Home » » Finding Agnes [076]

Finding Agnes [076]


Bandar Taruhan - Satorman
"Apa? Tidak ada yang namanya Agnes di sini?", tanya Herman kepada Devi.
Padahal kami sudah perjuangan datang ke sini. Tempat pijat plus-plus milik Alex ini pernah aku datangi dahulu kala, aku pernah sekilas melihat wanita yang mirip sekali dengan Agnes, istri Herman. Aku sudah berjanji membantu Herman untuk mencari keberadaan istrinya. Berkali-kali aku ke sini hanya sengaja untuk mencari keberadaan Agnes namun tiada hasil. Hingga Herman mengajak ku berdua ke sini. Memang seperti biasa, aku memang beralasan untuk memboking Devi, demi mengintai keberadaan gadis yang mirip dengan Agnes itu.
"Di sini tidak pernah ada yang namanya Agnes...", kata Devi meyakinkan.

Namaku Satorman, aku sudah cukup lama mengenal Herman, dahulu kami nakal bersama. Kami pernah memperkosa manager bank, kami pernah buka tempat prostitusi bersama, bahkan yang di luar dugaan, aku pernah disepong Agnes, istrinya Herman, kala itu kami diculik oleh Alex, musuh bebuyutan Herman. Alasan itulah, Herman juga menaruh curiga pada LEXA MASSAGE ini yang katanya merupakan usaha milik Alex. Bisa jadi Alex memang menculik Agnes lagi. Aku tidak bisa membiarkan Herman galau memikirkan keberadaan Agnes. Sia-sia di sini, Herman hanya duduk termenung, ia kehilangan selera seks. Aku terpaksa membiarkannya hanya duduk memikirkan Agnes. Mubajir kalau uang boking Devi sia-sia.
"Temanmu gak mau ikutan?", tanya Devi.
"Gak papa, dia lagi nyariin istrinya", jawabku sambil melepaskan semua pakaianku.
Devi juga sudah mulai beraksi, ia memploroti juga semua pakaiannya dan kemudian menari di depanku. Herman sama sekali tidak mau memandang, mungkin dia kecewa denganku, datang ke sini tanpa hasil. Namun apa boleh buat, ini yang dapat kita lakukan.

Aku mulai mendorong Devi jatuh ke kasur, lalu ku timpa dan kuciumi bibirnya.
"Aaahhhh....", desah nafsu Devi, ia membalas ciumanku dengan profesionalisme.
Herman masih tidak tertarik, aku tidak peduli lagi, mungkin memang di sini bukan tempat di mana Agnes berada. Aku mulai meremas buah dada Devi, ia hanya mendesah nikmat. Ciumanku pun berlanjut sampai ke leher dan beralih hingga ke susunya yang putih itu. Devi mulai nakal, tangannya mulai meremas-remas penisku. Ooh, nikmat sekali mengenyot buah dada segar gadis ini, Devi masih muda, dengan penampilan orientalnya, ini sangat menakjubkan, walaupun Devi tidak secantik Agnes, namun seharusnya Herman terpancing nafsunya. Mungkin saja Herman sudah tidak jablay lagi, semenjak ditinggal istrinya, Herman selalu ditemani Lily, sepupu kecilnya yang masih duduk di bangku SMP. Gadis kecil itu memang cantik dan segar, remaja yang baru tumbuh itu pernah aku pakai walaupun hanya sekedar blowjob, kala itu memang aku memelas kepada Herman.

"Di sini terlalu banyak gadis, tapi Devi tidak pernah dengar yang namanya Agnes...", ujar Devi sembari susunya terus ku kenyot.
"Cantik, putih, rambutnya hitam panjang...", jawab Herman.
"Ciri-ciri kayak gitu sih banyak ko...", jawab Devi sambil sedikit mendesah ketika aku membelai bagian vaginanya.
Penisku sudah mengaceng kuat. Aku segera mengambil kondom dan memakainya.
"Ini milik Alex kan?", tanya Herman memastikan.
"Iya, punya Pak Alex, tapi boss jarang di sini...", jawabnya.
Aku mulai mengarahkan penisku ke arah lubang vagina Devi.
"Oohhhhh....", lolongan Devi meradakan penisku mulai menusuk liang vaginanya.
Lalu ia memelukku erat, dan aku pun mulai menggenjotnya perlahan. Rambutnya sungguh harum, sepertinya dia baru saja keramas. Kuciumi bau rambutnya hingga bau tubuhnya yang segar, sambil ku genjot aku pun terus menciumi bibir manisnya.

Herman terlihat gelisah, aku melihatnya keluar dari kamar, entah mau ke mana, tanpa memberi kabar ia hilang begitu saja. Aku tidak mau menghiraukannya, aku terus menggenjot Devi, tak mungkin aku membiarkan semua ini mubajir, walaupun ditraktir Herman, aku harus memanfaatkannya.
"Eh ke mana aja lu bro?", tanyaku kepada Herman yang tiba-tiba muncul dari pintu.
Aku sudah selesai menggenjot Devi. Gadis itu terbaring lemas di ranjang, aku hanya mengistirahatkan diri untuk ronde kedua.
"Gak, cuma cari angin segar doang kok...", jawab Herman.
"Lu gak mau ngentot tuh Devi?", tanyaku.
Herman tidak menjawab, ia hanya memandangi tubuh Devi yang lemas tergeletak di ranjang.
"Luar biasa lu bro bisa KO-kan nih cewek", kata Herman sambil membuka pakaiannya.
Sepertinya ia mulai terpancing, ia memploroti pakaiannya lalu memakai kondom dan menindih Devi yang masih lemas.

"Hahahaha, gue kirain lu dah gak doyan...", ejekku.
"Kampret lu bro...", balasnya, inilah Herman yang dulu aku kenal, doyan nge-seks.
"Lu tau gak? Lily gak pernah ke rumah lagi gara-gara lu!", katanya sambil membuka lebar paha Devi.
"Kok gue?", tanyaku.
"Tuh, terakhir gara-gara lu minta sepong, dia gak berani ke rumah lagi...", jawab Herman.
Hhhmmm, bisa jadi, soalnya kalau ada Lily, nafsu Herman pasti tersalurkan. Ini nafsu Herman mungkin sudah lama tidak tersalurkan. Aku melihat Herman dengan semangat menggenjot Devi. Sepertinya ia meluapkan segalanya, melupakan masalahnya mengenai Agnes istrinya, dan mulai kembali ke kehidupannya. Tanpa pemanasan, Herman langsung saja menggenjot Devi, hingga tubuh Devi bergerak naik turun berirama dengan genjotan Herman. Aku hanya menonton sambil mengumpulkan tenaga. Setelah Herman selesai, aku ingin ambil giliran lagi.

Herman mulai mengejang, nampaknya ia sudah mencapai klimaks. Tenagaku pun sudah mulai terkumpul. Aku siap-siap memakai kondom sambil menunggu Herman mencabut penisnya dari vagina Devi yang masih lemas.
"Mantap lu bro...", pujiku ketika Herman bangkit, ia menarik penisnya lepas dari jepitan vagina Devi.
Herman hanya tersenyum lalu ia berpakaian kembali. Segera aku mengambil posisinya untuk menggenjot Devi.
"Auuuuuhhhhh....", Devi merintih, ia sudah mulai merasakan sakit, ini ronde ke-3 baginya. Mungkin vaginanya sudah mulai perih karena sodokan penis kami.
Aku tidak peduli, Devi pun sudah lemas, untuk bangkit saja sudah terlalu capek baginya. Nafsuku benar-benar memuncak, aku menggenjotnya kuat, dengan irama cepat, aku tidak bisa perlahan, aura disekujur tubuhku menginginkan aku melepaskan spermaku lagi. Sudah kupercepat irama genjotanku, Devi pun sudah naik turun tubuhnya bergoncang kuat. Bahkan suara derit ranjang pun sudah mulai terdengar.
"Entar roboh loh", ejek Herman yang sudah mulai tersenyum.

Aku masih cukup kuat, dua puluh menit sudah aku menggenjotnya di ronde yang kedua ini. Kulihat Herman sudah tidak mau mengambil giliran, mungkin sudah cukup larut malam baginya. Anak perempuan kecilnya sendirian tidur di rumah, mungkin Herman bakal khawatir.
Aku cepat-cepat agar Herman tidak menunggu lama.
"Yeaaaaaahhhhhh....", desah nikmat setelah akhirnya aku berhasil menyemprotkan spermaku keluar.

Herman
Nafsuku memuncak ketika melihat Satorman bercumbu dengan Devi, namun aku tidak mungkin nimbrung, aku terlalu memikirkan istriku, Agnes. Aku sungguh gelisah mengenai keberadaannya.
Devi tidak banyak membantu, ia tidak mengenal sama sekali dengan Agnes. Sebaiknya aku cari tahu dari orang lain. Aku putuskan untuk keluar kamar, membiarkan Satorman bercinta dengan Devi, memang sia-sia kalau Satorman tidak menerima pelayanannya, aku terlanjur bayar mahal hanya untuk mengorek informasi. Aku susuri lorong, PSK dan pria hidung belang berlalu lalang, memasuki kamar mereka masing-masing. Aku berjalan hingga ke depan, seakan tidak percaya, aku pun menghampiri resepsionis depan.
"Ada yang bisa dibantu pak?", tanya resepsionis cantik yang berjaga di depan.
Di belakang ada seorang security berkepala plontos dengan badan besar berjaga-jaga, aku sebaiknya tidak membuat masalah. Padahal aku ingin sekali bertemu Alex dan menanyakan keberadaan istriku. Aku tahu Alex masih dendam denganku karena masalah masa lalu kami.

"Hmmm, saya perlu satu gadis...", jawabku.
"Ini paket pijatnya pak", kata resepsionis itu menunjukkan kertasnya sambil ia menjelaskan. Paket pijatnya cuma dua ratus lima puluh ribu untuk satu jam, namun harus tambah dua ratus lima puluh lagi untuk kencan dengan wanitanya, dan bisa pilih kalau bayarannya tambahannya tiga ratus ribu. Aku terpaksa pura-pura bertanya,
"Kalau tidak salah ada yang namanya Agnes ya?", kataku sambil menunjuk paket yang bisa memilih PSK.
"Maaf pak, tidak ada yang namanya Agnes di sini...", jawab resepsionis itu.
Si kepala plontos terus memandang. Agar tidak mencurigakan, aku terpaksa memboking,
"Bisa pilih kan?", tanyaku.
Resepsionis itu menjawab, "Bisa pak, jadi ini totalnya ya...", ia print bon dan memberikannya padaku.

Lalu ia membawaku ke dalam, memasuki lorong hingga sebuah kamar. Dan di dalam sana kulihat seperti akuarium besar, aku melihat banyak gadis duduk dengan bugil di sana, kami hanya dibatasi dinding kaca. Sungguh prostitusi besar yang terselubung, tidak kalah dengan prostitusi 1001 Malam milik Bang Solihin yang banyak sekali PSK nya, di mana dahulu Tante Yully pernah bekerja di sana.
Ini luar biasa, ku pandang sekilas, banyak gadis muda, putih dan cantik, rata-rata berwajah oriental. Kuperhatikan dengan seksama, namun tidak ada Agnes di sana, syukurlah, setidaknya Agnes tidak bekerja di sini.
"Pilih yang mana pak?", tanya resepsionis itu memecah keheningan ketika aku sedang memikirkan Agnes.
"Hmmm, yang itu...", spontan saja aku langsung menunjuk salah satu gadis karena sedikit kaget.
Resepsionis itu langsung memanggil gadis itu, lalu gadis itu pun mengenakan handuk lalu membawaku ke ruangan di mana pijat-pijat akan dilaksanakannya.

"Mau pijatan keras atau lembut pak?", tanya gadis itu.
Cantik juga ini gadis, aku kembali bernafsu karena gadis itu mulai melepas handuknya.
"Ooh, tak perlu...", jawabku.
"Ok, berarti langsung ke inti ya...", jawabnya.
"Hmm, maaf.."; potongku sambil mrmandangi tubuhnya.
Gadis ini bahkan lebih cantik dari Devi, gadis yang diboking Satorman. Badannya langsing, tubuhnya mungil seperti gadis yang baru tumbuh dewasa. Dengan buah dada yang cukup kecil dan puting susu yang masih sedikit merah, aku rasa gadis ini jarang dipakai, sungguh aneh, padahal cantik dan muda.
"Aku cuma mau tanya beberapa hal...", kataku.
Gadis itu lalu mendekatiku dan mengajakku duduk di ranjang.
"Mau tanya apa pak? Sambil-sambil saja...", katanya sambil menarik tanganku untuk menjamah dadanya.
Astaga, susu nya hangat sekali, putih segar, penisku mulai mengaceng, ini godaan, aku harus tenang.

"Apa kamu kenal dengan wanita bernama Agnes?", tanyaku.
"Wah, di sini tidak ada yang namanya Agnes pak...", jawabnya sambil memandangiku.
Wajahnya cantik, gadis yang manis, senyumannya benar-benar menggodaku. Aku pun mulai meremas susunya, sudah terlanjur basah, tidak ada yang mengenal Agnes di sini. Aku pun mulai menyerah.
"Kamu tahu ada wanita yang belakangan ini baru masuk?", tanyaku.
"Saya baru di sini pak, tapi belakangan ini tidak ada gadis baru, saya yang paling baru...", jawabnya. Pantasan saja gadis ini masih terlihat segar, ia baru di sini. Semangatku mencari informasi mengenai Agnes kini buyar, semuanya sia-sia, tidak ada gunanya lagi. Agnes, apakah kau benar-benar tidak peduli lagi denganku?

Aku pun terangsang dengan belaian gadis ini, ia meremas penisku di balik celanaku. Rangsangan yang benar-benar dahsyat, aku tidak tahan lagi, maafkan aku Agnes. Aku segera memploroti pakaianku, gadis ini membantuku membuka pakaianku. Lalu kami mulai bercinta. Dari sebuah ciuman hangat, hingga ke yang lebih lanjut. Aku sedoti susunya, harum, nafsuku benar-benar memuncak. Sudah beberapa hari aku tidak bercinta. Sejak kepergian Agnes, hanya Lily, sepupu kecilku yang membantuku berejakulasi, walaupun hanya sekedar menyepongkan penisku, namun itu cukup membantu. Namun Lily tidak kunjung muncul lagi, entah kenapa, dia tidak pernah main ke rumah lagi.

Aku tidak tahan lagi setelah beberapa saat menyedoti susunya kiri dan kanan yang membuat ku bosan. Aku segera mengambil kondom yang telah disediakan, aku pakai, dan ingin segera aku menggenjotnya. Ku dorong gadis itu rebah ke ranjang, ku timpak dan kuciumi bibirnya, sambil mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
"Ahhhhhh....", desah gadis itu ketika ujung penisku menyentuh bibir vaginanya.
Perlahan aku pun mulai memasukkannya, hangat, sedikit menjepit, gadis ini masih termasuk baru. Aku beruntung memilih yang tepat. Wangi tubuhnya harum semerbak membuat nafsuku semakin memuncak lagi. Aku mulai menggenjot perlahan, tarik dan masukkan perlahan.
"Ooohhhhh....", desah gadis itu merasakan tusukan penisku di vaginanya.
Ku genjot gadis muda cantik ini, bagaikan pasangan suami istri, kami bercinta dengan nikmatnya, aku menciumi bibirnya sambil meremas-remas susunya. Sesekali aku pun menyedoti susunya yang putih segar itu.

"Ooh yeah....", desah gadis itu merasakan nikmat genjotanku.
Memang sudah beberapa lama, dan vagina gadis itu sudah basah, becek sehingga penisku lebih mudah keluar masuk. Namun aku cukup bosan karena belasan menit itu aku berada di atas. Aku pun meminta berganti posisi. Gadis itu di atas, ia kini yang banyak bergerak, aku hanya tidur merenggangkan pinggangku agar lebih rileks, biar gadis ini yang berusaha memuaskanku. Gadis ini menggerakkan pinggulnya dengan penuh nafsu, ia terus bergoyang seperti mengulek sambal. Penisku dikocoknya dengan vaginanya, naik turun, memutar, kiri kanan, dan maju mundur. Luar biasa, aku merasakan nikmat luar biasa, hangat terasa penisku dijepit vaginanya yang masih termasuk sempit.
Aku pun sesekali meremas buah dadanya dan memilin puting susunya. Ia terlihat cantik dan muda, nafsunya cukup tinggi. Wajahnya terlihat jelas, dengan rambut hitamnya, ia sungguh menarik, sepertinya aku bakal kembali lagi ke sini lain kali, hahaha.

Setelah puas menyemprotkan spermaku pada gadis muda itu, aku segera berpakaian kembali. Aku tidak mau Satorman menunggu lama, aku juga tidak ada urusan lagi dengan gadis ini lagi.
"Kok buru-buru pak?", tanya gadis itu memegangi kondom bekas ku yang penuh dengan cairan sperma.
"Ada urusan", jawabku dan segera keluar dari kamar.
Aku menuju ke kamar Satorman dan Devi bercinta. Mereka sudah selesai, kulihat Devi terkulai lemas, nafsuku kembali lagi dengan spontan. Langsung saja aku menggenjotnya walaupun masih sedikit capek terasa. Rugi kalau aku yang bayar tapi aku tidak mencicipinya, hahaha, Satorman hanya menonton dan menunggu giliran sambil mengumpulkan tenaganya.

"Aaaahhhh...........", desah Devi panjang, ia terlihat kecapekan, entah seberapa ganas Satorman tadi menggenjotnya.
Aku tahu Satorman sedikit hyper, namun tidak separah almarhum Tono, yang hypernya sudah tingkat maksimal, hahaha. Tubuh Devi juga langsing, putih, lumayan cantik, namun gigitan vaginanya tidak senyaman gadis tadi. Punya Devi sudah mulai longgar. Namun masih mempesona, susunya juga tidak buruk, masih lumayan kecil dan nampak segar. Ku kenyot dengan penuh nafsu, kusedot dan kutarik dengan bibirku, Devi hanya bisa mendesah. Genjotanku semakin kencang, ini kedua kalinya aku akan berejakulasi.
"Oh yes oh...", desah Devi tubuhnya bergoyang kencang ketika aku mempercepat irama.
Susunya bergetar-getar. Aku sebentar lagi akan berejakulasi. Satorman hanya menonton sambil main hp.
"Ooooohh................", desahku panjang setelah berhasil berejakulasi sekali lagi.
Nikmat sekali malam ini, bercinta dengan dua PSK muda, cantik dan menarik.

"Sudah puas bro?", tanyaku pada Satorman.
 Ia bangkit dengan senyum lebar dan mulai berpakaian kembali. Devi masih lemas, aku kasihan padanya, ku tarik dompetku keluar dan memberikannya uang sebagai tips tambahan.
"Thanks...", jawabnya dengan senyum.
Aku dan Satorman akan pulang, hari ini cukup memuaskan, paling tidak bisa menutup semua kesia-siaan. Lain kali saja aku ke sini lagi untuk menikmati gadis-gadis di sini.

"Tunggu!", teriak Devi ketika kami hendak keluar kamar.
Kami memandang ke arah belakang, Devi memegang sesuatu seperti kertas di tangannya.
"Ini tadi jatuh dari dompet ko Herman...", katanya sambil menunjukkan kertas itu.
"Aku kenal wanita ini...", katanya.
Sontak aku langsung tercengang, itu adalah foto Agnes. Aku lupa aku menyisipkannya di dompetku. Mungkin terjatuh karena tadi aku menarik uang untuk tips Devi.
"Apa? Kamu kenal?", kami segera masuk lagi ke kamar.
"Ini Agnes, wanita yang sedang kami cari", kata Satorman membantu menjelaskan.
"Ya elah, kenapa gak dari tadi tunjukin fotonya", kata Devi yang masih lemas, terduduk di ranjang. "Ini mah namanya Madona", lanjut Devi.
"Gak salah lagi, ini mirip banget sama Madona, wanita yang dibawa Pak Alex ke sini...", katanya.
"Dia mana dia sekarang?", tanyaku mulai senang mendapat kabar baik.
"Sudah dua hari lalu dia kabur dari sini ko...", jawab Devi.
"Dia kabur bersama pak tua, dokter yang selama ini membantu di sini...", lanjutnya menceritakan kisah Agnes.
"Sepertinya ia dekat dengan dokter itu, mereka kabur bersama, dokter itu kan sudah menyembuhkan penyakitnya...", katanya.

Apa? Agnes sakit? Sekarang ia kabur? Apa yang bisa aku lakukan? Devi juga tidak begitu mengenal dokter itu, hanya tahu kalau itu dokter tua bangka yang dipanggil Pak Raden. Aku harus mencari tahu di mana Pak Raden tinggal. Devi hanya punya informasi sebatas itu. Aku memberinya tips tambahan atas informasinya tersebut, namun ia sedikit tidak enak menerima pemberianku, sehingga terpaksa kami lanjut untuk ronde ketiga, hingga subuh dan pulang ke rumah.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger