Home » » Ritual Sex di Gunung Kemukus 2

Ritual Sex di Gunung Kemukus 2


Bandar Taruhan - Selesai ziarah di Makam Pangeran Samudra, kami kembali ke kamar penginapan. Kecanggungan Teh Lilis sudah hilang, tangannya menggandeng tanganku menuruni anak tangga yang cukup banyak, mengikuti Pak Budi dan Mbak Wati yang juga bergandengan tangan. Aku seperti mimpi, 2 minggu yang lalu Mas Gatot menawariku Ritual Pesugihan Gunung Kemukus, sarat utamanya bersetubuh dengan istrinya selama beberapa malam, puncaknya Malam Jum'at Pon. Tapi sekarang situasinya berubah, secara kebetulan kami bertemu dengan Pak Budi dan Teh Lilis, istrinya. Dan, tiba tiba Pak Budi menawariku bertukar pasangan dengan istrinya yang cantik dan anggun. Wanita yang kukenal selalu mengenakan hijab dan rajin mengikuti pengajian. Tapi, hijab yang dikenakannya dilepas begitu saja demi Ritual Sex Gunung Kemukus. Walau aku belom menyanggupi untuk menemani Ritual selama 9 hari, yang pasti aku tidak akan menolaknya. Menemani Teh Lilis selam 9 hari, mencumbu tubuh bugilnya, ngentot sesuka hati dengannya, siapa yang tidak mau.

"Makan siang dulu, yuk !" ajak Pak Budi setiba di warung tempat kami menginap.
"Iya, Lilis udah lapar, A." jawab Lilis.
Aku juga sudah lapar, maklum sudah jam 1 siang, sudah waktunya ngisi perut dan tentunya kopi hitam kesukaanku. Setelah makan siang, kami duduk di depan warung sambil ngobrol.
"Jang, kamu temenin istriku sampe Jum'at kliwon, ya ! Biar nanti Mba Wati pulang bareng aku. Masalah biaya kamu, biar semuanya aku yang nanggung. Nanti juga kamu aku kasih uang buat pengganti, selama kamu gak, jualan." kata Pak Budi.
"Iiiiya, Pak.” kataku gugup. Siapa yang gak gugup, kalo diminta suami untuk mengauli istrinya selama 9 hari.
"Pak Budi sudah kaya, kenapa masih nyari pesugihan ? Tanya Mba Wati, penasaran.
"Saya gak nyari pesugihan, Mbak. Kan Mbak tahu, sudah sepuluh tahun nikah, tapi belum punya anak juga. Kata dokter, saya dan istri sama sama mandul. Kami sudah berobat kemana mana, tapi belum berhasil. Saya dapet petunjuk dari orang pinter di Tasikmalaya, katanya kami harus Ritual Sex di sini sebanyak 7 x ke sini. Nanti kami ketemu orang yang kami kenal buat pasangan Ritual. Eh, ternyata bener, kita ketemu di sini." Pak Budi menjelaskan panjang lebar.

Aku melirik Teh Lilis yang sudah berani menatapku, tidak seperti tadi yang selalu menunduk, malu. Mungkin karna tadi kami sudah mandi, bareng,
"Iya, Jang. Temenin Teteh ritual, ya!" kalo teh Lilis hamil, kami gak akan lupa sama kamu. " kata Teh Lilis, sambil tersenyum..
"Kita masuk, yuk. Habis ritual Pak Budi dan Teh Lilis, istitahat. Pasti capek setelah menempuh perjalan dari Bogor ke sini. " ajak Mba Wati yang melihat Pak Budi beberapa kali menguap.
Kamipun masuk kamar, tidak lupa Mba Wati memesan sesajen ke Ibu warung. Tidak lama, sesajen pesanan kami diantar Ibu Warung. Seperti kemarin, aku dan Teh Lilis melepaskan pakaian, hingga bugil, rupanya Teh Lilis sudah tahu tata cara ritul dari orang pinter yang di temuinya. Kamipun duduk bersila berhadapan, menyatukan energi, sementara Teh Lilis membaca mantra pembuka alam ghaib pemberian gurunya. Membacanya berulang ulang, suaranya lirih dan menusuk alam bawah sadarku.

Ketika mantra itu selesai dibaca berulang ulang, Teh Lilis tersenyum menatapku. Dia mendekatkan wajahnya, lalu kami mulai berciuman, lembut sekali gaya berciuman teh Lilis, tidak sebinal Mba Wati. Tanganku mulai aktif meraih toket Teh Lilis yang kenyal dan berukuran sedang. Putingnya yang berwarna coklat muda sudah mengeras karna birahi. Jariku memilin milin putingnya dengan lembut, membuat Teh Lilis menggelinjang geli. Tangannya meraih kontolku yang sudah ngaceng sempurna, membelainya dengan takjub. Besar dan panjang, berbeda dengan milik Pak Budi sempat aku lihat saat di sendang Ontrowulan, pendek dan kurus
"Jang, kontol kamu ko bisa segede dan sepanjang ini, sich ? Kamu ke Mak Erot, ya ?"
"Teteh ada ada aja, masa ke, Mak Erot."
Aku benar benar terpesona melihat keindahan toket teh Lilis. Beda sekali dengan toket Mba Wati yang besar dan kendor, toket Teh Lilis lebih kenyal dan keras.

Aku mendorong Teh Lilis telentang di kasur. Kuhisap pentil toket yang mengacung dengan rakus, rasanya sama saja dengan menghisap pentil Mba Wati, cuma sensasinya saja yang berbeda. Ada rasa senang saat Teh Lilis menggelinjang nikmat dan tangannya mendekap kepalaku, lembut. Tangankupun aktif bergerilya menyentuh memeknya yang berbulu jarang. Kutelusuri lembah sempit yang sudah mulai basah oleh cairan birahi. Jari tengahku masuk ke lobang memek yang semakin basah, aku mengocoknya pelan, merasakan tekstur lobang memek yang lembut.
"Aduhhhh, Jang..." tubuh Teh Lilis menggeliat.
Aku beranjak ke selangkangan Teh Lilis, kulebarkan pahanya, aku bisa melihat memek teh Lilis yang agak terbuka, berwarna merah berkilat, basah oleh cairan birahi. Segera kubenamkan wajahku di selangkangan Teh Lilis, kuhirup aroma memek Teh Lilis yang has, aroma memek yang sangat aku sukai, membuatku semakin bergairah untuk menjilati dan menelan cairan birahinya.

Inilah memek ke 3 yang aku jilat dalam dua hari ini. Memek wanita cantik yang anggun khas wanita Priangan. Aku benar benar menikmatinya, jarikupun masuk kelobang memek Teh Lilis, berharap semakin banyak cairan yang keluar, yang bisa aku teguk sepuasnya.
"Jang,....Terrrrrus, ennak." Teh Lilis menjambak rambutku, tubuhnya semakin menggelinjang.
Akupun semakin liar menjilati itil Teh Lilis dan kadang menghisap lobangnya, menyedot cairan nikmat.
"Jang, ammmpun Jang, Teteh mauuuuu, keluar.."Tubuh Teh Lilis terangkat, menyambut orgasmenya. "Jang, teteh keluar."
Aku tidak perduli, terus menjilati memeknya dengan rakus. Asik dengan aroma memek yang membuatku mabuk, mabuk birahi.
"Udah, Jang. Teteh juga pengen nyobain nyepong kontol, kamu." kata teh Lilis sambil bangkit, mendorong pundakku menjauh dari memeknya.

Segera aku merebahkan diri, Teh Lilis langsung saja menggenggam kontolku dan menjilati batangnya. Terasa lidahnya yang basah dan kasar bersentuhan dengan kulit kontolku yang sensitif membuatku merinding nikmat. Teh Lilis begitu piawai menjilati batang kontolku, lalu dengan lahap memasukkan kontolku kemulutnya. Lidahnya menjilati batang kontol daerah yang paling sensitif, disertai hisapan lembut yang membuat pipinya jadi kempot.
"Teh, enak..." kulihat mulut mungil Teh Lilis menjadi monyong mengemut kontolku.
Matanya menatapku sayu. Aku benar benar cowok beruntung mendapatkan sepongan wanita secantik Teh Lilis. Rambutnya yang panjang bergelombang, menghalangi pandanganku ke arah toketnya. Teh Lilis yang selalu terlihat anggun dengan balutan jilbab dan baju gamisnya, sekarang berubah menjadi binal. Dia begitu asik dan bernafsu mengemut kontolku. Menjilati kepala kontolku, mengocok ngocoknya dengan liar.

"Ampun, Teh... Udah, ujang gak tahan." kataku.
Segera aku bangkit menahan pundaknya agar berhenti nyepong kontolku. Aku gak mau ngecrot di mulutnya. Aku pengen ngecrot di memek mungilnya yang indah. Teh Lilis tersenyum, tangannya mendorong dadaku agar kembali telentang. Teh Lilis beranjak mengangkangi pinggangku. Tangannya meraih kontolku dan mengarahkannya tepat di lobang memeknya. Digesek gesekkanya kontolku di belahan memeknya, menggesek itilnya hingga memeknya semakin banjir. Perlahan Teh Lilis menurunkan pinggulnya membuat kepala kontolku terbenam dalam lobang memeknya, Teh Lilis mengangkat pinggulnya sedikit, lalu menekannya kembali menelan kepala kontolku. Berulang, semakin dalam, hingga ahirnya kontolku terbenam seluruhnya dalam lobang memeknya.
"Uch, Ujaang, panjang amat. Sampe mentok memek Teteh. Enak, Jang." rintih Teh Lilis.
Nikmat sekali gesekan memek Teh Lilis di kontolku. Toketnya yang indah bergerak lembut, memanggil tanganku untuk memegangnya agar tidak terjatuh dari tempatnya. Dengan lembut aku meremas toket Teh Lilis, membuat wanita cantik itu tersenyum senang dan gerakannya semakin cepat.

"Iya, Jang. Remes toket, teteh. Aduhhh, enak banget, kontol kamu."
Sepasang toket Teh Lilis berguncang dalam genggamanku saat wanita cantik itu bergerak makin liar memacu kontolku. Nikmatnya sangat luar biasa. Kadang gerakan Teh Lilis membuat kontolku agak sakit, mungkin karna posisinya yang tidak begitu tepat. Aku hanya diam menahan rasa sakitnya, aku tidak mau Teh Lilis tergannggu menikmati birahinya yang semakin liar. Hilang sudah kesan alim dan anggun dari wajah Teh Lilis yang selalu mengenakan jilbab, yang terlihat sekarang adalah wanita binal yang nakal sedang merengguk kenikmatan tabu. Memacu kontolku dengan buas. Bibir tipisnya yang selalu basah, mendesis nikmat.
"Jang, Teteh gaaa tahan. Teteh, kel kellllluarrrrr.... Achhhh..!" teh Lilis menghentakkan pinggulnya, menelan semua kontolku ke dalam lobang memeknya. Lobang memeknya berdenyut denyut menandakan orgasme yang begitu dahsyat.
Aku menahan sakit saat kontolku yang sedang ngaceng maksimal tertekuk, dan Teh Lili mencengkeram dadaku, kukunya sempat melukai kulitku.
"Jang, kontol kamu nikmat banget, belom pernah Teteh ngentot seenak ini. Gantian Teteh di bawah, y !"

Aku menarik nafas lega saat Teh Lilis bangkit, kontolku terlepas dari memeknya. Teh Lilis telentang, pahanya mengangkang lebar. Aku segera memposisikan diri di atas tubuh Teh Lilis yang langsung meraih kontolnya dan menempakannya di lobang memeknya. Bles, kontolku menerobos memeknya dengan perlahan. Sekarang aku mengambil alih permainan, aku memompa memek Teh Lilis dengan cepat tanpa rasa sakit seperti tadi. Sepertinya Teh Lilis nenikmatinya, terlihat dari raut wajah dan rintihannya yang halus. Bahkan pinggulnya ikut bergerak naik turun menyambut kontolnya.
"Cepetin, Jang kontol kamu enak. "
Akupun berusaha mempercepat gerakanku, semakin cepat dan tambah cepat, berusaha memberi kenikmatan kepada Teh Lilis. Kenikmatan yang akan membuatnya tidak bisa melupakanku. Jarak antara orgasme ke 2 Teh Lilis begitu dekat, tiba tiba teh Lilis memelukku erat, bibirnya mendesis dan tubuhnya mengejang, dinding dinding memeknya berkedut kedut meremas remas kontolku.
"Jang, teteh keluar lagi." nafas Teh Lilis tersengal sengal.

Aku tidak perduli dengan kondisi Teh Lilis, semakin kupercepat kocokanku, karna kurasakan puncak kenilmatan itu semakin dekat. Aku tidak berusaha menahan lebih lama lagi orgasmeku. Akhirnya kontol menyemburkan pejuh ke dalam memek Teh Lilis.
"Teh, Ujang keluar.." erangku.
Ternyata saat pejuhku nyemprot memek Teh Lilis, kembali Teh Lilis orgasme.
"Iyyya, Jang..Teteh juga, kellllluaaaaar, lagiii" nafas teh Lilis semakin tersengal, hanya dalam tempo satu menit, Teh Lilis orgasme.
"Jang, Teteh istirahat dulu, ya ? Nanti ritualnya kita lanjutin. Makasih ya, Jang, udah mau jadi pasangan ritual Teteh. Teteh belom pernah ngentot seenak, ini." Teh Lilis tersenyum, mengecup pipiku yang berbaring di sampingnya.
"Iya, Teh. Teh Lilis tidur dulu, aja. " kataku.

Tak lama kemudian, Teh Lilis tidur. Nafasnya teratur. Bibirnya yang tipis, seperti tersenyum. Cantik, aku tidak bosan memandang kecantikannya. Kalau saja aku tidak kebelet, kencing. Aku akan betah berlama lama menatap kecantikan alami, Teh Lilis. Kecantikan alami tanpa polesan. Aku keluar kamar dengan enggan. Di kamar mandi aku ketemu Mba Wati yang juga kebelet pipis.
"Jang, kamu enak banget, dapet Teh Lilis yang cantik." goda Mba Wati.
"Mbak juga dapet Pak Budi yang ganteng" jawabku.
"Enakan sama kamu, Jang. Pak Budi, peltu." kata Mba Wati. " kamu mau kencing apa mau nyuci kontol, Jang ?
"Mau kencing sambil nyuci kontol, " jawabku.
"Ya udah, kencing bareng, yuk. Skalian kencingin memek, Mbak. Hihihi." kata Mba Wati.
Kamipun masuk kamar mandi bareng. Santai Mba Wati berjongkok di depanku. Sssrrrr, air kencing keluar dengan derasnya dari memek Mbak Wati yang bergelambir.
"Jang, katanya mau kencing, kok malah ngeliatin Mbak, kencing sich?"
Abis, memek Mbak Wati bagus, bikin ngaceng." kataku, memperhatikan Mbak Wati yang selesai cebok, lalu menaikan celana dalam dan legingnya.

Akupun menurunkan celana trainingku, kontolku langsung keluar, karna tidak memakai celana dalam. Srrr, air kencing keluar dengan deras, hingga tak ada yang tersisa. Blom sempat aku meembersihkan kontolku, Mba Wati tiba tiba berjongkok dan meraih kontolku.
"Coba Mba, cium kontol kamu, pengen tau bau memek cewek secantik Teh Lilis itu, gimana. Pasti baunya masih nempel di kontol, kamu." tanpa menunggu jawaban dariku, Mba Wati mencium kontolku yang setengah tegang, lalu mengulumnya dengan rakus.
Tiba tiba ketukan dipintu dan suara panggilan Lastri terdengar mengagetkan kami.
"siapa di dalem ? Buruan, udah kebelet kencing, nich."
Agak malu, aku membuka pintu kamar mandi, sedang Mba Wati lebih bisa menguasai diri. Mba Wati tersenyum menatap Lastri yang berdiri di depan pintu.
"Idih, mesumnya jangan di kamar mandi. Masih belum puas, ya ?" ledek Lastri, melihat kami.
"Iya, nich. Pasangan baruku, peltu (baru nempel, wis metu)" kata Mba Wati, cuek. Kenapa harus, malu ? Semua orang yang ke Gunung Kemukus sudah pasti akan berbuat mesum.

Lastri hanya mesem, dengan cueknya dia menurunkan celana jeans dan celana dalamnya, srrrr, air kencing keluar dari memeknya, posisi Lastri yang menghadap kami, membuatku dapat melihatnnya.
"Kalo mau ngentot, tak kasih pinjem kamarku" kata Lastri, "tapi....!" Lastri yidak memeruskan kalimatnya.
"Tapi, kamu mau ikutan ngentot, ya ? " tanya Mba Wati tanpa basa basi.
"Hihihi, Mba tau aja." kata Lastri.
"Ya udah, ayo ke kamarmu, Las. Memekku udah gatel pengen dientot kontol si Ujang yang guede. "
Aku yang jadi objek pembicaraan mereka, hanya diam, tidak tau apa yang harus kuucapkan. Melayani 2 wanita sekaligus, hanya pernah aku baca dari buku buku stensilan Enny Arrow. Atau kulihat dari video yang aku tonton bersama teman teman.
"Dasar, orang gila semua. " kata Ibu warung yang tiba tiba sudah ada deket kami.
"Ibu juga kalo dikasih yang gede, maukan ? Hehehe ?" goda Lastri.

Lastri tiba tiba menarik tanganku ke kamarnya, seakan tidak rela , Mba Wati memegang tanganku. Jadilah aq digandeng 2 wanita yang haus birahi ke kamar Lastri. Di kamar semuanya berjalan, cepat. Tanpa pemanasan yang buang buang waktu. Mba Wati hanya membuka celana legingnya, Lastripun membuka jeans dan celana dalamnya. Mba Wati menyuruh telentang, lalu menarik celana trainingku satu satunya penutup kontolku. Karna aku tidak pakai celana dalam. Mba Wati membungkuk, melahap kontolku dengan rakus, kesannya agak tergesa gesa, karna ada Pak Budi dan Teh Lilis yang sewaktu waktu bisa bangun, memergoki kami yang sedang berbuat mesum. Setelah kontolku basah, Mba Wati merangkak mengangkangi kontol, blessss dengan mudah kontolku masuk memeknya yang sudah basah. Dengan posisi berjongkok, Mbak Wati mengerakan pinggulnya naek turun. Tangannya bertumpu di samping tubuhku. Lastri tiba tiba mengangkangi wajahku. Memeknya yang gundul disodorkan ke mulutku, kusambut dengan menjulurkan lidahku menyapu memek Lastri yang menggairahkan. Tanganku membuka celah sempit memek Lastri yang merah muda dan sudah basah memancarkan aroma sedap. Sementara Mba Wati dengan ganas memompa kontolku, berusaha meraih orgasme yang belum sempat didapatkannya saat ngentot dengan, Pak Budi. Bibirnya mendesis menikmati setiap gesekan kontolku dan memeknya.

Dengan posisi terlentang, kontolku yang dientot memek Mba Wati serta lidahku yang menjilati memek Lastri, membuat kosentrasiku terpecah, tidak bisa secara maksimal menikmati menjilat memek Lastri dan ngentot memek Mba Wati. Yang kurasakan hanyalah sensasi sebagai pejantan tangguh yang sedang melayani 2 wanita haus seks. Berbeda dengan Mba Wati yang total menikmati gesekan memeknya yang diterobos kontolku, apa lagi nafsunya sudah sampai puncaknya, tidak perlu waktu lama, dia mendapatkan orgasmenya.
"Jaaaang, Mba mauuu nyampeeee. Kontol kamu, ennnakkk. Mbak, keluarrrrrrrrr...." diiringi rintihan panjang dan nafas tertahan, tubuh Mbak Wati mengejang.
Memeknya berkedut kedut dahsat meremas remas kontolku. Nafasnya terngah engah menikmati orgasmenya perlahan berhenti. Mba Wati mengangkat tubuhnya, sehingga kontolku terlepas dari memeknya. Mba Wati duduk bersandar dinding triplek, melihat Lastri yang terus menjajalkan memeknya ke mulutku. Lastri yang melihat Mba Wati selesai menuntaskan hajatnya, mengangkat pinggulnya, beringsut mundur, menempatkan memeknya sejajar dengan kontolku. Diraihnya kontolku agar tepat di lobang memeknya, perlahan Lastri menurunkan pimggulnya dan kontolku masuk dengan mudahnya.

"Mas, kok enak banget kontol, kamu. Awww, ganjel banget di memekku." kata Lastri memeluk tubuhku. Bibirnya mencium bibirku dengan lembut dan kaku.
"Walah, aku juga pengen ngerasain kontol Masnya yang gede,!" tiba tiba ibu warung sudah masuk kamar. Roknya terangkat, dibukanya celana dalamnya tanpa membuka daster yang dipakainya. Lastri bangkit, berjongkok di selangkanganku tanpa melepaskan kontolku di memeknya.
"Walah, si Ibu. Udah tua masih pengen kontol anak muda." kata Lastri sambil tertawa pendek. Pinggulnya masih terus bergerak naek turun memompa kontolku dengan perlahan lahan.
"Umurku 45 tahun, Las. Belom tua tua amat," kata ibu warung, tanpa meminta persetujuanku, di mengangkangi wajahku dan menyodorkan memeknya yang berjembut cukup lebat. Bentuknya hampir sama dengan memek Mbak Wati, agak bergelambir, warnanya hitam dan terlihat mungil di balik lipatan lemak. Maklum, Ibu warung tubuhnya gemuk. Lebih gemuk dari Mba Wati. Mungkin beratnya 80 kg. Dengan rakus, aku menyambut memek ibu warung, tanpa aku kuakkan, memek bu Warung sudah membuka, jadi lidahku bisa leluasa masuk ke lobangnya dan itilnya kuhisap dengan rakus.

Sementara Lastri bergoyang makin cepat, nafasnya terengah engah. Memek Lastri rasanya beda dengan memek Mba Wati yang gemuk dan lembut. Memek Lastri lebih kecil dan lebih berasa. Nikmat sekali, walau kosentrasiku terpecah antara menikmati jempitan memek Lastri dan menjilati memek Ibu warung.
"Aduuuuh, masssss. Lastriii, keluar. Ennnak, ngentot sama massss" Lastri mengejang, memeknya terasa semakin hangat. Memeknya berkedut kedut, walau tidak sekeras kedutan memek Mbak Wati. Setelah orgasmenya reda, Lastri bangkit. Ibu warung langsung menggantikan posisi Lastri menunggangi kontolku. Bles, kontolku masuk memek ibu warung yang tembem dan hangat. Ternyata, walau tubuhnya gemuk, ibu warung bisa bergerak lincah memompa kontolku.
"Wuenak, mas. Kontol kamu mentok sampe dasar memek, ibu." kata ibu warung, matanya mendelik ke atas.
Gila, aku diperkosa oleh 3 wanita, pikirku. Dan sekarang aku bisa menikmati secara maksimal memek ibu warung. Setelah kuperhatikan, ternyata ibu Warung, cantik juga. Bibirnya mungil dan agak tebal. Hidungnya bangir. Nikmat sekali memek ibu warung, apalagi gerakannya yang cepat mengocok kontolku, tidak membuat kontolku sakit karna tertekuk. Tanganku meremas toket ibu warung yang tertutup baju dan bh.

" entot, uenakkk, mas. Kontolmu guede." kata ibu warung. Nafasnya terdengar berat.
Akupun ikutan mendesis nikmat, kurasakan orgasmeku semakin dekat. Kuremas toketnya dengan keras.
"Iya, mas. Remas toketku, uenakkk, masss. Aku mau keluarrrrr, massssss" erang ibu warung.
"Buuuuu, akuu gak tahan, akuuuu keluarrr, bu." erangku. Kontolkupun menyemburkan pejuh yang cukup banyak.
"Iyyya, masssss, akuuu jugaaaa. Aaaa kontolmu, uennnak." tubuh ibu warung mengejang, menyambut orgasmenya yang dahsyat.
Yang membuat aku semakin enak adalah, memek ibu warung ternyata bisa ngempot seperti memek Mba Wati. Setelah orgasmenya reda, ibu pemilik warung bangkit, sehingga kontolku terlepas dari lobang memeknya. Langsung dikenakannya celana dalamnya tanpa melap memeknya.
"Buruan kamu cuci kontol kamu pake sabun. Biar Mbaknya gak tau kamu abis ngentot, waktu dia tidur. " kata ibu warung sambil keluar kamar.

Aku segera memakai celana trainingku. Kulihat Lastri tertidur di pojok tanpa memakai celana, sedang Mba Wati sudah keluar sejak Ibu Warung masuk kamar, tadi. Akupun ke kamar mandi, mencuci kontolku dengan sabun hingga bersih. Ketika masuk kamar, ternyata Teh Lilis masih tertidur lelap, dengan tubuh bugil. Telentang, kaki kirinya menekuk, mempertontonkan memeknya yang berjembut jarang. Cantik sekali Teh Lilis saat tidur. Akupun merebahka tubuhku dusampingnya. Mataku terpejam, perlahan keasdaraanku hilang, rasa kantunk membuatku terlelap dengan cepat.
"Jang bangun, udah jam 7!!" samar samar aku mendengar Teh Lilis membangunkanku.
"Iya, !" kulihat Teh Lilis duduk bersila menghadap ke arahku, tubuhnya masih bugil, sama seperti saat dia tidur. Bibirnya tersenyum, manis sekali.
"Kamu curang, Lilis tidur telanjang, kamu pake baju." kata Teh Lilis, protes.
"Tadi sebelom tidur, saya kencing dulu, Teh. Makanya pake baju." kata menjelaskan. Tentu aku tidak cerita abis ngencingi memek.
"Jangan panggil, Teteh, atuh. Panggil Lilis aja. Umur Lilis baru 26 tahun. Gak beda jauh sama, kamu. Kita mandi, yuk Jang.!!"
"Eh, iya Teh. Eh, Lilis. Lilis udah lama bangun ?
" Baru juga bangun, Lilis langsung bangunin kamu." kata Lilis.

Lilis bangkit mengambil daster dari tas, lalu dikenakannya tanpa memakai BH dan CD.
"Bangun donk, Jang. Kita mandi, bareng." katanya, sambil mengulurkan tangan ke arahku.
Akupun bangkit, mengikuti Lilis yang berjalan lebih dulu sambil membawa handuk, sabun, sikat gigi dan odol. Dari depan kudengar suara Mba Wati sedang ngobrol dengan Pak Budi, walau aku tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka obrolkan. Ternyata mereka sudah bangun lebih dulu. Kamar mandi yang kami masuki cukup besar. Mungkin sengaja dibuat besar agar pengunjung bisa mandi berdua dengan pasangannya sebagai salah satu sarat ritual. Lilis segera melepas dasternya, lalu dia membantuku melepas kaos dan celana trainingku. Tiba tiba Lilis mencium bibirku, tangannya melingkar di leherku, kakinya jinjit agar sejajar dengan tinggiku. Akupun membalasnya dengan bergairah. Cukup lama kami berciuman.
"Jang, kamu ganteng, juga." kata Lilis, menatapku sayu.

Lilis mengambil air dengan gayung, lalu mengguyur kepalaku hingga beberapa kali. Plus juga menyabuniku dimulai dari kaki, paha, lalu kontolku disabuninya juga. Agak lama Lilis menyabuni kontolku sambil mengocoknya, membuat kontolku jadi ngaceng.
"Kontol kamu ngaceng lagi, Jang. Hihihi." kata Lilis.
"Lilis yang bangunin, kontolku. Kataku menikmati kocokan Lilis.
Lilis menyabuni sekujur tubuhku, tangan dan wajahku. Memperlakukanku seperti anak, kecil. Tubuhku kembali disiram air dari gayung. Dingin dan tubuhku terasa segar.
" Gantian Jang. Lilis mandiin. " kata Lilis manja, setelah selesai memandikanku. "Tapi rambutnya jangan dibasahin, Jang. Nanti keringnya lama." kata Lilis sambil menyanggul rambutnya ke atas, lalu menjepitnya dengan jepitan rambut yang dibawanya.
Aku menyiram tubuh Lilis, mulai dari wajah cantiknya. Lalu punggung hingga tubuhnya basarhsempurna. Kusabuni kakinya, beranjak ke betis, merambat ke pahanya. Kulitnya yang kuning langsat begitu halus dan lembut. Wajahku tepat menghadap memeknya yang berbulu jarang, iseng aku cium memeknya dengan lembut. Lidahku menjilat itilnya yang agak menonjol kelur.
"Awww, Jang. Kamu nakal."

Aku bangkit berdiri. Akupun beralih menyabuni memek Lilis, kugosok gosok belahannya dengan lembut Lilis memelukku dan kembali kami berciuman dengan lembut sambil tanganku menggosok memeknya hingga ciuman kami berakhir. Aku menyabuni punggungnya, beralih keperut lalu ke dadanya yang sekal dan keras. Ukurannya tidak terlalu besar, namun bentuknya begitu indah dengan puting berwarna coklat muda. Aku meremasnya lembut, lalu aku menyabuni wajah cantiknya. Kusiram air dingin ke wajah Lilis dan sekujur tubuhnya, membersihkan busa sabun hingga bersih. Dan kami saling mengeringkan tubuh kami dengan handuk. Selesai berpakaian, Lilis tampak cantik dengan baju berwarna krem dan jilbab sewarna. kami ke depan memesan kopi dan makan malam. Kulihat Mba Wati dan Pak Budi berdiri menghampiri kami.
"Lis, Aa mau halan jalan dulu ke atas sama Mba Wati, ya ! " kata pak Budi berpamitan.
"Iya, A. Nanti Lilis juga mau ke, atas." jawab Lilis yang langsung menyuapkan nasi yang baru saja di sodorkan Ibu warung.
Kami makan dengan lahapnya. Masakan Ibu Warung memang enak, seenak memeknya. Aku jadi ingat kejadian siang, tadi. Aku melirik ibu Warung yang sedang menatapku. Kami saling tersenyum. Tidak memerlukan waktu lama, nasi dan lauk pauknya sudah berpimdah tempat ke mulut, kami.
"Duduk di depan, yuk!" ajak Lilis setelah makan malam kami habis.

Kami duduk berdampingan di kursi kayu panjang di depan warung. Kuletakkan kopi dan rokokku di meja. Kuhidupkan rokoku, asapnya kuhisap perlahan. Ach, nikmat sekali merokok sambil ngopi dengan di dampingi wanita cantik berjilbab. Kami hanya diam, memperhatikan sekeliling kami hingga kopiku habis, Lilis mengajakku menyusul suaminya ke atas, tempat makam Pangeran Samudra. Seperti sepasang kekasih, kami berjalan sambil bergandengan tangan, menaiki tangga yang cukup tinggi. Di sekeliling kami berjejer warung warung yang menyediakan kamar kamar untuk nenginap. Wanita wanita yang ada di warung memperhatikan kami. Jengah juga diperhatikan oleh orang seperti itu. Tapi tidak kupungkiri, ada rasa bangga bisa berjalan sambil bergandengan tangan dengan wanita secantik Lilis. Di areal makam Pangeran Samudra, ternyata kami tidak menemukan Pak Budi dan Mba Wati. Hanya ada beberapa orang yang duduk di akar akar pohon besar. Wanita yang menjadi penghuni Gunung Kemukus, beberapa pria duduk di tangga tanpa pasangan. Menurut Ibu Warung, baru besok malam, Jum'at Pon Gunung Kemukus akan dipenuhi ribuan orang yang datang dari semua penjuru. Berkumpul untuk ngalap berkah dari Pangeran Samudra. Wajar kalo sekarang masih sepi. Bahkan kulihat para juru kunci makam sedang asik ngobrol, dengan bahasa yang tidak aku mengerti.

Setelah berkeliling mencari Pak Budi dan Mbak Wati dan orang yang kami cari tidak ada. Ahirnya kami memutuskan duduk di belakang Bangal Sonyoyuri, tempat Pangeran Samudra di makamkan. Lilis duduk bersender ke dadaku. Tanganku memeluk pinggangnya yang ramping. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
"Jang, mau denger cerita, Lilis, g ?"
"Mau, Lis."
Dan, ceritapun dimulai.

Usia Lilis baru saja 16 tahun, ketika Budi datang melamarnya. Pemuda berumur 30 tahun anak Pak Kades di desanya. Awalnya Lilis menolaknya, tapi bujukan dari orang tuanya membuat Lilis luluh. Usianya 16 tahun, usia yang dianggap sudah pantas untuk nenikah di desa. Lilis tidak punya pilihan, keluarga mereka adalah keluarga sederhana, ayahnya hanyalah petani yang sawahnya kecil, tidak cukup untuk biaya makan mereka. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, ayah dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Sedang Lilis bertugas memasak dan menjaga 2 orang adiknya Ningsih 12 tahun dan Jaya 10 tahun. Lamaran Budi orang kaya danterpandang di desanya, membawa harapan baru buat keluarga Lilis. Mungkin dengan Lilis menikah dengan Budi, kehidupan keluarga mereka akan terangkat. Setelah menikah, Budi membelikan orang tua Lilis sawah seluas 100 bata atau 1,4 hektar. Dan Lilis diboyong ke Bogor. Namun selama berumah tangga, Lilis tidak bisa mencintai Budi. Apa lagi setelah 10 tahun mereka menikah, Lilis tidak kunjung hamil. Sudah berbagai cara mereka tempuh, berobat ke dokter sampai orang pintar mereka datangi. Hasilnya nihil.

Yang paling menyiksa Lilis, dia tidak pernah bisa menikmati hubungan badan dengan suaminya. Lilis selalu berpikir, pernikahan mereka karna uang, apa bedanya dia dengan wanita yang menjual tubuhnya demi uang ? Hingga dia nelihat Ujang yang sedang berjualan Mie Ayam lewat rumahnya, perutnya yang kebetulan sedang lapar. Lilis membeli mie ayam, Ujang. Itulah pertama kali dia merasakan sesuatu yang berbeda. Lilis terpesona oleh wajah tampan penjual Mie Ayam. Tubuh pemuda itu lebih tinggi darinya. Mungkin 170, tubuhnya kurus dan hitam, tapi tidak bisa menutupi jetampanan wajah. Dan sejak saat itu Lilis setia menunggu Ujang lewat berjualan. Hampir tiap hari Lilis membeli Mie Ayam Ujang, agar bisa menatap wajah pemuda itu dan sedikit obrolan yang kaku. Suatu hari Budi mengajaknya menemui Paranormal sakti di daerah Tasikmalaya, berobat agar mereka cepat dapat momongan dan juga agar usaha Budi semakin lancar. Paranormal tersebut memberi petunjuk agar mereka melakukan ritual di Gunung Kemukus. Awalnya Budi menolak, apalagi harus mengajak istrinya ritual sex di gunung kemukus. Siapa yang rela membiarkan istrinya yang cantik bersetubuh dengan pria lain ?

Tapi paranormal itu meyakinkan, hanya itu satu satunya cara agar Lilis bisa hamil setelah divonis mereka berdua mandul. Apalagi usaha Budi mulai goyah, banyak tagihan yang macet. Ahirnya Budi bersedia untuk melakukan ritual tersebut. Lilis marah saat Budi nenyampaikan hal tersebut. Budi berusaha meyakinkan Lilis bahwa ritual tersebut untuk kebaikan mereka. Ahirnya Lilis menyerah dan bersedia. Toh selama ini dia sudah dibeli oleh Budi dengan sawah 1,4 hektare dan uang yang rutin dikirim ke orang tuanya setiap bulan. Betapa kagetnya Lilis menemui Ujang, pria yang diam diam dicintainya. Dia menunduk tak berani menatap wajah pria itu. Dirinya merasa sangat kotor. Entah dapat ide dari mana, tiba Budi mengajak Ujang dan Mba Wati bertukar pasangan. Mba Wati menjadi pasangan Budi dan Ujang menjadi pasangannya. Jantungnya serasa mau copot. Apalagi saat Mba Wati dan Ujang setuju. Ini seperti mimpi yang menjadi nyata. Berpasangan dengan Ujang walau hanya 9 hari. Lilis benar benar bahagia.

Selesai bercerita, tiba tiba Lilis duduk di pangkuanku, bibirnya mencium bibirku dengan lembut. Tangannya memegang kepala belakangku. Aku membalasnya denga penuh gairah. Tak kusangka, wanita cantik ini diam diam jatuh cinta padaku. Selesai berciuman, Lilis menciumi leherku sementara tangannya berusaha membuka ikat pinggang dan kancing celanaku.
"Jang, celananya turunin dikit." kata Lilis berbisik. Akupun mengangkat pantatku, Lilis segera menurunkan celanaku sedikit. Lalu mengeluarkan kontolku yang setengah ngaceng.
Lilis berdiri mengangkat roknya, lalu melepas celana dalam yang langsung dimasukan ke tasnya. Lilis berjongkok, melahap kontolku dengan rakus. Menjilati kepala kontolku agar terbangun dari tidurnya. Aku melihat sekelilingku, beberapa meter di hadapanku ada tebing dan pohon. Di samping kanan, ada warung yang hanya terlhat gentengnya, di sebelah kiri ada pohon besar yang dan beberapa pohon lainnya, sehingga warung di bagian kiri tidak terlihat. Cukup aman, asal tidak ada yang datang ke tempat kami.

Setelah kontolku ngaceng sempurna, Lilis naik ke pangkuanku, diarahkannya kontolku ke lobang meneknya yang ternyata sudah basah. Bles, untuk kedua kalinya kontolku masuk memek Lilis. Nikmat sekali.
"Jang, Lilis nakal ya ? Lilis jadi ketagihan kontol, kamu. Lilis cinta kamu, Jang." bisiknya. Pinggulnya bergoyang cepat. Harus cepat, sebelum ada yang mergoki mereka sedang ngentot.
Aku meremas pantat montok Lilis, bibir kami kembali berciuman, lidah Lilis masuk mulutku. Sementara pinggul Lilis bergerak semakin cepat, berusaha meraih orgasme secepat mungkin. 3 menit, 4 menit atau mungkin 5 menit saat tubuh wanita cantik itu mengejang menyambut orgasme dahsyatnya.
"Jang, Lilis keluar, ennnnak, sayng.." ujar Lilis. "Ujang belom keluar, y ?" tanya Lilis, menatapku, sayu.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Lilis berdiri, otomatis kontolku lepas dari memeknya. Lilis nungging di hadapanku, roknya terangkat hingga pinggang, mempertontonkan pantatnya yang indah.
"Jang, buruan, entot Lilis dari belakang." kata Lilis perlahan, takut suaranya terdengar orang.

Aku segera memposisikan kontolku di lobang memeknya. Perlahan aku dorong memasuki lobang sempit yang menyimpan sejuta kenikmatan. Setelah masuk, aku mengocok memek Lilis dengan cepat, sebelum ada yang mergoki kami sedang ngentot. Semuanya harus serba cepat. Tubuh Lilis berguncang menerima sodokanku yang liar. Sensasi yang kami rasakan ngentot di alam terbuka sangat luar biasa. Aku tidak bisa bertahan lama.
"Lis, aku mau keluar....." bisikku sambil mempercepat sodokanku.
Tanganku meremas pantatnya, sementara mataku berkeliling melihat keadaan.
"Lilis, keluar, jang." liris berbisik.
Crot, pejuhkupun keluar dengan derasnya, menyirami memek Lili, setelah orgasmeku selesai, aku segera bangun, menaikkan celanaku dan membenarkan sabuknya.

Lilispun bangun, membereskan roknya. Celana dalamnya tetap di dalam tas. Lega rasanya setelah sekesai. Kamipun bergegas kembali ke tempat kami menginap. Ujang terbangun mendengar suara berisik dari depan. Dilihatnya Lilis yang memeluknya masih tertidur, pulas. Wajahnya terlihat cantik dan polos tanpa dosa. Begitu tenang seperti tanpa beban. Walaupun jauh di dalamnya, ada derita yang harus ditanggungnya.
"Jang, " perlahan Lilis membuka matanya, tersenyum bahagia. "Di depan kok, rame?" tanya Lilis.
"Iya, sepertinya sudah banyak orang yang datang. Nanti malamkan, malam Jum'at Pon." kataku sambil mengusap pipinya yang halus. Lalu beralih ke bibir tipisnya yang selalu basah.
"Jang, kontol kamu udah ngaceng, lagi? Kan semalam udah ngentot 3x, memek Lilis jadi dower dientot kontol, Ujang." kata Lilis sambil membelai kontolku.
"Abis Lilis cantik dan sexy, kontol Ujang jadi ngaceng terus. Memek Lilis, enak." kataku.
Bagus mana memek Lilis sama memek, Mbak Wati ?" tanya Lilis, suaranya agak bergetar.
"Bagusan memek, Lilis. Memek Lilis gak bergelambir kayak memek, Mba Wati. Memek Lilis putih, dalemnya pink. Kalo Mba Wati memeknya item." kataku. "Emang kenapa, Lis ?" tanyaku, lagi.
"Memek Mba Wati, jembutnya banyak, gak " tanya Lilis lagi.
"Ga ada, jembutnya. Kata Mbak Wati, jembutnya rajin dicukur."
"Ujang, seneng memek yang dicukup apa ada jembutnya? Jawab jujur, ya !" tanya Lilis, lagi.
"Seneng yang dicukur, jadi ngejilatnya ga kena, jembut."
"Ujang mau memek Lilis, dicukur ?"
"Eh, iyyyya.!" jawabku, gugup.

Lilis bangkit mengambil tas make up nya, mengambil sesuatu di dalamnya. Lalu menyodorkan kepadaku, alat cukur dan minyak baby oil.
"Ini, Jang. Cukurin jembut Lilis, ya ! Basahin dulu jembutnya pake baby oip, biar gak, sakit." katanya seraya celentang, pahanya ngangkang.
"Eh, iya." akupun mengolesi baby oil ke jembut Lilis. Dengan hati hati aku mengerok jembut Lilis yang tipis hingga bersih.
Setelah selesai, aku mengambil tisu untuk mengelap memek Lilis hingga bersih. Lilis tampak terpejam menikmati perlakuanku yang mengelap memeknya. Memek Lilis terlihat semakin indah tanpa bulu. Akupun membenamkan wajahku di selangkangan Lilis, kuhirup aroma memek Lilis yang bercampur aroma baby oil. Perlahan aku mulai menjilatinya dengan sepenuh hati.
"Och, Ujang. Kamu pinter bikin Lilis enak." Lilis mendesah,.
Aku semakin bernafsu menjilati memek Lilis, kubuka belahan memek Lilis, begitu merah, basah dan lobangnya mungil. Kujilat jilat itilnya, telunjukku masuk memeknya, perlahan lahan kugerakkan memutar di lobang sempit yang menyimpan sejuta kenikmatan. Telunjukku terasa lengket.
"Ampun, Jang." tubuh Lilis menggelinjang, nikmat. "udahhhhh, Jang. Lilis, maaaaau kellluaarr." tubuh Lilis menggeliat, tangannya menjambak rambutku menyambut orgasme dahsyatnya.

Aku semakin bersemangat menjilati itil Lilis, disertai hisapan keras. Jariku semakin bersemangat menekan nekan lobang memek Lilis bagian atas. Seperti ada benjolan kecil. Kupermainkan dengan lembut. Memeknya semakin basah, cairannya merembes keluar, dengan rakus aku menelannya. Sedikit asin, tapi menurutku enak. Inilah sarapan pagiku.
"Jang, aaaaa Lilis sampeeeee." tubuh Lilis terkulai, lemas. Nafasnya terengah engah.
Aku bangkit, tengkurap di samping Lilis. Mata kami bertatapan, bibirnya tersenyum bahagia. Ku kecup bibirnya, Lilis menyambutnya dengan bergairah.
"Makasih, Jang. Gantian, Jang. Lilis juga pengen ngerasain sarapan pejuh, Ujang." Lilis bangkit, menyuruhku terlentang.
Wanita cantik itu nungging di antara kedua pahaku. Tangan halusnya membelai kontolku. Lilis mulai menjilati pangkal penisku, lalu menyusuri ke atas menuju kepala kontolku. Kembali turun ke pangkal kontol. Biji pelerkupun ikut dijilatinya hingga mendekati lobang anus.
"Ennnnak, Lis.!" rintihku.
Mendapat perlakuan seperti ini membuat sekujur tubuhku merinding, nikmat.

Lilis menghisap kontolku, kepalanya bergerak naek turun, mulutnya mengocok kontolku, lidahnya menyentuh kepala kontolku. Tanganku memegang kepalanya yang bergerak naek turun.
"Uhhh, terus Lisss. Kamu pinter banget nyepongnya...!" cukup lama Lilis nyepong kontolku.
Kadang lidahnya menjilati kantong pelerku yang paling bawah, dekat dengan anus. Tangannya mengocok kontolku dengan cepat.
"Aduh, Lissss. Akuuu gak kuuuat. Mauu kellllluar..!"
Lilis semakin cepat mengocok kontolku, mulutnya terbuka dekan dengan kontolku, siap menampung pejuhku yang akan segera keluar.
"Lissssss!" pejuhku nyembur ke mulut Lilis yang terbuka. Nikmat sekali.
Lilis segera nengemut kontolku hingga pejuhku habis. Ngilu rasanya saat Lilis terus mengemut kontolku.
"Udah, Lis. Ngilu." kataku.
Lilis tersenyum, menelan pejuhku yang masih tersisa di mulutnya.
"Pejuhnu enak, Jang." kata Lilis.
"Lis, udah jam 8, sarapan dulu, yuk..! Kalau sudah sarapan, ritualnya boleh diterusin.." Pak Budi memanggil, Lilis. Menyuruh sarapan.
"Iya, A. Lilis, mau mandi, dulu." Lilis segera memakai gamisnya, kepalanya ditutup handuk, pengganti jilbab.
"Yuk, Jang. Kita mandi." ajak Lilis.

Di warung, Pak Budi dan Mbak Wati duduk berdampingan, kami segera duduk di hadapan mereka setelah memesan makanan dan tidak lupa, aku juga memesan kopi hitam. Di depan warung ada 2 orang duduk, sepertinya mereka baru datang. Seorang pria yang kutaksir berumur 50an dan seorang wanita gemuk umur 40an lebih.
"Aa, Mbak Wati, sudah sarapan ?" tanya Lilis.
"Sudah.!" jawab Pak Budi dan Mbak Wati berbarengan.
Dari dalam, keluar seorang wanita yang diikuti seorang pria. Terlihat dari wajah mereka, sepertinya berumur 35an. Mereka memesan makanan. Dari logatnya, mereka orang sunda. Ternyata mereka teman orang yang duduk di depan. Setelah selesai sarapan, kami berempat ke luar, jalan jalan ke arah Sendang Ontrowulan. Dari Sendang, kami turun ke arah Waduk Kedung Ombo yang luas, kami berjalan di pinggir danau. Banyak pohon pohon Jati yang belum terlalu besar. Kami memilih duduk atas rumput pinggir danau, posisi kami agak tersembunyi dari penglihatan orang yang berada di sendang maupun di jalan. Karna banyak alang alang tinggi, agak ke tengah banyak pohon Jati.
"Ini tempat yang cocok buat pacaran." kata Pak Budi, tangannya melingkar di pundak Mbak Wati.

Lilis cuek saja liat suaminya memeluk wanita, lain. Tak ada perasaan cemburu di wajahnya. Seolah ingin membalas, Lilis mendorongku hingga terlentang. Tubuhnya menidindih tubuhku, bibirnya mencium bibirku dengan lembut dan penuh perasaan. Tidak ada rasa risih, dilihat oleh suaminya. Aku yang agak kaget, ahirnya membalas ciumanya dengan rakus. Kami berciuman cukup lama. Kulihat Pak Budi menindih Mba Wati sambil mencimi wajah Mba Wati, seperti tidak mau kalah dengan kami. Bahkan Pak Budi ternyata lebih berani, dia menaikkan kaos Mba Wati hingga toket Mba Wati terlhat, dikeluarkannya toket Mbak Wati dari BHnya. Dengan rakus Pak Budi menghisap pentil Mbak wati dengan rakus. Lilispun tidak mau kalah, dengan berani Lilis membuka sabuk, kancing celana, resletingku. Diturunkannya celanaku sedikit, kontolku langsung keluar dari sangkarnya. Menjulang gagah.
"Ujang, baru ciuman aja kontol kamu langsung ngaceng." kata Lilis, kegirangan. Dengan rakus Lilis mengulum kontolku, dengan rakus.
Pak Budi yang melihat Lilis nyepong kontolku, langsung nengeluarkan kontolnya, disodorkan ke mulut Mba Wati yang menyambutnya dengan senang hati.

"Udah, Wat, kamu nungging, aku pengen ngentot kamu sekarang!." ujar Pak Budi.
Mba Wati menurunkan celana legingnya dan celana dalamnya hingga paha, kemudian nungging di depan Pak Budi. Pak Budi langsung mengambil posisi di pantat semok Mbak Wati, kontolnya langsung menerobos memek Mbak Wati. Seperti tidak mau kalah, Lilis berdiri mengangkat roknya yang lebar lalu menurunkan celana dalamnya hingga paha. Lalu Lilis jongkok, diraihnya kontolku. Digesek gesekkan sebentar di memeknya agar basah. Lalu Lilis menurunkan pinggulnya, memeknya menelan kontolku. Pinggul Lilis naik turun mengocok kontolku dengan lembut. Wajahnya tampak bahagia, tersenyum menatapku.
"Jang, kontol kamu enak banget." kata Likis, sengaja memanas manasi Pak Budi.
Pak Budi begitu bersemangat menggenjot memek Mbak Wati. Benar kata Lilis dan Mbak Wati, Pak Budi tidak bisa bertahan lama. Baru beberapa menit, dia sudah mau, ngecrot.
"Aduhhh, Wati. Memek kamu ennnak. Aku kellluarr." Pak Budi mengeram nikmat, memuntahkan pejuhnya ke memek Mba Wati. Lalu jatuh terduduk menghadap pantat montok Mba Wati.

Lilis tersenyum mengejek melihat suaminya terkapar, kelelahan. Lilis menindih tubuhku, pinggulnya bergerak semakin cepat, bibirnya melumat bibirku dengan rakus, nafasnya terengah engah dilanda kenikmatan.
"Jang, Lilis mauuu keluarrrrr, bisiknya, lalu mulutnya mengulum kupingku. Tubuhnya mengejang menyambut orgasmenya. Kenikmatannya sangatlah dahsyat, ngentot di depan suaminya. Nafasnya tersengal sengal. Lilis nenatapku dengan mata berbinar bahagia. Bibirnya tersenyum
" Mbak Wati belum keluar, ya? Ini Mbak, kontol Ujang masih kuat.!" kata Lilis sambil berdiri. Bibirnya tersenyum mengejek, melihat suaminya yang telentang sambil menatap waduk.
Mendengar tawaran Lilis, Mbak Wati segera bangun mengangkangiku. Celana leging dan celana dalamnya diturunkan hingga paha. Mba wati berjongkok, meraih kontolku agar tepat di lobang memeknya. Dengan mudah kontolku masuk memek Mbak Wati yang menurunkan pantatnya. Mbak Wati memompa kontolku dengan kecepatan penuh, seolah ingin segera meraih orgasmenya yang tertunda secepat mungkin tubuhnya yang gemuk, bergerak lincah.
"Jang, nikmattt banget kontol, kamuu..." rintih Mbak Wati.

Lilis tidak mau kalah, dia berjongkong di wajahku, menyodorkan memeknya ke mulutku. Dengan lahap aku mulutku menyambut memeknya yang sangat basah dan lengket oleh sisa orgasmenya tadi.kepalaku tertutup rok lebar, Lilis.
"Jaaaaang, Mba gak kuaaaaaat. Mbak, kellllluarrr. " erang Mbak Wati menyambut orgasmenya.
Tubuhnya menggeliat. Setelah orgasmenya reda, Mba Wati bangkit, membetulkan celananya. Lalu duduk di samping Pak Budi yang asik melihat ke arah, kami. Melihat Mbak Wati yang sudah selesai memacu birahinya. Lilis merangkak mundur, mensejajarkan memeknya ke kontolku yang belom keluar. Diraihnya kontolku, memasuki memeknya.
"Jang, keluarin pejuh kamu di memek Lilis, ya! Biar Lilis, hamil." kembali Lilis memacu kontolku. Sekarang pinggulnya bergerak cepat mengocok kontolku, sehingga terdengar suara kecipak saat kontolku keluar masuk memeknya yang sudah sangat basah.
"Jang, ennnnak banget ngentot sama kamu. Lilis jadi ketagihan dientot, Ujang." erang Lilis.
"Aduhhhh, ennnakk, Lisss. Memek kamu.....!" erangku.
Hanya dalam waktu 5 menit, aku merasa pejuhku hampir muncrat. Aku sudah tidak mampu lagi bertahan.
"Jang, Lilis gaaaaaa kuaaaaat, mau kelur lagiiiiii." Lilis mengejang, tangannya neremas dadaku, nafasnya tereegah engah menyambut orgasme ke duanya.
"Aku jugaaaa kellllluaaaaaar." crot, crot pejuhku membanjiri memek Lilis.
"Gila, Jang. Kamu kuat amat ngentot dua cewek sekaligus..!" kata Pak Budi takjub.
Di wajahnya, tidak ada rasa cemburu sedikitpun melihat istrinya aku entot.
Lilis bangkit membenarkan celananya tanpa membersihkan memeknya yang dibanjiri pejuhku. Akupun membenarkan celanaku, lalu kami duduk, memandang waduk sambil ngobrol.

Lilis menyisir rambutnya yang panjang bergelombang, berusaha mengeringkan rambutnya yang basah dengan kipas angin kecil setelah keramas, tadi. Tubuhnya mash telanjang. Aku memandanginya dari samping sambil berbaring. Cantik sekali istri Pak Budi, ini. Tubuhnya proposional, payudaranya tidak kecil dan juga tidak terlalu besar. Pinggangnya ramping dan pantatnya bulat sekal. Kulitnya kuning langsat tanpa cacat, halus dan mulus.
"Kenapa liat Lilis terus, Jang ? Hati hati nanti kamu jatuh cinta sama Lilis." kata Lilis, tersenyum kepadaku.
"Lilis, cantik. Pak Budi beruntung." kataku.
"Lilis yang tidak beruntung, Jang. Nikah dijodohin orang tua demi harta. Kadang Lilis benci sama diri Lilis, sendiri. Apa bedanya Lilis dengan pelacur, menikah karna uang. Makanya waktu kita ngentot di tepi waduk, Lilis puas, bisa balas dendam. Ngentot di depan suami, Lilis. Tau gak, Jang ? Lilis benar benar bahagia, bisa berdekatan dengan Ujang. Lilis sudah lama jatuh cinta sama, Ujang. Sayangnya Lilis sudah punya, suami." Lilis, menatapku sayu.
"Lis,..." aku bangkit, kupeluk Lilis, kukecup pipinya yang halus. Kami diam sambil berpelukan.
Lilis bangkit, memakai celana dalam berwarna krem, Bhnya juga berwarna krem. Sedang untuk baju gamis, Lilis memilih warna hijau pastel, jilbabnya sewarna dengan baju gamisnya.
"Jang, selama di sini, kamu adalah suami Lilis. Lilis benar benar bahagia." kebahagiannya terlihat dari wajahnya yang cantik, pipinya yang merona.

Lilis duduk di pangkuanku, tangannya melingkar di leherku. Kembali kami berciuman dengan penuh perasaan, bukan sekedar, nafsu, tapi aku merasakan ada cinta di dalamnya. Kemesraan kami terusik, saat dari kamar sebelah terdengar erangan dan rintihan orang yang sedang bersetubuh. Lilis tersenyum geli. Dia berbisik pelan.
"Ada yang lagi ngentot, Jang. Kirain, Lilis aja yang kalo ngentot, berisik. Tapi, Lilis ngentot berisik, cuma sama Ujang. Abis enak, banget."
"Emang kalo ngentot sama suami Lilis, gak berisik?" tanyaku menggoda, Lilis.
"Sumpah, Jang. Lilis, gak bisa menikmati ngentot dengan, A Budi. Sudah, gak usah dibahas, kita jalan jalan ke makam Pangeran Samudra." ajak Lilis.
Kami beranjak ke luar kamar, jam dinding menunjukkan angka 18:30. Ternyata sudah gelap di luar. Lilis mencari suaminya di kamar, ternyata tidak, ada.di depanpun tidak ada. Entah ke mana mereka.
Suasana di jalan sudah ramai, banyak orang yang berlalu lalang, baik yang sendiri, maupun dengan pasangan. Sepanjang jalan, warung warung penuh dengan orang yang menginap. Benar kata ibu warung, malam jum'at pon, Gunung Kemukus dipenuhi ribuan orang peziarah yang datang dari berbagai tempat.

Di area makam Pangeran Samudra, banyak pedagang musiman yang menjajakan jualannya, bahkan tukang pijitpun ada. Gunung Kemukus berubah menjadi seperti pasar malam. Lilis tidak pernah melepaskan tanganku, apa lagi, Lilis seperti jadi pusat perhatian mereka pasti bertanya tanya dalam hati, kenapa wanita secantik itu mau melakukan ritual mesum di Gunung Kemukus ? Akupun semakin bangga menggandeng tangan Lilis. Kami berjalan berkeliling melihat keramaian, sambil mencari Pak Budi dan Mba Wati. Ternyata hanya Mba Wati yang kami temukan sedang duduk makan di warung, sendirian, entah ke mana Pak Budi.
"Mbak, A Budi, ke mana,? Kok gak ada? " tanya Lilis.
"Och, tadi sore kami ke Gemolong, Pak Budi bertemu dengan teman bisnisnya. Mbak Wati disuruh balik ke sini sendirian. Katanya Pak Budi mau nginap di rumah temannya. Besok baru balik ke sini, pagi pagi." kata Mbak Wati menjelaskan.
"Kok, Mbak Wati disuruh balik sendiri?" kata Lilis jengkel dengan kelakuan suaminya.
"Pak Budi gak mau temannya tahu, kalo lagi ritual di Gunung Kemukus." kata Wati, menjelaskan.
"Terus Mbak ,nanti ritual sama siapa?" tanya Lilis,. Kejengkelannya belum hilang.
"Nanti, Mbak nyari pasangan, lain. Kan banyak yang lagi nyari, pasangan." kata Wati.
"Jangan, Mbak, kan Mbak. ke sini sama, Ujang. Bagaimana kalo kita ritual, bertiga, aja ? Harusnya, Mbak Wati yang ritual sama, Ujang. Bukan, Lilis." kata, Lilis. "gak tega harus membiarkan Mba Wati jatuh ke pelukan pria mesum."
"Iyakan, Jang ?" Lilis menatap Ujang, sebenarnya hatinya tidak rela harus berbagi.

Aku hanya mengannguk, setuju. Kembali aku akan menjadi pejantan untuk 2 wanita, melayani mereka berdua sekaligus. Aku seperti raja yang akan dilayani 2 wanita, Lilis yang cantik dan sexy, Mba Wati yang manis, montok dan bohay, keduanya wanita idaman cowok hidung belang.
" Lilis, kalian kucari cari dari, tadi. Ahirnya ketemu, juga.!" suara teguran yang suaranya kami, kenal. Ternyata benar, Pak Budi.
"Dari mana, sich A ?" tanya Lilis, ketus. Menutupi perasaannya yang lega, karna dia tidak harus berbagi dengan, Wati.
"Tadi ketemu teman bisnis. Untung Aa bisa balik ke sini, alasannya mau ke Solo." Kata Pak Budi.
Pak Budi segera membayar makanan. Kamipun duduk duduk di samping makam, sambil ngobrol ngobrol. Kami duduk agak berjauhan. Aku dengan Lilis, Pak Budi dengan Mbak Wati.
"Untung suami Lilis gak jadi nginep di rumah temannya ya, Jang.!" kata Lilis, berbisik.
"Emang, kalo jadi nginep, kenapa?" tanyaku.
"Enak Ujang, bisa ngentotin Mbak Wati. Lilis, liat Ujang ngentot sama Mbak Wati, di waduk, cemburu banget. Cuma, Lilis sengaja, mau manasin suami, Lilis." kata Lilis,

Kulihat Pak Budi dan Mbak Wati bangkit nenghampiri kami, mengajak kembali ke penginapan. Kami berjalan, di belakang Pak Budi dan Mbak Wati.
"Jang, pantat Mbak Wati, gede amat, ya ? " kata Lilis, perlahan agar tidak ada yang mendengarnya.
"Bagusan pantat, Lilis. Bulat, sekel." Kataku.
"Benaran?"
"Benar, masa aku, bohong."
Begitu sampai warung tempat menginap, ternyata sudah banyak orang, semua kamar terisi, penuh. Melihat kedatangan kami, semua mata tertuju ke arah, Lilis. Para pria itu pasti terpesona oleh kecantikan, Lilis. Kami segera masuk kamar, dari sebelah, kami dengar suara rintihan dan erangan. Ternyata, kamar sebelah sudah mulai, ritual. Kulihat Lilis menutup mulutnya, menahan tawa.
"Jang, di sebelah lagi ngentot, tuh. Kita ngintip, yuk?" bisiknya.
"Gak mau, Ujang maunya ngintip lobang memek, Lilis aja." bisikku.
Aku langsung melumat bibirnya yang tipis dengan lembut. Kamipun berciuman dengan penuh perasaan. Bibir Lilis, terbuka saat lidahku menerobos masuk mulutnya. Menjilati lidahnya yang terasa manis, karna dari tadi, Lilis selalu mengulum, permen. Hingga ciuman kami berhenti, kami saling bertatapan.

"Jang, terima kasih, ya !" kata, Lilis. Matanya berkaca kaca.
"Terima kasih untuk apa, Lis?"
"Terima kasih sudah mau jadi pasangan ritual, terima kasih udah mau nyium, Lilis. Biasanya Lilis duluan yang nyium kamu. Lilis sekarang Benar benar bahagia, kita bisa bersatu, walau hanya beberapa hari saja. Selama ini Lilis cuma bisa memandang kamu dari jauh atau melirik kamu, saat Lilis beli mie ayam kamu. Sekarang Lilis bisa memandang kamu sesuka Lilis. Bisa memeluk kamu, kapanpun Lilis mau. Bisa nyium kamu dan bisa dicium kamu." Lilis, tersenyum, menatapku.
Suara dari samping kamar semakin hot aja. Lilis kembali tertawa dengan mulut tertutup. Telunjuknya menunjuk ke arah suara erangan dan rintihan berasal.
"Ujang, gak kepengen, ngentot ? Kalo pengen, buruan, telanjangin, Lilis. Jangan Lilis terus yang mulai duluan. " Lilis tersenyum, menggodaku.
Tanpa disuruh 2x, aku langsung memeluk, Lilis. Kucium bibir indahnya, tanganku meremas toketnya yang tertutup baju dan bh. Tidak puas hanya meremas toket Lilis yang mash tertutup baju, aku berusaha membuka baju gamis Lilis. Tak ada penolakan, Lilis mengangkat tangannya ke atas membiarkan bajunya terlepas. Roknyapun kutarik lepas. Aku kesulitan saat berusaha melepas pengait bh Lilis, agak lama, ahirnya aku berhasil membukanya. Jilbabnyapun kulepas.

Kucium bibirnya dengan lembut, lalu leher jenjangnya kuciumi dan jujilat jilat, agak asin, keringatnya mungkin. Ciumanku merembet ke arah dadanya, kujilat jilat kulit toketnya yang halus dan lembut. Puting toketnya semakin mengeras. Dengan gemas aku menghisapnya diselingi gigitan kecil.
"Jang, kamu makin pinter." bisik, Lilis.
Cukup lama aku bermain di toket Lilis yang indah dan kenyal. Ada kesenangan tersendiri, saat kudengar rintihan nikmat, Lilis. Kudorong tubuhnya agar rebah, terlentang. Tanganku menarik celana dalamnya, penutup terakhir tubuhnya. Dan, aku melihat keindahan memeknya yang berwarna, pink. Indah tanpa bulu yang habis kucukur, tadi. Kuhirup aroma memeknya yang khas, entah kenapa aku begitu suka dengan aroma memek wanita. Aku ketagihan, atau mungkin kecanduan. Kujilat perlahan memek, Lilis. Kusenggol sengol itilnya yang menyembul, indah.
"Jang...." panggil Lilis, sahdu. Suaranya dibuat sepelan mungkin agar tidak terdengar orang yang berada di kamar, sebelah.
Lidahku masuk ke lobang memek yang sudah mulai basah oleh cairan birahi. Kubuka belahan memeknya, agar lidahku bisa masuk dengan bebas. Jarikupun ikut masuk lobang memek, lidahku menjilat jilat itilnya dengan rakus.

"Jang, ampuuuun, ennnak."
Aku semakin bersemangat, jariku mengocok ngocok memek, Lilis dengan lembut. Itilnya aku hisap hisap membuat Lilis, mengejang nikmat. Tangannya memegang kepalaku.
"Jang, Lilis keluarrrrrrrrrr, aaaaaaah!" begitu dahsyat kenikmatan yang dirasakan Lilis, sehingga dia tidak mampu menahan suaranya agar tidak menjerit. Reflek tangannya menutup mulut.
Setelah kulihat Lilis mulai tenang, aku merangkak di atas tubuhnya, kuposisikan kontolku di lobang memek,Lilis. Namun saat aku mau memasukkan, kontolku. Lilis mendorong dadaku.

"Sayang, jangan dimasukin, dulu. Lilis belom nyepong kontol kamu. Sekarang Ujang terlentang, aja." kata, Lilis.
Lilis merangkak di atas, tubuhku. Bibirnya melumat bibirku dengan penuh perasaan. Lalu ciumannya merayap ke belakang kupingku. Dijilatinya belakang kupingku tanpa rasa jijik. Jilatan dan ciumannya merayap ke arah leherku, membuat sekujur tubuhku merinding nikmat. Tidak berhenti menjilati leherku, lidah Lilis menjilati setiap inci leherku, lalu merayap turun ke dadaku. Diciumi dan dijilatinya semua bagian dadaku, sebelum ahirnya berhenti di puting dadaku.
"Ochhhh, Lilis" bulu kuduk di sekujur tubuhku benar benar berdiri dan merinding oleh rasa nikmat.
Lidah Lilis kembali bergerak ke arah samping dadaku, merayap ke ketiakku. Lilis, mengangkat tanganku agar sejajar dengan kepalaku. Ketiakku terbuka, dan aku kaget saat Lilis menjilati ketiakku yang berbulu jarang, tanpa rasa jijik. Geli geli nikmat. Bukan hanya ketiak kiriku saja yang dijilatinya, ketiak kananku, juga.
"Jang, ini namanya mandi, kucing." kata Lilis, menerangkan apa yang sedang dilakukannya.
Jilatanya merambat ke perutku, turun semakin mendekati kepala kontolku, agak lama Lilis menjilat samping kiri dan kanan pangkal kontolku tanpa menyentuh kontolku. Lalu jilatannya kembali bergerak ke bawah, menuju paha bagian dalamku, tepat di bawah pelerku. Rasa geli dan nikmat, membuatku merinding. Setiap bagian pahaku benar benar dijilatinya seperti kucing yang sedang menjilati anaknya. Dari atas ke bawah, lalu kembali naik menuju pelerku.

"Lilis, aduhhhhh enak, banget." saat lidah Lilis menjilati peler bagian bawahku.
Berulang ulang semakin naik ke atas. Ke pangkal kontolku. Geli geli enak. Hanya yang pernah merasakannya yang tau nikmatnya. Ahirnya Lilis mengulum kepala kontol, menghisapnya dengan lembut. Kepalanya bergerak naik turun memompa kontolku dengan cepat. Sekali kali kontolku dikocok kocoknya dengan cepat sambil kepala kontolku dijilatinya. Lalu kembali disepongya dengan bernafsu.
"Udah, Lis, aku gak tahan." aku bangkit menahan pundak Lilis agar menjauh dari kontolku. Lilis langsung memelukku, bibirnya mencium bibirju dengan bernafsu, membuatku kembali jatuh, terlentang. Lilis kembali menindihku sambil menciumi bibirku, tangannya meraih kontolku, diarahkan ke lobang memeknya. Setelah pas, Lilis menekan pinggulnya.
"Aaaaaaw, Jang. Kontol kamu, masuk memek, Lilis." Lilis menatapku, sayu. Bibir tipisnya terbuka menikmati saat kontolku menerobos, memeknya.
Basah sekali memek Lilis. Basah, tapi tidak mengurangi cengkeramnya yang hangat dan lembut. Basah karna birahinya. Sehingga saat kontolku keluar masuk memek, terdengar suara yang merdu, menambah sensasinya.
"Jang, ennnnnnak..." Lilis mengerang, nikmat.

Pinggulnya bergerak lembut, seakan ingin menikmati setiap inci gesekan kontolku dan memeknya. Bibirnya terus menjilati leherku, hingga tubuhnya tiba tiba mengejang, menyambut orgasmenya.
"Jang, Lilis keluaaaaaar, nikmaaaaaat." nafasnya tersengal sengal. Otot otot memeknya berkontraksi, berkedut kedut meremas kontolku.
"Jang, gantian Lilis di bawah ya, sayang !" Lilis bangkit, merebahkan tubuhnya di sampingku. Pahanya mengangkang lebar.
Aku merangkak di atas tubuhnya yang sexy. Lilis meraih kontolku, menuntunnya ke lobang memeknya yang menganga siap menerima hujaman kontolku.
Awwww, Jang....!" Lilis mengerang saat kontolku menerobos masuk perlahan ke dalam memeknya yang sempit.
Perlahan aku mempercepat kocokanku, memek Lilis memang nikmat. Walaupun becek, tapi cengkeramannya begitu terasa. Hangat dan lembut. Ditambah suara yang keluar akibat kocokan kontolku di memeknya, menjadi irama musik yang sangat merdu.
"Lis, ennnnak banget. Akkkku mauuu kellluarrr, " erangku menahan, nikmat.
"Iyyyyya, Jang. Lilissssssssss, keluarrrr lagiiiii. " kembali Lilis meraih orgasme ke duanya.

Akupun semakin cepat mengocok memek, Lilis. berusaha secepat mungkin meraih orgasme. Hingga akhirnya, puncak kenikmatan menghampiriku. Kontolku berkedut kedut menembakkan pejuhku ke dasar memek, Lilis.
"Aduh, Lis, akku kelllluarrr." nafasku tersengal sengal.
Belom lagi orgasmeku reda, Lilis menggoyang pinggulnya naik turun. Tangannya memelukku, erat. Sangat erat.
"Jang, Lilis, kellluar lagiiiiii. Aduhhhhhh ennnnnak, banget." kembali Lilis mengejang, dilanda orgasme yang sangat dahsyat. Memeknya kembali berkontraksi menghisap kontolku seakan ingin menguras pejuhku.
Hening, hanya dengus nafas kami yang terdengar, sisa sisa orgasme semakin mereda. Cukup lama, Lilis tidak mau melepaskan tubuhku dari atas tubuhnya, ahirnya Lilis melepaskan pelukannya. Sejenak kami berciuman. Akupun bangkit dari tubuhnya, kontolku yang mulai Mengecil, keluar dari memeknya.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger