Home » » Lily [072]

Lily [072]


Bandar Taruhan - Maafkan aku Agnes, aku sudah berusaha mencari keberadaanmu namun tidak membuahkan hasil. Aku bahkan malu pada diriku sendiri, bisa melupakanmu begitu saja. Maaf telah mengabaikan juga anak tercinta kita, Chelsea. Mulai sekarang aku janji akan memperhatikannya. Namun aku berdoa agar kamu bisa segera pulang ke rumah ini. Aku rindu kamu. Tanpamu, hidupku menjadi berantakan. Bulan lalu, aku mempergoki sepupu kecilku menjajahkan keperawanannya di sebuah tempat prostitusi, kala itu aku sebenarnya menemani klien ku ke sana. Namun pengaruh aku sudah 'jablay', aku bermaksud sekalian mencari kehangatan di sana. Aku menemukan Lily, gadis kecil yang cantik, dia sepupuku, karena prihatin dengan keadaannya, aku pun membokingnya agar Lily selamat. Aku tidak tega membiarkan Lily menjual keperawanannya, apalagi kepada pria hidung belang yang tidak dikenal sama sekali.

Di sana aku memang tidak menyetubuhinya, namun aku memintanya untuk melayaniku dengan sepongan. Bukan serta merta kemauanku, namun Lily yang merasa tidak enak karena aku telah membantunya. Sejak hari itu, Lily tidak pernah sungkan lagi meminta bantuan padaku. Aku memintanya jujur, coba terbuka jika ada masalah. Namun hubungan kami tidak ada yang tahu, aku dan Lily merahasiakannya dari semua orang. Di sana lah aku mulai kembali merasakan kehangatan, aku mulai mengidap penyakit phedofilia, aku tergila-gila dengan Lily, bahkan sampai aku melupakan istriku sendiri, Agnes Monica. Dimulai lah sejak dihari itu, permainan cintaku yang melibatkan sepupuku. Walaupun kini aku baru sadar, aku tak sepantasnya begitu. Perlahan aku harus bisa melupakannya, aku harus kembali mencari istriku, demi aku, istriku, anakku, dan sepupuku. Aku harus menghapus jejakmu.

'Pa, cici Lily bantuin Chelsea buat PR loh, papa cepet pulang ya, Chelsea kangen', sms yang ku terima dari anakku Chelsea. Syukurlah, Chelsea jadi ada teman dengan kehadiran Lily. Paling tidak, Lily bisa sementara menggantikan guru private Chelsea yang sedang cuti karena balik kampung. Pukul 17:30 akhirnya aku tutup toko dan segera pulang ke rumah. Chelsea dan Lily mungkin sudah menunggu lama. Tak sabar ingin aku cepat-cepat sampai di rumah. Bukan hanya kangen dengan anakku, namun rasanya aku juga sudah tak sabar memandang kecantikan wajah Lily, adik sepupu yang memasuki remaja. Lily terpaut beberapa tahun dari Chelsea, oleh sebab itu, Chelsea hanya memanggilnya cici, padahal seharusnya Chelsea memanggilnya tante. Karena usia seperti itu mereka hanya seperti adik dan kakak.

"Koko...", sapa Lily ketika aku sampai di rumah.
"Pa, ci Lily sudah bantuin Chelsea kerjain PR loh...", kata Chelsea sambil menyambutku masuk rumah.
"Sudah makan belum?", tanyaku.
"Chelsea lapar pa, tapi masih ada sedikit catatan sih yang belum selesai...", jawab Chelsea.
"Ya sudah, Chelsea selesaikan dulu ya", kataku.
"Cici bantuin ya...", potong Lily.
"Papa mandi dulu ya, entar kita makan bareng di luar...", kataku.
"Hmmm, Chelsea mau Indomie pa...", sebutnya.
"Ya sudah papa masakin...", jawabku.
Aku segera masuk ke dapur karena aku kasihan dengan Chelsea yang sudah kelaparan.

Ku buka sebuah kancing bajuku agar tidak begitu gerah. Ku ambil beberapa bungkus mie instan dengan rasa kaldu ayam dari lemari makanan, ya itu sengaja aku stok karena sesekali aku memerlukannya. Sejak kepergian istriku, Agnes Monica, tidak ada yang masak di rumah, sehingga dikeadaan darurat, mie instan lah yang jadi pilihan. Tiba-tiba Lily muncul begitu saja di sampingku, dengan wajah polos ia lalu menyalakan kompor.
"Loh, Lily ga bantuin Chelsea?", tanyaku.
"Kata Chelsea sisa catatan saja sih, ga perlu bantuan katanya...", jawab Lily sambil mengisi air ke panci.
"Ya sudah, bantuin koko ya...", jawabku.
Aku kangen dengan Lily, melihatnya saja seakan ingin ku peluk. Teringat-ingat terus di mana Lily pernah melayaniku. Aku ingin sekali memberanikan diri untuk memintanya melayaniku lagi, tapi aku sedikit malu, bagaimanapun juga Lily adalah adik sepupuku. Lagian Lily masih terlalu remaja, belum saatnya Lily memasuki pergaulan seperti ini.

"Ko...", sebut Lily dengan malu-malu.
"Lily masih bisa belum bisa melupakan kejadian kemarin...", lanjutnya.
Sial, apa Lily masih menginginkannya? Aku coba tenang lalu menjawab,
"Sudah Ly, sebaiknya jangan dipikirkan lagi...".
"Bukan gitu ko, Lily merasa sangat berhutang budi sama koko...", lanjutnya.
"Oh itu... Gapapa Ly, itu buat Lily kok...".
"Tapi ko, itu kan uang yang sangat banyak...", balasnya lagi.
Aku entah mau jawab apa, aku hanya terpaku pada air yang sudah mulai mendidih.
"Tunggu Lily sudah besar, sudah bekerja, baru Lily bayar...", kataku untuk pura-pura tenang.
Lily menunduk lalu terus membantah, "Tapi ko... Seharusnya uang itu bisa dapatkan keperawanan Lily...", ia terlihat sangat terpaksa menerima bantuanku dulu.
"Ly... Masa depan Lily masih panjang, jangan berpikir pendek seperti itu...", kataku sambil memandang wajah cantiknya.
Ia tertunduk, apakah ia ke sini hanya untuk membahas masalah dahulu yang sudah clear?
"Ya sudah, kalau Lily masih belum bisa menerimanya, sini koko minta balik sekarang uangnya", aku tekan langsung.

Mendengar itu Lily malah semakin sedih, matanya memerah, seperti ingin nangis. Aku langsung blank entah harus berbuat apa. Padahal penisku sudah mengaceng memikirkan kejadian-kejadian sebelumnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung saja menambah air ke panci, agar tidak mengering. Lalu ke dekap Lily sambil berkata,
"Tenanglah, selama Lily tidak malu ngomongkan masalah Lily, koko ga akan tagih, malah koko akan terus bantu Lily... Koko janji kejadian kemarin hanya menjadi rahasia kita berdua...", kataku.
Lily menatapku, ia mulai tenang, pelukan tersebut hanya membuatku semakin bernafsu.
"Lily juga janji ya rahasiakan...", pintaku.
Lily mengangguk pelan, lalu kueratkan pelukanku, dan ku ciumi bibir kecilnya itu. Sungguh gairah yang memuncak, bibirnya cukup imut, tubuhnya harum, gadis kecil ini benar-benar membuatku sangat tertarik. Ku raba susu kecilnya dari luar bajunya, susu yang baru tumbuh itu memang segar.
Namun aku tidak bisa lama, aku takut Chelsea masuk, aku harus segera sudahi permainan ini. Biarlah lain kali saja aku menikmati Lily.

"Kenapa ko?", tanya Lily ketika ku lepaskan pelukan.
Aku hanya diam lalu fokus ke panci yang sedang ku masak, airnya cukup penuh sehingga susah mendidih.
"Koko sudah pengen tuh...", kata Lily sontak membuatku kaget karena ia berjongkok sambil meraba penisku yang mengaceng.
Tanpa malu-malu, Lily langsung saja membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku.
"Biar Lily melayani koko seumur hidup, Lily sudah banyak berhutang sama koko...", katanya.
Penisku dirabanya, semakin ngaceng, aku membiarkanya saja. Aku berdiri di depan kompor sambil dikocokkan penisku oleh Lily. Sambil menunggu air yang mendidih aku juga tetap was-was melihat arah pintu karena takut Chelsea masuk ke dapur. Lily, gadis remaja cantik yang sudah mulai hancur masa depannya. Namun lebih baik begini, daripada kemarin, jika aku tidak menemukannya, mungkin keperawannya telah hilang, bahkan oleh orang yang tidak dikenal. Adik sepupu kecil ku ini memang sangat cantik, dengan usia yang baru tumbuh remaja memang sangat fresh. Aku menyukainya.

Sentuhan jari-jari lentik kecilnya sangat membuatku semakin terbang ke angkasa. Gejolak dalam diriku sangat tak tertahan. Lily memang belum mahir mengocokkan penisku, namun ada sensasi lain dikocokkan oleh gadis sekecil dia. Aku harus cepat menyalurkannya sebelum Chelsea menyelesaikan catatannya. Air sudah mulai mendidih, kubuka mie instan beberapa bungkus langsung dan ku masukkan ke dalam panci. Berbarengan dengan Lily yang membuka mulutnya dan memasukkan penisku ke dalamnya. Sungguh perasaan yang sangat nikmat, seperti sedang melayang di angkasa, rasa geli-geli merasakan lidah Lily menyentuh penisku. Pelan-pelan dimainkannya, penisku disedot-sedot, dijilat-jilat, dikeluar masukkan terus menerus dari mulutnya. Aku terus berjaga-jaga, antara masakan mie instanku, dan juga pintu dapur yang aku khawatirkan kemunculan Chelsea secara tiba-tiba. Ohhhh, nikmat sekali, sebentar lagi mungkin akan berejakulasi. Lily memainkan penisku hingga aku menggelinjang kenikmatan. Ah.... ingin rasanya aku mendesah.

Akhirnya aku berhasil berejakulasi, aku menyemprotkan spermaku masuk ke dalam mulutnya. Lily tidak menolaknya, ia malah menelan semua spermaku, lalu dijilatinya hingga bersih. Segera ku rapikan lagi dengan memasukkan penisku kembali, dan kuminta Lily segera membersihkan mulutnya yang sedikit berceceran sperma. Ia menjilati kisaran bibirnya itu hingga bersih. Mungkin Lily bakal menjadi pemuas nafsuku, dan ia akan terus melayaniku untuk membayar hutangnya itu. Lumayan, kepergian Agnes bisa terobati, paling tidak nafsu birahiku bisa tersalurkan. Mie instan sudah jadi, aku segera membawa keluar bersama Lily.
"Pas banget pa, Chelsea baru saja menyelesaikan catatan", kata Chelsea.
Kami segera makan bersama, setelah itu aku mandi, dan malamnya mengantar Lily pulang ke rumahnya, rumah Tanteku. Sebelum meninggalkannya, aku sempat memberikan uang dua ratus ribu untuk jajannya besok.
"Terima kasih Ly, sempat-sempat ke rumah lagi ya", kataku.
"Iya ci, bantuin Chelsea ya kalau ada tugas lagi", pesan Chelsea.

Hari ini bisnis cukup lancar, banyak pesanan beras dalam partai besar. Keuntungan hari ini cukup mengobati rasa capekku yang baru menyelesaikan pengiriman hingga larut malam begini. Jam 20:25 aku baru menutup toko ku. Semua karyawan terlihat cemberut karena aku mewajibkan mereka lembur. Aku tidak peduli, jam lebih mereka tetap ku bayar sesuai kewajibanku menjadi seorang toke. Badanku sedikit capek, aku mengendarai mobil sendirian, pulang ke rumah. Aku terus pacu kecepatan karena ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Malam ini mungkin Lily tidak ke rumah, padahal aku kangen sekali. Apalagi di jam segini, mungkin kalau pun Lily ada ke rumah, mungkin dia juga sudah pulang. Tepat jam 23:35 ku lihat arloji ku ketika aku sampai di depan pintu. Ku buka pintu, dan aku kaget, Lily menyambutku masuk ke rumah,
"Koko...", panggilnya ketika aku masuk.
"Loh, Lily?", tanyaku heran karena sudah cukup malam.
"Tadi Lily bantuin Chelsea ngerjain PR, eh Chelsea nya malah ketiduran...", jawab Lily.
"Kasihan Lily, pasti lelah ya...", kataku sambil membelai kepalanya.
"Tadi Lily mau pulang, tapi tak tega tinggalin Chelsea sendirian...", lanjut Lily.
"Thanks ya Ly, sorry tadi koko banyak kerjaan...", kataku.
Melihat jam sudah larut malam, mungkin aku bakal tidak sempat bersenang-senang dengan Lily. Kulihat Chelsea anakku sedang tertidur di sofa, dengan beberapa buku tergeletak di atas meja.
"Ya sudah, habis mandi, koko antarin pulang ya...", kataku.
"Iya ko, makasih ya...", jawab Lily dengan senyum manisnya.

'Kruuukkkk....', tiba-tiba ku dengar suara keroncongan dari perut Lily yang begitu keras.
"Lily belum makan?", tanyaku.
"Belum ko...", jawabnya.
"Koko masakin mie aja ya?", tanyaku.
Aku juga cukup lapar karena belum makan. Sebaiknya aku makan dulu sebelum mandi.
"Koko mandi saja... Lily bantu masakin... Chelsea juga belum makan ko...", katanya menawarkan bantuan.
Aku pun menyetujui saran Lily, dengan begitu mungkin akan lebih hemat waktu, sudah cukup larut malam harus mengantar Lily pulang.
"Ko, mie nya sudah siap...", kata Lily ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggunakan sehelai handuk.
Kulihat cuma dua mangkok mie instan yang dihiasi telur goreng.
"Loh kok cuma dua?", tanyaku heran karena Chelsea juga belum makan.
"Punya Lily sudah habis ko, tuh...", sambil ia menunjuk ke wastafel pencucian piring.
"Koko mandinya lama sih...", protes Lily dengan nada imutnya.
"Lily pasti lapar banget ya?", tanyaku.
Lily pun tersenyum sambil menarik tanganku ke arah meja makan.

Mendapat perlakuan seperti ini, penisku langsung mengaceng, terasa sekali penisku mengeras di balik handuk. Sial, aku kan tidak pakai celana dalam, bisa-bisa ketahuan Lily.
"Makan dulu ko... Entar keburu dingin...", katanya.
Aku pun duduk dengan handuk yang sedikit tertarik karena penisku yang mengaceng. Sial, ingin sekali aku minta Lily melayaniku lagi malam ini. Gadis kecil cantik ini telah merasuki otak mesumku.
"Lily bangunkan Chelsea ya ko...", katanya.
"Eh gak usah...", spontan saja aku melarangnya.
Nasi sudah jadi bubur, aku tidak seharusnya malu lagi dengan Lily.
"Lily temani koko makan dulu ya...", pintaku.
"Iya deh ko...", jawabnya dengan wajah lugu tanpa beban.
"Enak sekali mie instan buatan Lily.. ", pujiku.
Lily hanya diam dengan kesibukannya di bawah meja. Sebenarnya bukan makanannya yang enak, tetapi pelayanan Lily yang super luar biasa. Aku menyantap mie sambil disepongi Lily. 'Slurp... slurppp...', terdengar suara Lily sedang menyepongkan penisku, terasa sekali ludahnya membasahi penisku.

Belaian tangannya di buah jakarku pun kian membuatku semakin merasakan nikmat. Aku perlahan melahap mie instan buatannya, agar Lily bisa menyepongku hingga aku puas. Sesekali aku juga memandang ke arah pintu, takut sewaktu-waktu Chelsea terbangun dan mempergoki kami di sini. Aku hanya membuka lebar kaki ku, sehingga handukku tersibak dan penisku mudah dikulum oleh Lily. Adik sepupu kecil ku ini memang sangat menghormatiku, hanya karena hutang kecil saja membuatnya ia selalu menuruti apa kemauanku. Bahkan tidak segan-segan ia menawarkan keperawanannya padaku. Aku memang menginginkannya, namun hubungan darah selalu menjadi kendala, aku takut ketahuan keluargaku, tapi di sisi lain, aku juga egois, aku tidak mau pria lain yang duluan memerawaninya, misalnya nanti Lily sudah pacaran.
"Ooohhh....", desahku karena merasakan akan segera berejakulasi.
Penisku sudah bergetar-getar antara nikmat dan kegelian karena jilatan dan kuluman Lily. Dan segera kutahan kepalanya dengan kedua pahaku. Lily tidak melawan, aku menyemprotkan spermaku ke dalam mulutnya, dengan kepalanya yang kujepit, ia pun dengan sedikit terpaksa menelan semua spermaku.

Oh nikmat sekali, kuluman amatir Lily memang tidak sebaik kuluman PSK profesional, namun dengan bibir mungil dan tubuh remajanya merupakan sensasi plus bagiku. Aku mulai melepas jepitanku, dan Lily pun mulai menjilati penisku hingga bersih.
"Thanks ya Ly..", kataku sambil menghabiskan sisa kuah mie instan.
"Loh, cici kok di bawah meja?", tiba-tiba Chelsea dengan lugunya bertanya di depan pintu.
Dengan mata sayub-sayub ia memasuki dapur.
"Eh, sayang, sudah bangun ya?", tanyaku sedikit kaget.
Lily terlihat salah tingkah, ia bangkit sambil beralasan, "Nih ambil sendok yang jatuh".
Chelsea nampak tidak curiga. Ia pun mendekati meja sambil mengusap matanya.
Aku segera merapikan handukku sambil berkata, "Makan dulu gih, ada mie buatan Ci Lily", kataku. Chelsea tidak curiga, ia terlihat lapar, karena ia langsung duduk dan menyantap mie instan yang mulai dingin dan mengembang itu.
Aku segera meninggalkan dapur, "Tunggu ya Ly, koko ganti baju dulu baru antar Lily pulang", kataku.
Lily terlihat senang dengan senyum lebarnya ia menjawab, "Iya ko, terima kasih ya..", namun kulihat bibir Lily masih basah, berkilat karena sisa sperma yang membekas di bibirnya.

Setelah berpakaian, dan Chelsea sudah menyelesaikan makannya, serta lagi-lagi Lily membantuku kini dengan mencuci piring, aku pun mengantar Lily pulang. Malam ini aku singgah sebentar karena tidak enak hati dengan tante dan om ku, bersama Chelsea kami pun menceritakan bantuan Lily yang telah membantu Chelsea megerjakan PR.
"Terima kasih ya Ly...", kataku sambil bersalaman, dengan tangan menyodorkan sedikit uang untuknya jajan.
Sampai jumpa esok malam Ly, kehadiranmu telah mengisi kekosongan nafsu duniawiku. Terima kasih banyak. mLily, koko kangen sama kamu, gumamku dalam hati. Tidurku kurang nyenyak dua malam ini karena Lily tidak ke sini. Aku sudah coba sms Lily, namun alasannya adalah karena ada pelajaran tambahan. Bahkan aku juga memohon dengan menggunakan nama Chelsea anakku, aku bilang Chelsea perlu teman untuk mengerjakan PR. Aku resah, tidurku tidak nyenyak, membolak-balikkan badan memikirkan Lily. Apakah aku sudah kecanduan? Bahkan aku memikirkannya sambil meremas-remas penisku, membayangkan Lily sedang menggocok penisku dengan jemari tangan lentiknya.

"Bos, jadi boleh dikirim?", tiba-tiba terdengar suara karyawanku.
"Eh, maaf...", jawabku.
"Bos lagi mikirin nyonya ya?", tanya karyawanku karena terheran-heran melihatku melamun. Kerjapun aku menjadi tidak focus gara-gara memikirkan Lily, bahkan aku saja sampai melupakan istriku yang telah lama hilang.
"Punya siapa?", tanyaku sambil meminta bon darj karyawanku.
"Kirim saja, usahakan balik cepat, kita tutup awal saja hari ini", pesanku.
Aku benar-benar sedang tidak fokus, pikiranku kacau, lebih baik aku istirahat di rumah. Baru jam 14:00, aku pun menutup toko setelah sisa pesanan terkirim, untuk orderan selanjutnya aku janjikan pengantaran besok. Jam segini memang waktu menjemput Chelsea, anakku. Hari ini biarlah aku menyediakan waktu saja untuk jalan-jalan bersama Chelsea. Lupakan Lily, dan meluangkan waktu untuk keluarga.

"Pa, ci Lily katanya mau ke rumah...", kata Chelsea ketika masuk ke mobil.
"Benaran?", tanyaku spontan seperti bahagia.
Semua planningku untuk bawa Chelsea jalan-jalan langsung buyar.
"Ya sudah, kita jemput saja ke sekolahnya", jawabku.
"Iya pa, Chelsea sms cici dulu, jam seginikan sudah jam pulang sekolah", jawab anakku.
"Halo Chelsea...", sapa Lily.
Kami menjemputnya di sekolahnya. Dengan seragam putih birunya, Lily terlihat sangat imut. Dengan wajah yang cantik, tubuhnya seksi, umur yang remaja, nampak segar dan menggiurkan.
"Sorry ko, belakangan Lily agak sibuk soalnya banyak tugas sekolah...", katanya sambil masuk ke mobil.
Ia duduk di belakang, sedangkan aku dan Chelsea berada di depan. Hati ku entah kenapa gembira ria melihat senyum manis Lily. Segera ku pacu kendaraanku untuk pulang ke rumah.
"Chelsea bobok aja dulu gih sana", pintaku kepada anakku ketika sampai di rumah.
Seperti biasa kalau jam segini aku mewajibkan Chelsea untuk tidur siang.
"Tapi pa, Chelsea kan mau main ma ci Lily...", jawabnya.
"Entar saja, Chelsea kan mau buat PR, entar ci Lily tungguin koq", bujukku sehingga Chelsea tidak keberatan untuk masuk ke kamarnya.

Kini hanya sisa aku dan Lily saja, berdua di ruang tamu. Lily memandangiku, dan aku pun bingung harus berkata apa. Hanya rasa rinduku saja yang terobati, melihat Lily yang sudah berada di sini.
"Lily mandi aja dulu, biar segar...", kataku.
"Koko duluan saja, kan koko barusan pulang kerja, pasti gerah...", balasnya.
"Ah, gak apa-apa... Lily aja duluan...", pintaku.
"Ga ah ko, kan koko tuan rumahnya, koko duluan aja...", jawabnya seolah malu di rumah orang lain.
Berpikir sejenak, akhirnya kuberanikan diri, "Ya udah, sama-sama saja...", ajakku yang langsung berdiri dari sofa yang tadi kududuki.
Lily terlihat tersipu malu, pipinya merona, ia tidak berani bangkit. Ku mulai mendekatinya dan kuraih tangannya, "Gak usah malu-malu sama koko...", bujukku lalu Lily pun berdiri sambil tersenyum.
Kami masuk ke kamar mandi setelah memastikan Chelsea sudah mulai tertidur. Tanpa malu-malu lagi, kami langsung saja memploroti pakaian kami masing-masing. Ku bantu Lily membuka bra dan celana dalamnya, lalu ku gantung bersama pakaianku di sudut kamar mandi.

Tubuh Lily benar-benar mempesona. Susu yang hanya sebesar mangkok kecil itu pun masih terlihat segar di mana puting nya masih berwarna merah jambu walaupun dahulu pernah kukenyot. Jembut-jembut halus pun menghiasi di antara selangkangannya itu. Aku tidak bisa berpikir panjang, selain ingin cepat-cepat dilayani Lily, aku juga harus pandai menyiasati waktu. Hari ini, apakah aku siap merenggut keperawanan adik sepupuku ini. Penis ku sudah berdiri tegak, Lily hanya tersipu malu karena tubuhnya kini bugil, walaupun bukan pertama kalinya di hadapanku.
"Yuk mandi.. Biar segar...", kataku sambil menghidupkan kran shower.
Percikan air itu pun mengenai kami, benar-benar segar, kami berpelukan sambil membasahkan diri kami. Terasa sekali payudara Lily mengenai tubuhku. Kupeluk erat dirinya, dan Lily juga membalasnya sehingga aku merasakan gejolak tiada tara, di mana penisku menempel di dekat perutnya.
"Ko... Lily siap kok...", katanya Lily.

Selama ini Lily selalu menawarkan keperawanannya untukku, itu karena kisah lalu nya yang telah banyak ku bantu. Pikiranku melayang-layang, ingin sekali aku merasakan penisku terjepit di vagina sempit itu. Namun berkali-kali aku masih memikirkan masa depan Lily, aku masih kasihan dengannya, dan aku masih memikirkan efek nya, di mana kami adalah sepupu, aku harus menghormati tante dan om ku.
"Sabar ya Ly... Koko sebenarnya sayang banget kok sama Lily...", jawabku sambil menatap matanya, ku belai kepalanya, lalu ku kecup keningnya.
Lily tersenyum, lalu ia tahu bagaimana harus membayar hutangnya, ia raih penisku dan dengan perlahan ia mengocoknya. Di bawah guyuran air dari shower, Lily mulai mengocok pelan penisku, sambil berpelukan, membuat suasana benar-benar terasa hangat. Cukup lama Lily memainkan penisku dengan jemarinya, hingga aku pun sudah sangat merasa ingin meluapkan rasa kenikmatan ini. Kutahan tangannya, aku tidak ingin segera menyemprotkan spermaku, aku tidak mau menyudahinya segera. Ku rangkul Lily dan ku bungkukkan sedikit tubuhku untuk menciumi bibirnya. Lily tidak melawan, namun ia juga tidak bisa membalas, ia masih amatiran mengenai hal ini.

Lalu perlahan ku dorong tubuh Lily hingga ke bathtube, kami masuk ke dalamnya dan berendam berdua. Aku meneruskan ciuman ku di bibirnya, sambil meraba-raba kedua bukit di dadanya itu. Nikmat sekali, segar rasanya. Beberapa lama kemudianpun aku sudah mulai bosan dengan bibirnya, sambil membelai kepalanya, aku pun menurunkan ciumanku ke leher dan kemudian ke dadanya. Susunya segar sekali, ku sedoti puting merah mudanya itu perlahan, kiri dan kanan bergantian. Sungguh luar biasa, bercinta dengan gadis yang baru tumbuh dewasa seperti ini, membuatku ketagihan. Perlahan aku pun mulai menjamah selangkangan Lily, kubelai jembut halusnya, pikiranku melayang-layang, ingin sekali aku menusukkan penisku yang sudah tidak tahan ini ke vaginanya itu. Ooh Lily, maafkan koko mu ini yang selalu bernafsu melihatmu. Menikmati susu segar Lily membuatku semakin melayang, apalagi ditambah dengan desahan merdu adik sepupuku itu, membuatku kian terbang ke awan.
"Ijinkan koko coba ya Ly...", pintaku yang sudah tidak tahan melawan gejolak nafsu ini.
Lily mengangguk pelan sambil membuka selangkangannya, ia berpangku di atas pahaku sambil menatapku dengan tatapan polosnya.

Aku mulai coba mendekatkan penisku yang sudah sangat mengeras ke arah vaginanya. Jantungku berdetak kencang, ini sungguh luar biasa, sebentar lagi aku akan memerawani adik sepupuku sendiri.
Namun beberapa kali ku coba, penisku sulit sekali masuk ke lubang vagina Lily yang begitu sempit, aku sampai gelagapan karena takut tidak cukup waktu. Keringat dingin mulai bercucuran hingga aku tolak Lily,
 "Maaf Ly, koko gak bisa...", kataku dengan menundukkan kepala.
Sungguh biadab aku ini, pikiran mesumku menghantuiku.
"Lily siap ko...", jawabnya polos ingin menghadiahkanku keperawanannya.
Tidak ly, pikirku, aku tidak boleh merenggut keperawanannya. Seharusnya aku memikirkan keluargaku, apa yang telah terjadi dengan keluargaku adalah dosa-dosaku. Aku teringat kejadian dulu, mengenai aku, teman-teman, istriku dan anakku. Cukup, aku tidak boleh merusak masa depan anak ini. Aku hampir menangis memikirkan ini. Namun Lily memelukku, ia bersandar di dadaku, dan sambil mengocok penisku, ia pun berkata, "Lily akan jaga untuk koko...", katanya polos. Aku tambah sedih, namun gelora hatiku bergejolak, penisku kian mengeras dikocok Lily.

Sudahlah, biar hari ini Lily menyepongi aku lagi, aku tidak sanggup untuk memperawaninya. Aku membiarkan ia mengocok penisku dengan sambil berendam air dalam bathtube. Ciplok ciplok suara air karena gerakan tangan Lily. Nikmat hingga aku tidak mampu menahan lagi, aku segera bangkit dan meminta Lily mengulum penisku. Ku biarkan ia mengulumnya hingga spermaku tersemprot keluar, aku berejakulasi di mulut mungil Lily. Ia menikmatinya, ia menjilati semua sperma ku hingga bersih, dan menelannya tanpa rasa malu maupun jijik. Terima kasih Lily. Kami pun melanjutkan mandi, aku membasuh tubuhnya dengan sabun. Kembali kami diguyur air shower, aku memeluknya, bau sabun yang nikmat, Lily sungguh gadis cilik yang menarik. Seperti biasa, setelah itu, Lily menunggu Chelsea bangun, rutinitas biasa, setelah makan Lilypun kami antar pulang. Dan aku selalu berharap, Lily bisa terus menemaniku setiap hari.

"Oi bro, apa kabar?", tanya Satorman, temanku di masa nakal dahulu.
Sialnya kenapa dia datang di waktu yang tidak tepat ini.
"Baik bro, masuk lah...", aku mengajaknya masuj ke rumah.
"Gimana kabarmu?", tanyaku sambil mengajaknya masuk ke ruang tamu.
Beberapa menit sebelumnya, aku baru saja meminta Chelsea untuk tidur siang, karena Lily baru sampai dari pulang sekolah. Aku berencana untuk memintanya melayaniku lagi di kamar mandi. Namun belum sempat aku masuk ke kamar mandi, eh, suara bel berbunyi, karena takut Chelsea terbangun, aku terpaksa melihat keadaan di depan rumah. Satorman mengunjungiku setelah lama kami tidak berkumpul lagi.
"Loh mana keluargamu?", tanya Satorman.
"Chelsea lagi tidur bro...", jawabku. "Agnes sudah lama tak kunjung pulang...", sambungku.
"Apa? Agnes?", tanya Satorman bingung.
"Iya bro, istriku hilang begitu saja...", jawabku.
"Sudah lapor polisi bro?", tanya Satorman.
"Sudah semua aku usahakan bro, tapi tak ada hasilnya", jawabku.
"Sebenarnya...", kata Satorman.
"Sebenarnya apa bro?", tanyaku heran kenapa Satorman berhenti berkata.

Pandangannya tertuju ke belakangku, ia tampak kebingungan.
"Loh, Lily...", kaget juga aku mendapatkan Lily berdiri di belakangku.
Bahkan yang mengagetkan, Lily dalam keadaan bugil. Ia terlihat malu-malu menutupi dada dan selangkangannya dengan ke dua tangannya.
"Kenapa di sini? Mandi gih sana...", perintahku yang salah tingkah mendapatkan Lily yang sudah berada di ruang tamu ini.
"Lily tunggu koko kelamaan sih", jawabnya sedikit polos.
Kulihat Satorman masih tidak mengalihkan perhatiannya. Sial sekali, kenapa Lily tak sabaran menungguku.
"Sana dulu, gantian mandinyaa", bujukku berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
Lily pun dengan wajah kecewa masuk kembali ke belakang.

"Sepupuku bro, tadi pulang sekolah singgah sini...", jawabku namun sedikit gugup.
Satorman pun tersenyum sambil mengejekku, "Wah, istri ga ada, ada yang temani rupanya, hehehehe".
"Ah, bukan begitu bro...", jawabku beralasan.
"Ya elah, lu masih saja ga mau jujur ma temen...", sindir Satorman.
Aku pun terdiam sebentar, Satorman memang tahu dengan masa laluku, kami pernah nakal bersama.
Aku pun terpaksa menceritakannya kepada Satorman, teman baikku.
"Tapi cuma sebatas itu bro, maklum lah, selain gue ga mau rusak masa depannya, gue juga masih mikirin istri gue...", jelasku.
"Hmmm, gini aja bro, masalah Agnes, tar gue bantu cariin...", kata Satorman.
"Tapi boleh dong gue nyicip dikit adik sepupu lu, please...", Satorman memelas.
Aku pun geleng-geleng.
"Hari ini saja bro... Just satu kali ajaaaa...", kembali ia memelas.

Aku menjadi serba salah, aku masih ragu apakah Satorman bisa menjaga rahasia ini.
"Gue ada info sebenarnya bro, makanya gue ke sini...", lanjutnya.
"Info apa bro?", tanyaku sedikit penasaran.
"Lah, jawab dulu yang tadi, please minta Lily layani gue bentar ajaa...", permintaan Satorman yang penuh nafsu. Sepertinya dia sudah kesemsem melihat Lily yang bugil barusan.
"Tapi lu janji ya, cuma kali ini", pintaku, "Trus rahasiakan!", lanjutku menegaskan.
"Pasti bro, lu kayak ga kenal gue aja...", jawabnya dengan senyum lebar penuh kegembiraan.
Lily terlihat malu melihat aku dan Satorman masuk ke kamar mandi bersamaan.
"Ly, bantu koko ya...", pintaku.
Namun Lily hanya menundukkan kepalanya karena malu, dengan tubuhnya yang sudah bugil, Lily nampak seperti seorang gadis yang menjaga kesuciannya, ia menutupi bagian-bagian pentingnya karena tidak mau dilihat oleh Satorman.

Satorman dengan senyum sumbringahnya pun segera melepas pakaiannya. Aku terpaksa mengikutinya masuk karena aku tidak mau Satorman bertindak lebih.
"Bentar saja ya bro, soalnya entar Chelsea bangun bisa berabe", pesanku.
"Sip...", jawab Satorman yang langsung mendekati Lily dan memelukknya.
"Jangann....", Lily nampak sedikit menolak, ia cukup malu untuk melayani Satorman.
"Tenang Ly, bantu koko ya... Cukup kocokin aja...", bujukku.
Lily mulai meneteskan air mata, namun aku bukannya kasihan. Aku malahan semakin bernafsu. "Hiks hiks hiks...", Lily mulai merintih.
Segera aku buka pakaianku dan ku nyalakan shower. Satorman mulai menangkap tangan Lily dan membukanya. Satorman terlihat buas, langsung saja ia menciumi buah dada Lily yang segar seperti buah yang disirami air. Penisku sudah mengaceng. Satorman masih asyik mengenyot susu Lily yang sudah tidak bisa melakukan perlawanan. Di bawah guyuran shower, aku juga meminta jatah, Satorman mengambil posisi di kanan dan aku pun di kiri, Lily dengan wajah yang sangat sedih, harus menyusui kami berdua. Aku teringat masa-masa jaya kami, di mana aku dan kawan-kawan sering nakal di dunia seperti ini. Lily, maafkan koko, koko juga harus menghargai kawan koko.

Aku tidak mau lama, segera saja kuraih tangan Lily, ku pinta ia mengocok penisku, aku sadar waktu kami sangat mepet. Satorman pun sudah tidak menciumi susu Lily, kini ia menciumi bibir mungil Lily dengan penuh nafsu. Beberapa menit kemudian, Satorman meminta Lily jongkok ke bawah untuk menyepongi kami berdua secara bergantian. Air mata Lily pun sudah terhapus oleh air guyuran dari shower yang membasahi kami bertiga. Bibir mungilnya terus bergantian menyepongi penis kami sambil kedua tangannya ikut mengocok penis kami, sebentar saja dia belajar, dan dapat menguasainya. Satorman terlihat sangat menikmatinya, entah dia sudah menjadi phedofilia atau apa, namun kurasa sifat mesumnya telah melebihi dari terakhir aku mengenalnya. Ah, tidak lama lagi akan keluar, aku merasakan itu. Tak kusangka Satorman juga sudah menyemprotkan sperma nya ke dalam mulut Lily. Kulihat ia menutup matanya sambil menikmati pelayanan mulut Lily di penisnya. Aku juga sudah tidak tahan, setelah menelan habis sperma Satorman, Lily langsung beralih menyepongkan penisku. Seperti halnya Satorman, aku juga menyemprotkan spermaku di dalam mulut Lily. Ia pun menjilatinya hingga bersih. Aku rasa sudah cukup lama kami berada di dalam kamar mandi, agar tidak ketahuan anakku Chelsea, aku minta segera dihentikan. Aku dan Satorman pun memandikan Lily, memakaikannya sabun dan shampoo. Tidak lupa juga, kami menjamah tubuhnya lagi, meremas susunya dan menyentuh daerah vaginanya. Hingga busa merata dan akhirnya kami membasuh tubuhnya hingga bersih.

"Mantap bro...", kata Satorman di ruang tamu.
Sedangkan Lily ke kamar Chelsea untuk membangunkannya karena ia harus menemaninya mengerjakan PR.
"Andai bisa digenjot bro, lebih mantep tuh...", tambahnya.
Lily terlihat tanpa beban, ia mengajari Chelsea bagai seorang kakak yang mengajari adiknya. Kami biarkan mereka sibuk dengan kegiatan mereka. Aku dan Satorman pun mulai membicarakan masalah kami di dapur.
"Sebenarnya gue pernah liat perempuan mirip Agnes bro...", kata Satorman.
"Di mana bro?", tanyaku.
"Gue sih kurang yakin, soalnya cuma lihat sekilas begitu...", sambungnya.
"Kami sudah cari kemana-mana, tapi tak ada info", kataku.
"Perempuan yang mirip Agnes itu kulihat di Lexa Massage bro...", ujar Satorman yang membuatku terkejut.
"Apa?! Lexa? Panti pijit plus?!", seruku.
Aku dan Satorman pun berencana untuk mencari tahu keberadaan Agnes, apakah ada berhubungan dengan perempuan yang terlihat mirip itu.

Mulai hari itu, aku lebih sering mencari Satorman, dan beriringan juga dengan semakin renggangnya hubunganku dengan Lily. Sejak kejadian dia harus melayani Satorman, Lily jadi enggan mau ke rumahku lagi. Aku juga mengerti keadaan Lily, dia bukan gadis pemuas nafsu, dia pasti sudah kecewa denganku. Kini aku harus fokus untuk mencari keberadaan istriku, Agnes. Maaf Lily, cukup sampai di sini koko menyusahkanmu. Maaf juga Agnes, aku sempat melupakanmu, demi keluarga kita, aku akan terus berusaha mencari keberadaanmu.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger