila...", puji Heru dengan menjelekkan pacarnya sendiri. 
Lalu ia kembali menyedoti susu Ninis kiri kanan, lalu menyupangnya agar ada tanda merah di sekitar susu Ninis yang putih bersih itu. Puas menyedoti susu Ninis, Heru kembali menciumi bibir Ninis yang menarik.

Ninis sudah tidak tahan, permainan jari yang Heru lakukan membuatnya merasa bergairah, vagina Ninis mulai mengalirkan air-air yang membasahi jari Heru. Heru pun mulai bangkit, ia membuka lebar paha Ninis dan mengarahkan penisnya ke vagina Ninis. 
"Saatnya bersenang-senang", kata Heru dan menjebloskan penisnya ke dalam vagina Ninis. 
"Ah", desah Ninis karena penis besar Heru berhasil menancap di vaginanya. 
Heru pun mulai menggenjoti Ninis dengan perlahan, seperti pasangan suami istri, Ninis dan Heru bermain cinta di malam itu.
"Beruntung sekali ya seifer bisa jadi pacar kamu", kata Heru. 
Lalu ia memandnag ke arah kawan-kawannya, ternyata rencananya berjalan dengan mulus, sebelum-sebelumnya ia sudah memikirkan matang-matang, bahwa Ninis harus bisa melayaninya terus menerus. Teman-temannya yang sedari tadi menonton bukan hanya duduk diam sambil merokok, ternyata mereka juga mengambil video, ada yang menggunakan handycam, dan ada yang menggunakan handphone. Itu akan menjadi bahan untuk memeras Ninis di lain hari. Heru tidak akan puas kalau hanya memiliki Ninis selama seminggu, ia sudah berencana mengancam Ninis dengan video yang teman-temannya rekam untuk kemudian hari.

Ninis tidak sadar, matanya hanya meram melek menikmati irama genjotan Heru. "Ah...", desah Ninis sesekali merasakan tusukan penis Heru yang mendalam. Heru menciumi bibirnya agar Ninis tidak mendesah terlalu kuat. Teman-temannya pun berharap Heru cepat-cepat menyudahinya agar mereka bisa mendapat giliran segera. Tubuh mungil Ninis masih tidak berdaya merasakan nikmat genjotan penis Heru. Ia membiarkan tubuhnya dibelai-belai Heru, bibirnya menjadi bahan ciuman Heru dan susunya menjadi target tangannya memeras. Walau terpaksa, tapi Ninis merasakan sedikit kenikmatan di sana. Heru menyetubuhi Ninis dengan sangat romantis, dengan perlahan seperti memperlakukan pacar sendiri. Beberapa saat kemudian Heru mulai merasakan klimaks, penisnya mengejang kuat, ia akan berejakulasi. Ninis coba mendorong tubuh Heru, 
"Jangan semprot dalam mas", Ninis menolaknya, namun Heru mempercepat gerakannya sambil memeluk erat tubuh Ninis, hingga ia berhasil berejakulasi. 
Heru berhasil membiarkan spermanya mengalir di dalam vagina Ninis. Dalam hatinya bergumam, "Biar Seifer membesarkan anak yang belum tentu miliknya", sepertinya ia berniat membiarkan Ninis hamil bukan dari Seifer.

Ninis menagis karena ia tahu sperma Heru mengalir di dalam vaginanya, dan mungkin saat itu adalah tanggal-tanggal masa suburnya. Ninis ketakutan, namun Heru tersenyum gembira, ia berdiri lalu meninggalkan Ninis. Heru menyamperi teman-temannya sambil berkata, "Silahkan", ia mempersilahkan teman-temannya untuk menikmati Ninis. Ninis kaget ketika melihat ke arah sana, teman-teman Heru mengambil video dengan handycam dan handphone. "tolong jangan direkam", kata Ninis sambil menangis, ia semakin ketakutan, beberapa pria sudah berjalan mendekatinya, kali ini ia tahu tidak akan diperkosa bergiliran, namun akan secara bersamaan. Heru mengambil rokok dan menyalakannya, ia menatap ke arah teman-temannya yang akan mengagahi Ninis, sambil berkata, "TO BE CONTINUED"

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger