Home » » Ritual Sex di Gunung Kemukus 8

Ritual Sex di Gunung Kemukus 8


Bandar Taruhan - Aku membuka mata, kulihat Bu Tris dan Marni duduk di pinggir ranjang memperhatikanku. Wajah mereka terlihat lega melihatku membuka mata.
"Jang kamu sudah sadar? " ujar Marni kegirangan melihatku membuka mata.
"Kok kalian ada di sini ?" tanyaku heran.
"Kamu dua hari tidur gak bangun bangun. Badan kamu panas banget. Ngingo terus " kata Marni menjelaskan.
Aku bangun lalu duduk bersandar. Tenggorokanku rasanya haus benar. Seperti mengerti apa yang aku pikirkan, Bu Tris memberikanku segelas air putih. Aku meminum air putih yang diberikan Bu Tris hingga habis. Lega rasanya dahagaku terbayar tuntas.
"Mbak Narsih ke mana?" tanyaku sekedar berbasa basi. Padahal aku tahu Bi Narsih mencari mobil.

Bu Tris tiba tiba memijit kakiku membuatku merasa risih diperlakukan begitu. Padahal aku merasa diriku sehat tidak sakit sama sekali. Cuma mungkin karna mimpiku terlalu panjang, maka tidurku pun menjadi panjang juga.
"Gak usah dipijit Bu. Saya gak apa apa kok. " kataku menolak perlakuan istimewa Bu Tris.
"Gak apa apa. Mungkin kamu keracunan ASInya Marni makanya kamu pingsan dua malam." canda Bu Tris kuanggap serius.
"Masa sich saya keracunan ASI Bu?" tanyaku heran.
"Ibu jangan didengerin Jang. " marni tertawa geli melihat wajahku yang terlihat serius.

Sedang asik kami ngobrol, Bi Narsih datang dengan seorang mantri puskesmas yang akan memeriksaku. Terlihat wajah Bi Narsih lega melihatku yang sudah bangun, duduk bersandar di ranjang.
"Alhamdulillah kamu sudah sadar Narsih benar benar khawatir" kata Bi Narsih yang langsung menciumiku saking senangnya.
"Pak tolong diperiksa!" kata Bi Narsih mempersilahkan mantri puskesmas memeriksaku.
Dengan teliti Pak Mantri memeriksa dadaku, mulut, mata bahkan tekanan darahku. Pak Mantri juga bertanya tentang kondisiku dan apa yang kurasakan. Setelah selesai Pak Mantri berbalik ke arah Bi Narsih.
"Alhamdulillah Bu suami Ibu sehat tidak kurang apa apa." kata Pak Mantri sambil berpamitan pulang.
Setelah Pak Mantri pergi, Marni dan Bu Tris meninggalkan kami berdua di kamar. Bi Narsih terus memelukku seakan takut kehilanganku. Aku membalas pelukannya dengan erat.

Setelah beberapa saat saling berdiam diri, aku mulai menceritakan mimpiku secara detil tidak yang aku lewatkan. Bi Narsih mendengarkan dengan serius sampai aku selesai bercerita. Bi Narsih bangun dan duduk bersila menghadapku. Digenggamnya tanganku dengan penuh kasih sayang.
"Jang berarti ritualmu sudah selesai sudah sempurna. Kita sudah bisa pulang." kata Bi Narsih terlihat senang.
"Iya Bi besok kita bisa pulang." kataku ikut senang. Aku sudah kangen istriku Ningsih dan juga ibu serta ke dua adikku.
"Iya, besok kita pulang. Sekarang kamu istirahat biar cepat sehat." kata Bi Narsih.
"Narsih Ujangkan sudah tidur 2 hari masa disuruh tidur lagi.!" kataku merajuk manja.
"Terus kalau gak tidur kamu mau ngapain ?" tanya Bi Narsih mencubit pipiku.
"Mau nyusu!" kataku sambil meremas tetek Bi Narsih dengan lembut.
"Enakan juga nyusu sama Marni, teteknya gede banget pasti susunya banyak." kata Bi Narsih menggodaku membuatku terselak. Sepertinya Bi Narsih tahu.
Tiba Marni mengetuk pintu kamar.

"Mbak ini minuman sama makanannya. " kata Marni dari luar kamar.
"Iya Mar masuk aja." kata Bi Narsih menyuruh Marni masuk.
Marni masuk dengan membawa nampan berisi air putih dan air manis serta nasi dan lauknya. Lalu meletakkannya di meja samping ranjang.
"Makan dulu Jang. Sudah dua hari kamu gak makan." kata Bi Narsih setelah Marni keluar kamar.
Bi Narsih mengambil piring berisi nasi dan lauk pauknya lalu mulai menyuapiku dengan sabar. Dalam sekejap nasi dalam piring sudah habis kumakan.  Selesai makan aku keluar kamar untuk merokok. Di ruang tamu ternyata ada Pak Tris dan istrinya sedang mengobrol, mereka heran melihatku keluar kamar.
"Jang kok kamu gak istirahat sampai benar benar sehat?" tanya Pak Tris.
"Saya gak sakit Pak. Cuma saya kecapean jadi ketiduran dua hari. Kan kata Pak Mantri tadi saya sehat." kataku.
"Ya sudah saya mau keluar dulu ada perlu." kata Pak Tris berpamitan.
Begitu Pak Tris keluar rumah, Bi Narsih keluar dari kamar dan langsung duduk di sampingku yang sedang merokok.
"Bu bisa minta tolong dibuatkan kopi?" tanya Bi Narsih ke Bu Tris. Bi Narsih benar benar tahu yang ada dipikiranku.

Belum sempat Bu Tris menjawab, Marni sudah muncul membawa kopi hitam untuk bapaknya. Tapi karna bapaknya sudah pergi akhirnya kopi diberikan kepadaku. Aku langsung meminum kopi pemberian Marni, nikmat selalu rasanya. Kepalaku menjadi lebih segar. Marni dan Bu Tris pamitan mau ke dalam, tinggal aku berdua diruang tamu dengan Bi Narsih. Aku melihat jam dinding, baru jam 1 siang. Tiba tiba aku berpikir untuk pulang hari ini.
"Sih, kita pulang sekarang aja. Kan ritual Ujang sudah sempurna." aku mengajak Bi Narsih pulang.
"Besok aja nanti sore Narsih mau ngajak kamu nemuin seseorang, dia kenalan ayahmu." kata Bi Narsih membuatku terkejut.
"Kenalan ayah di mana?" tanyaku dengan suara bergetar.
"Dulu ayah kamu sering ke sini sama seperti kamu. Ayah kamu penjahat kelamin, gak jauh beda sama kamu. Sama sama penjahat kelamin." kata Bi Narsih matanya menerawang mengingat masa lalu.
"Berarti yang pertama ngajak Narsih ke sini Ayah?" tanyaku menebak.
"Iya setiap malam 1 Suro pasti Narsih ke sini." Bi Narsih tersenyum.
"Dengan orang bogor Bi ?" tanyaku lagi.
"Bukan tapi ditemani kenalan ayah kamu. Rumahnya gak jauh dari sini." kata Bi Narsih lagi.
"Narsih mau ritual dengannya?" tanyaku dengan perasaan cemburu.
Aku harus berbagi Bi Narsih dengan pria. Entah kenapa aku ingin memiliki Bi Narsih seutuhnya.

"Narsih bukan mau ketemu dengan teman ritual, tapi mau ketemu dengan salah satu teman ritual ayahmua. Pak Tris kenal orang itu. Pak Tris mau nganter Narsih ke orang itu." kata Bi Narsih menerangkan.
"Nginep di sana? Terus Ujang ditinggal sendiri?" tanyaku lagi.
Aku seperti anak kecil yang merajuk tidak mau ditinggalkan oleh ibunya.
"Iya kan kamu bisa minta dikelonin Marni. Keliatanya kamu ngeliatin susunya Marni mulu." kata Bi Narsih sambil mencubit pipiku.
"Ngomong apa sich. !" kataku malu.
"Ini Gunung Kemukus Jang. Kamu bisa ngajak cewek mana aja, kalau cocok bisa lanjut ke ranjang." kata Bi Narsih.
Tiba tiba Marni keluar dari dalam sambil menyusui bayinya yang terbangun. Melihat Marni sedang menyusui anaknya tanpa kusadari kontolku langsung terbangun dari tidurnya.
"Marni nanti sore Mbak mau pergi nemuin temen. Kamu mau gak nemanin Ujang semalam?" tanya Bi Narsih tanpa basa bas membuatku merasa jengah.
"Iya Mbak. Nanti Marni temenin." kata Marni sambil mengedipkan mata kepadaku.

Jam 5 sore Bi Narsih berangkat diantar Pak Tris nyari temannya yang entah di mana. Tinggal aku dirumah ditemani Marni dan Bu Tris. Risih rasanya ditinggal di rumah orang yang penghuninya cuma wanita semua walau itu hal yang biasa di Gunung Kemukus. Kulihat Marni keluar menggendong bayinya. Agak aneh aku melihatnya tidak seperti biasanya, sore ini dia memakai gaun terusan yang mempunyai kancing di dadanya sehingga teteknya bisa dengan mudah dikeluarkan saat akan menyusui. Gaun terusan berwarna pink serasi dengan kulitnya yang bersih. Wajahnya pun memakai make up tipis dan lipstik yang juga tipis. Dia terlihat lebih cantik dari pada biasanya. Bukan hanya Marni yang berdandan, Bu Tris seperti tidak mau kalah dengan anaknya. Tampil menggunakan celana leging dan kaos yang tampak kekecilan sehingga mencetak bagian vital tubuhnya yang bohai dan montok. Wajahnyapun memakai bedak tipis dan juga lipstik berwarna merah menyala sehingga bibirnya yang tebal terlihat unik dan lucu tapi tidak mengurangi kecantikan khas wanita dewasa yang sudah matang. Bu Tris membuatkanku kopi yang cukup kental, khas kopi jawa yang dicampur jagung dan kopra sehingga permukaanya agak berminyak. Beda sekali dengan rasa kopi kebanggaan orang Bogor. Tumben Bu Tris yang membuatkan kopi, biasanya juga Marni. Mungkin karna Marni sedang menyusui anaknya, pikirku. Sambil melihat Marni yang sedang menyusui anaknya.

"Hayo kamu ngeliatin tetek Marni mulu ya? Gak kapok keracunan ASInya Marni?" kata Bu Tris menggodaku yang jelalatan melihat tetek Marni yang WOW.
"Ibu ini bilang aja pengen nyusuin Ujang." kata Marni membalas candaan ibunya.
Waduh aku mau disusuin Ibu dan anak, mana keduanya punya dada WOW. Mimpi apa aku semalam.
"Paling juga si Ujang milih susu kamu yang masih segar." kata Bu Tris.
Mendengar ledekan mereka terus menerus, akupun jadi ikut ikutan berani. Dengan nekat aku meremas payudara Bu Tris yang kebetulan duduk di sampingku.
"Aduh Ujang. Tetek nenek nenek kamu remes juga. Gak puas sama tetek Marni?" kata Bu Tris tanpa berusaha menepiskan tanganku.
"Jang emangnya kamu kuat ngelawan kami berdua?" tanya Marni iri melihat aku meremas tetek ibunya.
"Boleh dicoba !" kataku semakin ngawur.
Kontolku sudah semakin tegang. Birahiku semakin memuncak melihat kemontokan ibu dan anak.
"Ya udah kamu susuin anak kamu dulu, sekarang bagian ibu yang nyusuin si Ujang. " kata Bu Tris menarik tanganku masuk kamar depan tempatku menginap.

Sampai kamar Bu Tris langsung membuka seluruh pakaiannya hingga bugil. WOW ternyata teteknya Bu Tris benar benar jumbo menggantung seperti buah pepaya. Tubuhnya ternyata tidak terlalu gemuk, pahanya besar menyembunyikan memeknya yang berbulu jarang seperti jembutnya Marni.
"Kok kamu belom buka baju? Mau ibu bukain bajunya?" kata Bu Tris sambil nenarik kaosku lepas lewat kepala, lalu Bu Tris berjongkok membuka celana panjang dan celana dalamku. Kontolku yang sudah ngaceng sempurna berdiri menunjuk wajah Bu Tris.
"Walah, ini kontol wong (orang ) apa kontol jaran(kuda)." kata Bu Tris sambil menggenggam kontolku dengan gemas lalu mengocok ngocoknya dengan cepat. Mulutnya langsung melahap kepala kontolku dengan bernafsu.

Sepongan Bu Tris ternyata enak juga. Sama enaknya dengan sepongan Marni. Batang kontolku dijilatinya hingga basah lalu kembali kontolku dihisapnya dengan kuat. Ahirnya aku menyerah.
"Udah Bu nanti Ujang keburu keluar. Ibu tiduran di pinggir ranjang, biar ibu bisa ngerasin dientot kontol Ujang." kataku.
Bu Tris langsung merebahkan tubuhnya diranjang, aku menyusul naik. Mukaku nyungsep ke selangkangan Bu Tris yang sudah mengangkang. Memeknya terlihat kecil dan berwarna pucat. Aku mencium bau memeknya yang bercampur bau sabun tampak sudah basah dan lendirnya membasahi selangkangannya yang gemuk. Kujilati itilnya dan kugelitik, jarinku menusuk memeknya.
"Aduh, ennnak banget. Belom pernah memekku dijilat kaya gini ." kata Bu Tris sambil memegang kepalaku yang nyungsep di memeknya.
Lidahku semakin liar mengelitik itilnya lalu menusuk lobang memeknya yang sangat basah. Kuhisap cairannya dengan rakus, nikmat sekali rasanya. Aku sangat menyukainya.
"Ampun Jang entot Bu Tris sekarang. Ibu udah gak tahan pengen dientot." kata Bu Tris sambil nenarik rambutku.

Aku segera merangkak di atas tubuh Bu Tris yang langsung meraih kontolku agar tepat berada di pintu masuk. Aku mendorong pinggulku dan kontolku dengan mudah menerobos masuk memek Bu Tris yang lumayan sempit dan menggigit. Aku mulai memompa memek Bu Tris dengan lembut, ternyata memek wanita berusia 50an enak juga.
"Kontol kamu ennnak banget Jang...." kata Bu Tris sambil menggoyangkan pinggulnya naik turun menyambut hujaman kontolku.
Sambil terus memacu kontolku mengocok memek Bu Tris, aku meremas teteknya yang gede sambil menghisap pentilnya dengan keras. Aku semakin cepat menggenjot memek Bu Tris dengan cepat dan semakin cepat sehingga gesekan kontolku dan lobang memek Bu Tris menimbulkan bunyi nyaring, mungkin karna memek Bu Tris sangat becek.
"Jang Akuuu gak kuat mauuu kelllluarrrrr....!" Bu Tris menjerit lirih saat orgasme pertamanya meghempaskannya ke langit ke 7. Tubuhnya mengejang dan memeknya ternyata bisa menghisap saat berkontraksi oleh orgasme yang dahsyat.
"Bu gantian ibu yang di atas." kataku sambil mencabut kontolku dan merebahkan tubuhku di sampingnya.

Aku kaget ternyata Marni sudah ada di dalam kamar dalam keadaan bugil melihan kami ngentot. Melihatku yang terlentang di samping ibunya, Marni langsung naik ranjang dan membungkuk meraih kontolku yang berlumuran cairan birahi ibunya. Tanpa ragu Marni melahap kontolku dengan rakus membuatku menggelinjang nikmat dan agak ngilu. Ngilu ngilu nikmat. Hanya sebentar Marni mengisap kontolku lalu berjongkok di atas kontolku yang menjulang tegap.
"Kontol Ujang bau memek Ibu." kata Marnj sambil menurunkan pinggulnya sehingga memeknya menelan kontolku dengan mudah.
"Siapa suruh maen isep aja, udah tau kontol Ujang abis ngentot memek Ibu" kata Bu Tris sambil memberikan teteknya ke mulutku. Dengan senang hati aku menghisapnya dengan rakus.
"Ibu gantian aku juga mau nyusuin Ujang."kata Marni sambil terus memacu kontolku dengan cepat. Ternyata ibu dan anak paling suka memeknya dientot cepat.
Aku yang melihat tetek Marni berguncang guncang langsung meremasnya dengan gemas menyebabkan ASInya keluar menyemprot ke perutku. Tiba tiba anak Marni menangis suaranya terdengar jelas. Kamar Marni dan kamar yang aku tempati hanya berinding kayu, sehingga suaranya terdengar jelas.

" Bu Dedek tolong digendong dulu, Marni lagi ennnnak dientot.... " kata Marni.
Bu Tris bangun dengan malas malasan jalan ke kamar Marni. Begitu Bu Tris keluar, Marni langsung mengarahkan teteknya ke mulutku sambil terus memacu kontolku dengan cepat. Aku langsung menghisap teteknya dengan rakus, air susunya mengalir deras, nikmat sekali rasanya.
"Jang kontol kamu ennnnak, memek Marni makin lebar aja. " Marni terus memacu kontolku dengan liar.
Bosan menetek, aku mencium bibir Marni yang tebal dan mungil. Kami berciuman cukup lama sementara Marni terus memompa kontolku dengan kecepatan penuh. Hingga ahirnya aku merasakan memek Marni berkontraksi meremas kontolku.
"Jang Marni kelllluarrrrr...... Ennnnnak banget Jang." pantatnya menghujam kencang membenamkan kontolku di dasar memeknya yang hangat.
Tanganku menahan pantat Marni saat wanita itu mau turun dari atas tubuhku. Perlahan aku menggulingkan tubuh ke samping sambil memeluk Marni agar kontolku tidak terlepas dari memeknya saat berganti posisi, sekarang aku yang menindih Marni.
"Ujang pinter amat ngentotnya." kata Marni sambil me cium bibirku dengan bernafsu.

Aku mulai memompa memek Marni dengan cepat, berusaha memberikan kenikmatan maksimal kepada wanita yang telah rela memberikan ASInya kepadaku. Berbagi ASI dengan anaknya. Melihat tetek jumbonya yang penuh ASI, membuatku tergoda untuk kembali menghisapnya dengan rakus. Benar benar nikmat ASI yang keluar dari tetek jumbonya. Memompa memek Marni dibarengi menyusu benar benar sensasi yang luar biasa. Hingga ahirnya aku merasakan detik detik orgasme semakin mendekatiku. Aku semakin cepat memompa memek Marni hingga ahirnya.
"Mar akkku kelllluarrrrr gak tahannn.!" aku mengeram membenamkan kontolku ke dasar memek Marni lalu kontolku menembakkan pejuh yang sudah dua hari tersimpan.
"Jang Marni jugaaaaaa kelllluarrrrr...." Marni menjerit tertahan.
Pantatnya terangkat membuatku terbenam semakin dalam. Setelah orgasme kami reda, aku mengangkat kontolku terlepas dari memek Marni. Aku merebahkan tubuh di samping Marni yang langsung memelukku.
"Terima kasih Jang. Belom pernah Marni ngentot seenak ini." kata Marni sambil mencium pipiku.

Bu Tris masuk kamar masih dalam keadaan bugil. Melihat kami yang kelelahan setelah mengayuh badai kenikmatan, Bu Tris duduk dekat pinggangku. Tangannya membelai kontolku yang mulai lembek tapi masih tetap panjang.
"Kontol kamu gede banget, padahal udah lembek." kata Bu Tris yang tiba tiba merunduk dan melahap kontolku membuatku menggelinjang geli. Kontolku menjadi sangat sensitif setelah mengeluarkan pejuh.

"Jang bangun. Sudah jam 9." kata Bi Narsih membangunkanku yang kelelahan setelah ngentot dengan Bu Tris dan Marni beberapa ronde. Dengan malas aku membuka mata. Bi Narsih tersenyum menatapku.
"Jang ada yang mau ketemu kamu. Dia bekas pasangan ritual ayahmu waktu pertama kali ke Gunung Kemukus. Dia juga tau informasi siapa orang yang meracun ayah kamu." kata Bi Narsih, membuatku kaget dan langsung bangun.
"Siapa Sih? Anis?" tanyaku.
Apa mungkin Anis ke sini. Tapi kata Anis dia gak mau ke sini lagi. Dia sudah mau nikah. Lalu siapa?Kupikir usia wanita ini berkisar 45an tahun. Ayahku benar benar bajingan sejati yang bisa memilih wanita cantik lalu menjerumuskannya dalam permainan terlarang. Harus kuakui wanita ini cantik dan anggun khas wanita jawa dengan kulit hitam manis.

"Kamu Benar benar mirip Gobang. Sangat mirip kalian seperti pinang dibelah dua. Semoga kamu tidak mengikuti jejak ayahmu yang selalu menyebar permusuhan di manapun dia berada." kata wanita yang memperkenalkan diri sebagai Anti.
"Aku orang yang pertama kali mengenalkan Gunung Kemukus ke Ayahmu Gobang. Waktu itu dia berambisi menguasai semua wilayah Jakarta sebagai big bos yang menyatukan semua preman di jakarta. Ambisi yang terlalu besar tanpa kematangan strategi itu akan berakibat konyol. Tapi ayahmu terlalu sombong, dia begitu yakin dengan kemampuannya. Sedangkan waktu pertama kali aku bertemu ayahmu, aku hanyalah pelacur yang mangkal di Kramat Tunggak. Ayahmu adalah pelangganku yang paling royal. Dia rela menghamburkan uang ribuan semalam hanya untuk bersenang senang denganku." Anti terdiam berusaha mengingat semua kenanganya tentang ayahku.
"Suatu hari dia bertanya tentang tempat pesugihan yang mampu memberinya kekayaan dan kekuatan untuk bisa menguasai Jakarta. Ambisi gila. Aku tidak tahu apa apa tentang tempat pesugihan, satu satunya yang aku tahu adalah tempat ini yang kebetulan tidak jauh dari Desa asalku. Sebuah tempat pesugihan dengan sarat paling unik dan paling nikmat. Cukup kamu datang dengan pasangan yang bukan pasangan sah, lalu kalian berhubungan sex di tempat ini maka hajatmu akan terkabul. Tentu saja ayahmu langsung tertarik dan memintaku untuk mengantarnya ke sini." kembali wanita itu terdiam. Kubiarkan wanita itu bercerita tentang ayahku karna hanya dengan cara ini aku bisa lebih mengenal ayahku. Walau mungkin bagi sebagian orang cerita ini sangat membosankan.

"Hingga suatu hari aku mengenal seseorang yang berniat membunuh ayahmu. Orang yang pernah ayahmu kalahkan dalam perebutan kekuasaan. Dia bercerita dalam keadaan mabuk, bahwa dia baru saja meracun ayahmu lewat tangan seorang gadis penjaga warung nasi orang Karawang. Orang itu mengatakan Gobang akan segera mati setelah minum racun itu yang pelan pelan akan merusak lambungnya. Gobang akan mati setelah seminggu meminum racun itu. Lambungnya akan pecah setelah minum racun itu." kembali Anti terdiam.
"Siapa orang itu Bu?" suaraku bergetar menanyakan nama orang yang telah meracun ayahku.
Hal yang sama yang pernah aku tanyakan ke Mang Udin, tapi sayangnya Mang Udin tidak tahu siapa orang itu. Mang Udin hanya menduga dan yakin bahwa ayahku diracun oleh seseorang dan itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan preman. Karna mereka beranggapan ayahku orang sakti yang tidak bisa dibunuh.
"Aku tidak tahu nama aslinya dan tidak ada yang tahu nama aslinya. Orang mengenalnya dengan nama codet. Sedangkan orang yang mencampur racun pada makanan atau mungkin juga kopi, gadis penjaga warung itu kalau tidak salah bernama......!" Bu Anti berusaha mengingat sebuah nama dan aku menebak orang itu bernama...?
"Anis." kata Bi Narsih ragu.
"Ya benar namanya Anis." kata Bu Anti.

Aku terkejut ternyata Anis terlibat di dalamnya. Berarti apa yang dikatannya padaku adalah sebuah kebohongan atau mungkin juga dia tidak tahu apa yang dicampurkan ke makanan atau juga minuman yang diberikan ke ayahku adalah racun mematikan. Aku harus menyelidiki semuanya. Setelah bercerita panjang Bu Anti pamit pulang dengan naek ojek. Setelah Bu Anti pulang, bi Narsih mengajakku pulang hari ini juga. Setelah selesai berkemas jam 3 sore kami pamitan ke Pak Tris dan istrinya serta Marni yang sudah melayaniku luar dalam. Bahkan Marni berbisik kalau ke Gunung Kemukus lagi supaya mampir ke rumahnya lagi. Susunya selalu tersedia untukku. Sesampainya di Solo kami naik bis malam jurusan Bogor. Sepanjang jalan Bi Narsih lebih banyak diam seolah ada beban pikiran yang berat. Ahirnya sepanjang perjalanan aku lebih banyak tidur.

Jam 6 pagi kami sampai Bogor, kalau jaman sekarang dari Solo jam 5 sampai Bogor sekitar 9 atau lebih. Bi Narsih tidak langsung mengajakku pulang. Bi Narsih mengajakku ke hotel melati langganan kami karna ingin membicarakan sesuatu apa lagi kami rencananya pulang hari Sabtu sedangkan sekarang baru hari Selasa jadi masih ada sisa waktu 4 hari lagi. Sampai penginapan Bi Narsih langsung membuka seluruh pakaiannya hingga bugil.
"Jangan ngeres Jang. Bibi gerah mau mandi. Ayo kita mandi bareng Jang." kata Bi Narsih yang melihatku sedang memperhatikan tubuhnya yang polos.
"Bibi dulu aja." kataku.
"Ponakan Bibi diajak mandi bareng gak mau. Ayo buruan kita mandi biar seger. Kalo udah mandi mau langsung ngentot juga enak." kata Bi Narsih sambil mengusap memeknya yang berjembut lebat.
Bi Narsih tampak tidak sabar langsung membantuku membuka baju hingga aku bugil seperti dirinya. Bi Narsih tersenyum melihat kontolku yang sudah mulai bangun karna melihatnya yang sudah bugil.
"Kontol kamu gampang amat bangunnya. " kata Bi Narsih melihat kontolku yang sudah mulai bangkit. Tangannya membelai kontolku dengan lembut.
"Kita mandi dulu ya say!" Bi Narsih menarik tanganku masuk kamar mandi.

Selesai mandi masih dalam keadaan bugil Bi Narsih mendorong tubuhku rebah di kasur empuk. Lalu Bi Narsih menindih tubuhku. Diciumnya bibirku dengan mesra dan penuh nafsu. Kami berciuman cukup lama. Setelah puas berciuman, Bi Narsih menciumi dadaku dan juga menjilati puting dadaku yang sensitif membuatku merinding nikmat. Bi Narsih paling pintar merangsangku. Lalu ciumannya beralih ke kontolku yang sudah sangat tegang. Dengan lahap Bi Narsih melahap kontolku dengan rakus, menghisap diselingi dengan jilatan di kepala kontolku membuat tubuhku menggelinjang nikmat.
"Bi ennnnak sepongannya." kataku sambil memegang kepalanya yang turun naik mengcok kontolku.
"Udah Bi. Ujang nanti kelllluarrrrr. Ujang mau kelllluarrrrr di memek aja." kata mendorong kepala Bi Narsih menjauh dari kontolku. Gak tega kalo harus ngecrot di mulut Bi Narsih.
Bi Narsih berjongkok di atas kontolku, tangannya mengarahkan kontolku ke memeknya.
"Bi Ujang belom ngejilatin memek Bi Narsih." kataku protes saat kontolku mulai tertelan memeknya yang sudah sangat basah.
"Bi Narsih sudah gak tahan pengen dientot kamu, Jang." kata Bi Narsih sambil mengangkat pinggulnya perlahan lalu menurunkannya kembali, memeknya menelan kontolku hingga sempurna.
Pinggul Bi Narsih semakin cepat memompa kontolku, dinding memeknya terasa berdenyut denyut meremas kontolku. Inilalah kehebatan memek Bi Narsih bisa berdenyut denyut meremas kontolku.

"Gelo kontol kamu ennnnak banget Jang. !" kata Bi Narsih sambil terus memompa kontolku dengan cepat. Tangannya meremas dadaku dengan keras. Membuatku meringis menahan sakit.
"Aduh Jang. Bibi mauuuu kelllluarrrrr. Gak tahannnn." kata Bi Narsih sambil mempercepat gerakan pinggulnya mengocok kontolku hingga akhirnya memeknya berkedut semakin kuat meremas kontolku.
"Bibi kelllluarrrrr ennnnak....!" kata Bi Narsih sambil menghujamkan pinggulnya menelan semua batang kontolku.
Bi Narsih memelukku setelah badai orgasmenya reda. Bibirnya mencium bibirku dengan mesra. Kami berciuman sambil aku menggerakkan pinggulku turun naik mengocok memek Bi Narsih. Perlahan Bi Narsih ikut menggerakkan pinggulnya menyambut kocokan pinggulku.

"Mah buka pintu....!"
kami kaget mendengar suara Desy memanggil Bi Narsih disertai suara ketukan pintu. Dari mana Desy bisa tahu kami ada di sini? Aku menatap wajah Bi Narsih dengan heran. Kembali Desy memanggil Bi Narsih dengan suara dan ketukan pintu lebih keras.
"Iya Des. Tunggu sebentar.!" kata Bi Narsih sambil bangun dari atas tubuhku. Bi Narsih menutupi tubuhnya dengan handuk lalu berjalan ke pintu, mengintip dari balik horden.
Setelah yakin hanya ada Desy di luar, Bi Narsih membuka pintu sambil mepet tembok agar tidak ada yang melihatnya hanya memakai handuk. Desy langsung masuk begitu pintu terbuka. Matanya melihat ke mamanya yang hanya memakai handuk lalu beralih menatapku yang berbaring menutupi tubuhku dengan handuk.
"Bagus ya Mah pergi seminggu gak taunya di sini lagi enak enakan ngentot." kata Desy berkacak pinggang.
"Duduk dulu mamah ceritain semuanya." kata Bi Narsih tegas.

Desy duduk di pinggir ranjang membelakangiku. Lalu Bi Narsih bercerita tentang ritual di Gunung Kemukus, semuanya diceritakan dengan jelas tak ada yang disembunyikan sama sekali. Sehingga tak ada lagi rahasia yang disembunyikan Bi Narsih. Kecuali rahasia ayahku yang tidak diketahui Desy.
"Kamu tau mamah di sini dari mana?" tanya Bi Narsih heran.
"Tadi secara gak sengaja Desy liat Mamah dan A Ujang masuk ke hotel sini, pas Desy mau berangkat sekolah" kata Desy.
"Kok kamu bisa dikasih tau nomer kamar ini sana resepsionis?" kata Bi Narsih lagi.
"Iya, tadi Desy ngancam mau lapor polisi kalo gak dikasih tau." kata Desy lagi.
Kepalanya menoleh kearahku yang hanya memakai selimut. Tiba tiba Desy menarik selimutku sehingga tubuh bugilku terbuka.
"Buka dulu baju seragam kamu Des..!" kata Bi Narsih yang mengerti kemauan Desy.

Desy tertawa kecil, lalu membuka baju seragamnya dan menggantung di gantungan baju yang ada di kamar. Desy langsung naik ke atas ranjang, meraih kontolku dan tanpa basa basi mengulumnya dengan bernafsu. Melihat pantat Desy menungging di pinggir ranjang memperlihatkan belahan memeknya, Bi Narsih langsung berjongkok, dijilatinya memek Desy dari belakang membuat Desy menjerit kaget.
"Mamah ngapain?" katanya menoleh ke belakang.
Bi Narsih tidak menjawab, lidahnya terus menjilati memek anaknya yang sudah basah. Merasa pertanyaannya diabaikan, Desy kembali mengocok kontolku dengan mulut mungilnya. Gila, aku kembali melakukan 3some dengan Bi Narsih dan Desy. Cukup lama Desy nyepong kontolku, ahirnya aku menyerah.
"Udah Des. Aa mau ngentot memek Desy sekarang." kataku sambil bangkit dan menarik Desy agar telentang di ranjang.
Aku nembuka lebar kaki Desy agar mengangkang. Memeknya terlihat sudah sangat basah. Aku menunduk menjilati memeknya, kuhisap itilnya sambil kugelitik dengan lidahku membuat Desy menggelinjang nikmat.
"Ampun A. Desy pengen dientot sekarang." kata Desy sambil menarik rambutku.

Aku merangkak di atas tubuh indah Desy, bi Narsih mengarahkan kontolku ke lobang memek anaknya. Bles, aku menekan kontolku masuk lobang memek Desy. Memek gadis abg yang nikmat. Perlahan aku memompanya dengan lembut.
"Ampun A ennnak banget dientot." kata Desy sambil memelukku dengan erat, pinggulnya bergoyang menyambut hentakan kontolku.
Aku semakin mempercepat kocokan kontolku dengan gencar sehingga gesekan kontolku dengan memek Desy menimbulkan suara merdu. Kulumat bibir Desy dengan lembut. Kami berciuman dengan pinggul yang terus bergoyang memompa memek Desy.
"Aa kontol A Ujang ennnak babget." kata Desy sambil memelukku dengan erat. Hingga ahirnya aku merasakan memek Desy berkontraksi meremas kontolku dengan keras disertai rasa hangat pada kontolku.
"Aa Dessssssyy kelllluarrrrr....." Desy berteriak tertahan.

Aku tidak perduli dengan keadaan Desy, semakin kupercepat kocokan kontolku di lobang memeknya. Karna aku sendiri mulai merasakan detik detik puncak kenikmatan menghampiri. Hingga ahirnya aku tidak mampu bertahan lagi, kontolku menyemburkan pejuh ke memek Desy
"Des Aa kelllluarrrrr niikkkmatnya...!" kataku sambil menekan kontolku semakin dalam.
"Desssyy jugaaaa kelllluarrrrr lagiiii...!" ternyata Desypun kembali mendapatkan orgasmenya dengan dahsyat.
Ahirnya aku terkapar kelelahan di samping Desy. Beberapa saat kamar menjadi hening. Ahirnya Bi Narsih memecah keheningan di abtara kami.
"Des buruan kamu pulang, !" kata Bi Narsih ke Desy.
"Gak mau Desy masih pengen ngentot." kata Desy sambil memelukku dengan erat.
"Nanti kapan kapan kamu boleh ngentot sepuasnya dengan Ujang." kata Bi Narsih tegas.
Akhirnya setelah berdebat agak lama Desy bersedia pulang. Desy kembali memakai baju seragamnya lalu berjalan membuka pintu.

"Ayah....!" Desy mundur dengan wajah pucat, di pintu berduri Mang Karta dengan mata yang melotot kaget. Kekagetannya berganti dengan kemarahan.
"Desy apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Mang Karta dengan suara bergetar menahan marah.
Mang Karta beralih menatapku, berganti menatap Bi Narsih. Kami semua menunduk ketakutan terutama aku yang paling ketakutan. Apa lagi aku masih dalam keadaan telanjang dan juga Bi Narsih yang hanya mengenakan handuk.
"Apa artinya ini?" tanya Mang Karta dengan bibir bergetar menahan marah
"Desy kamu pulang, jangan bilang masalah ini pada adikmu. " kata Bi Narsih setelah menguasai diri.
Setelah Desy pergi, Bi Narsih memakai pakaiannya kembali dan juga menyuruhku berpakaian. Mang Karta diam memperhatikan Bi Narsih dengan kemarahan yang berusaha ditekannya.

"Kenapa kamu menjerumuskan Desy juga Sih?" tanya Mang Karta tidak mampu berdiam diri lebih lama lagi.
"Maafin Narsih A belom cerita ke Aa tentang Desy. Narsih baca Diary Desy, Desy mergokin Narsih dan Ujang sedang berhubungan badan di kamar atas setelah Aa minta tolong ke Ujang untuk memberikan nafkah batin ke Narsih. Di Diary itu juga Desy nulis bahwa dia sudah kehilangan keperawananya di pesta ULTAH temannya. Sejak itu Desy jadi ketagihan sex. Kita tidak bisa menjaga Desy 24 jam dalam sehari A. Melarangnya? Mungkin Desy akan terlihat menurut di depan kita, tetapi begitu berada di luar apa yang akan terjadi? Aa pasti bisa menebaknya. Cepat atau lambat dia akan hamil di luar nikah seperti juga dulu Narsih ham...." Mang Karta menutup mulut Bi Narsih dengan telapak tangannya agar Bi Narsih tidak meneruskan ucapannya.
"Sih Aa mohon jangan direruskan. Aa mengerti maksud Narsih. Bukankah Narsih menelpon Aa supaya datang ke sini untuk membahas orang yang sudah meracun Gobang?" Mang Karta berusaha mengingatkan tujuannya ke sini.

"Aa kenal Codet?" Narsih bertanya.
"Tentu saja Gobang mengalahkannya waktu merebut daerah kekuasaanya. Dia tidak terima sejak itu dia beberapa kali berusaha mencelakakan Gobang tapi selalu gagal. Bahkan Aa beberapa kali bentrok dengannya hanya karna persoalan sepele." kata Mang Karta menjelaskan.
"Aa kenal dengan Anti primadona Kramat Tunggak?" kembali bi Narsih bertanya membuat Mang Karta heran. Dia melihat ke arahku, enggan menjawab pertanyaan Bi Narsih yang satu ini.
"Ujang sudah bertemu dengan Anti di Gunung Kemukus. Narsih cuma ingin dengar dari Aa. " kata Bi Narsih yang memahami arti lirikan Mang Karta ke arahku.
"Anti pelacur kesayangan Gobang, bisa juga dibilang Gobang tergila gila sama Anti." kata Mang Karta menjelaskan.
"Menurut.." Bi Narsih tidak sempat meneruskan ucapannya karna dipotong oleh Mang Karta.
"Nanti dulu Sih. Dari mana kamu tahu Anti dan Codet?" tanya Mang Karta heran.
"Narsih sudah lama menyelidiki kematian Kang Gobang. Aa ingat gak waktu kita pulang dari Jakarta, Kang Gobang sudah seminggu sakit, tiap hari dia muntah darah. Sakitnya gak wajar. Tadinya kita nganggap Kang Gobang kena teluh, tapi kita semua tahu, Kang Gobang ilmunya sangat tinggi, teluh gak akan mempan. Kang Gobang waktu itu mau ke Sungai buang air besar. Tadinya Teh Kokom (ibuku) mau nyuruh Aa nganter Kang Gobang, tapi Aa lagi ke rumah temen Aa yang sakit. Kang Gobang maksa pergi sendiri. Ahirnya kita semua tahu Kang Gobang hanyut dan mayatnya ditemukan di sungai. " kata Bi Narsih.

Apa benar cerita Bi Narsih? Tapi cerita tentang ayahku yang diracun juga aku dengar dari Mang Udin, orang sekampung istriku. Apakah mimpiku bahwa Mang Karta yang membunuhku, cuma sekedar bunga tidur yang tidak ada artinya.
"Mang Karta kenal Mang Udin Tompel?" tanyaku.
"Tentu saja kenal, dia salah satu anak buah kesayangan ayahmu. Kok kamu juga tau Udin Tompel?" tanya Mang Karta heran.
"Mang Udin orang Garut rumahnya deket rumah mertua Ujang. Ujang ketemu Mang Udin di sana, dia kaget lihat Ujang katanya mirip Ayah,." kataku menjelaskan.
Aku juga menceritakan cerita Mang Udin tentang ayahku yang diracun.
"Menurut Anti yang mencampurkan racun ke makanan Kang Gobang adalah Anis yang disuruh Si Codet." Bi Narsih meneruskan omonganku.
"Rasanya mustahil Anis mencampurkan racun ke makanan Gobang. Tapi apapum bisa terjadi." Mang Karta menunduk. Tangannya terkepal menahan marah
"Tapi untuk balas dendam kematian Gobang bukan hal mudah. Codet sekarang bukanlah Codet yang dulu. Dia sekarang adalah Big Bos yang mengelola banyak tempat hiburan malam di Jakarta. Dia dilindungi orang orang penting." kata Mang Karta dengan suara geram.
"Aku juga sudah lama menyelidiki kematian Gobang, rasanya tidak mungkin dia jatuh akibat pukulanku apa lagi sampai mati." aku dan Bi Narsih kaget dengan perkataan terahir Mang Karta.
"Ma...mak...sud Mang Karta?" tanyaku gagap.
Apakah benar mimpiku tentang perkelahian Mang Karta dan Ayahku ? Lalu Mang Karta membuang mayat ayahku ke sungai? Tubuhku tiba tiba menjadi lemas kehilangan tenaga.

Mang Karta menarik nafas panjang berusaha mengumpulkan keberaniannya menceritakan kejadian sebenarnya. Kejadian 14 tahun silam saat aku berusia 8 tahun.
"Kamu berhak tahu kejadian yang sebenarnya Jang. Waktu itu Mang Karta sesampainya di kampung tidak langsung pulang Bi Narsih yang Mamang suruh pulang dulu untuk menyampaikan pesan Mang Karta ke ayahmu, bahwa Mang Karta nunggu ayahmu di xxxxx untuk membicarakan sesuatu. Mang Karta tidak tahu waktu itu ayahmu sedang sakit. Waktu Ayahmu datang menemui Mamang, Mamang tidak memperhatikan kalau ayahmu sakit. Jalannya masih gagah tidak menunjukan dia sedang.sakit, hanya wajahnya yang terlihat pucat. Dan ayahmu terlalu sombong untuk menunjukkan dia sedang sakit.." Mang Karta terdiam seperti berat untuk meneruskan ceritanya.
"Waktu itu Mamangmu mau membicarakan kehamilan Bibi." kata Bi Narsih menjelaskan aib yang selama ini tersimpan rapat.
"Ya dan ayahmu menolak untuk bertanggung jawab menikahi bibimu dengan alasan Bibimu adalah adik Ibumu, padahal Ayahmu tahu bahwa Bibimu adalah anak saudara sepupu Kakek kamu yang dirawat Kakekmu sejak bayi." penjelasan Mang Karta kembali membuatku kaget. Ternyaya Bi Narsih bukanlah adik kandung Ibuku.

"Ahirnya Mamang dan Ayahmu bertarung dan anehnya Ayahmu tidak sehebat biasanya, mamang bisa memukul ayahmu beberapa kali hingga pukulan Mamang membuat ayahmu terjatuh. Setelah mamang tunggu tunggu Ayahmu tidak bangun, Mamang pikir ayahmu mati. Mamang ketakutan, takut dipenjara karna membunuh, apa lagi waktu itu sedang terjadi isu Petrus, para penjahat kelas kakap ditembak mati ditempat. Mamang benar benar ketakutan. Akhirnya Mamang mengangkat tubuh ayahmu dan berniat melemparkannya ke sungai. Ternyata ayahmu masih hidup. Saat mamang memanggul tubuhnya, ayahmu menikam perut Mamang dengan kayu runcing yang mungkin diambilnya saat terjatuh dan mamang tidak menyadarinya. Perut Mamang tertikam dan untungnya tidak mengenai bagian pital. Kami sama sama terjatuh ke sungai yang saat itu sedang banjir. Mamang bisa menyelamatkan diri tapi ayahmu tidak." kata Mang Karta sambil berdiri dan mengangkat bajunya memperlihatkan bekas luka di samping. perut bagian belakang.
"Mamanglah yang membunuh ayahmu...! Kalau Mamang tidak berniat melemparkan tubuh ayahmu ke sungai, mungkin ayahmu masih hidup dan sembuh dari racun yang dia makan." kata Mang Karta menunduk.

Kamar menjadi hening dan terasa sangat mencekam. Kami sibuk dengan pikiran masing masing. Aku sudah tahu semuanya dan jujur aku tidak bisa menyalahkan Mang Karta karna aku lebih mengenal Mang Karta dari pada ayahku. Bahkan sejak ayahku masih hidup, aku tidak mempunyai kenangan indah dengan ayahku. Setiap kali ayahku pulang, aku melihatnya sebagai sosok orang asing. Berbeda dengan saat Mang Karta yang datang, aku akan berlari dan berteriak menyambut kedatangannya dengan senang.
"Mang Karta tidak salah kalau saja waktu itu ayah tidak diracun, mungkin Mang Karta yang akan dibunuh ayahku. " kataku dengan suara bergetar. Kalau saja Mang Karta yang terbunuh, mungkin aku akan sangat membenci ayahku.
Perlahan aku menghampiri Mang Karta dan bersimpuh di pangkuannya. Pria yang sudah menggantikan posisi ayahku. Pria yang menjadi kenangan terindahku di masa kecil. Kucium tangan Mang Karta sebagai jawaban dari perasaan yang terpendam jauh di lubuk hatiku. Mang Karta membelai rambutku dengan lembut.

"Mamang sudah mengumpulkan orang orang yang pernah ayahmu tolong dan juga pernah Mamang tolong. Orang orang yang disingkirkan oleh Codet. Mereka sudah Mamang sebar untuk mencari kelemahan codet. Tugas kamu sekarang adalah mendekati Anis untuk mencari informasi yang kita butuhkan. Besok temui Anis Mamang yakin ada informasi yang kita butuhkan." kata Mang Karta. Setelah membeberkan rencananya, Mang Karta lalu pamit pulang.
Aku agak kecewa waktu Bi Narsih juga pamitan mau pulang bareng dengan Mang Karta. Bi Narsih menyuruhku nenginap di hotel melam ini agar pagi pagi bisa langsung ke Karawang menemui Anis. Karna rencana balas dendam harus direncanakan dengan matang. Sebenarnya aku agak jengkel ditinggal sendiri di kamar hotel. Akhirnya aku tidur.

Aku terbangun saat mendengar suara memanggil dan ketukan pintu kamar. Kembali suara orang yang memanggil namaku. Ternyata suara Desy yang memanggilku. Dengan malas aku membuka pintu kamar. Ternyata Desy tidak sendiri, di sampingnya berdiri Wina. Jujur, aku agak bingung kenapa Desy mengajak Wina menemuiku. Desy dan Wina mencium tanganku lalu duduk di atas ranjang spring bed yang empuk. Desy membuka bungkusan yang dibawanya ternyata nasi padang. Aku yang sudah lapar langsung melahap makanan yang mereka bawa.
"Wina kok bisa ikut ke sini? " tanyaku penasaran.
"Tadi Wina nelpon ke rumah nanyain kenapa Desy gak sekolah. Ya udah Desy ajakin nginep di sini nemenin A Ujang." kata Desy menerangkan.
"Och gitu. wina kangen kontol A Ujang ya?" godaku tanpa basa basi membuat Wina menunduk malu.
"Bukannya Wina kali yang kangen kontol A Ujang. Tapi A Ujang kangen memeknya Wina ," kata Desy membalas ledekanku sambil menumpahkan kopi dalam plastik ke gelas air mineral.

Setelah aku menghabiskan nasi padang, aku langsung meminum kopi hitam sambil merokok. Desy ke kamar mandi keluar kamar mandi Desy sudah bugil.
"Desy malu maluin udah telanjang gitu." protes Wina melihat Desy yang sudah bugil.
"Gak apa apa lagi kan niatnya ke sini mau ngentot. Loe juga buka baju biar gak kusut." kata Desy dengan cueknya bersila menghadapku yang sedang asik merokok. Melihat pose menantang Desy membuat kontolku ngaceng.
Aku melihat Wina yang dengan malu malu membuka pakaiannya hingga bugil. Tubuhnya terlihat lebih langsing dari pada waktu terahir bertemu. Memek gundulnya terlihat tembem. Berbeda dengan memek Desy yang berjembut, loch kok memek Desy jadi gundul. Aku baru menyadari jembut Desy rupanya sudah dicukur. Padahal seingatku tadi jembutnya masih lebat.
"Des jembut kamu dicukur ?" tanyaku heran.
"Iya A. Biar enak dijilatinnya." kata Desy genit sambil membuka belahan memeknya yang ternyata sudah basah.

Aku mematikan rokok yang tinggal setengah. Lalu aku menarik kaki Desy, membuatnya terlentang. Kakinya aku buka agar mengangkang lebar. Mulutku langsung mendarat di memeknya yang menyimpan sejuta kenikmatan.
"A Ujang masa Desy mau diperkosa! Hihihi." Desy tertawa geli melihatku yang sangat bernafsu melihat memeknya yang sudah sangat basah.
Kugigit itilnya pelan sambil kuhisap sementara jari telunjukku masuk lobangnya yang sudah sangat basah dan lengket.
"Aduh Aa jahat banget. Memek Desy jadi enak." kata Desy sambil menjambak rambutku saking nikmatnya.
Lidahku semakin lincah menggelitik itilnya, kadang lidahku masuk lobang memeknya yang lengket oleh lendir birahinya. Nikmat sekali rasanya cairan memek Desy.
"Ampun A. Desy gak tahan pengen dientot, pengen diatas." kata Desy berusaha bangun dan menjauhkan memeknya dari lidahku.

Aku segera terlentang Desy langsung menarik celana training dan celana dalamku sehingga kontolku terbebas dari sarangnya. Desy langsung membungkuk melahap kontolku yang besar, walau sebenarnya aku tidak begitu suka disepong Desy yang masih amatiran. Kontolku sering kena giginya. Setelah puas menyepong kontolku, Desy merangkak diatas kontolku setelah tepat, Desy menurunkan pinggulnya hingga memeknya sukses menelan kontolku. Aku menoleh ke Wina yang sedang melihat wajahku. Bibirnya tersenyum ke arahku.
"Wina sini kamu jongkok di muka A Ujang, biar A Ujang jilatin memek kamu." kataku.
Wina mengangguk lalu berjongkok membelakangi Desy memeknya tepat diatas wajahku. Dengan rakus aku menjilati itilnya sambil kuhisap hisap memeknya. Jari telunjukku menerobos masuk memeknya yang sudah sangat basah. Ternyata Wina sangat mudah terangsang. Sementara Desy memompa kontolku dengan cepat sehingga menimbulkan bunyi karna memeknya yang sudah sangat basah, sedangkan aku asik menjilati memek Wina yang mengangkang di wajahku.

"Aa ennnak memek Wina dijilatin... " kata Wina sambil menggerakan pinggulnya saking enaknya.
"Aa Dessssyyy kelllluarrrrr ennnak...!" kata Desy sambil menekan pinggulnya sekencang mungkin menyambut orgasmenya.
Memeknya berkontraksi meremas kontolku dengan lembut. Rupanya memek Desy mulai bisa berkontraksi seperti memek Bi Narsih. Setelah badai orgasme reda Desy bangkit lalu rebah di sampingku.
"Wina gantian elu yang ngentot." kata Desy ke Wina yang berjongkok di mukaku.
Wina merangkak mundur ke arah kontolku. Diraihnya kontolku agar tepat di memeknya setelah pas, Wina menurunkan pinggulnya. Aneh memek Wina terasa lebih sempit dari pada biasanya.
"Ennnak A kontol Aa." kat Wina sambil memejamkan mata merasakan kontolku yang menusuk memeknya.
Melihat Wina sudah berjongkok mengocok kontolku, Desy bangun dan berjongkok di wajahku menghadap ke arah Wina yang sedang memompa kontolku dengan pelan dan berirama. Aku segera menjilati memek Desy , baunya lebih menyengat dari biasanya. Mungkin karna baru saja orgasme. Tapi hal itu tidak menggangguku. Aku semakin bernafsu menjilati memeknya. Agak lama juga Wina memompa kontolku dan aku menjilati memek Desy, hingga ahirnya aku merasakan memek Wina berkontraksi meremas kontolku dengan lembut disertai hujaman pinggul Wina yang menekan keras.

"A wina kelllluarrrrr nikmat." Wina menjerit lirih merasakan orgasmenya yang dahsyat.
Dan pada saat yang sama Desy menekan memeknya ke mulutku dengan keras membuatku kesulitan bernafas.
"Aa Desy kelllluarrrrr juga...!" Desy merteriak sambil meremas tetek Wina membuat Wina menjerit kesakitan.
Setelah badai orgasmenya reda, Desy mengangkat pinggulnya neninggalkan wajahku. Hampir saja aku kehabisan nafas kalau Desy tidak bangun dan terlentang disampingku. Sementara Wina kembali menggerakkan pinggulnya mengocok kontolku dengan berirama. Rupanya dia masih belum puas.
"Wina, gantian kamu di bawah." kataku. Wina segera bangkit dari selangkannganku, rebah di samping Desy yang kelelahan.
Aku merangkak di atas tubuh Wina yang mengangkang, perlahan aku memasukkan kontolku menerobos masuk memeknya yang sudah sangat basah. Aku mulai memompa memek Wina dengan cepat sambil mulutku menghisap pentil susunya yang sudah semakin mengeras.
"Ennnak banget kontol Aa. " kata Wina sambil menekan kepalaku di teteknya yang kenyal dan masih keras.

Aku semakin mempercepat kocokan kontolku dengan cepat, nikmat sekali memek gadis abg satu ini.
"Wina memek kamu ennnak banget." kataku langsung mencium bibirnya yang mungil dengan bernafsu sambil terus mengocok memek Wina yang terasa semakin becek. Hingga akhirnya aku tidak mampu bertahan lebih lama lagi, kontolku menyemburkan pejuh ke memeknya.
"Win Aa kelllluarrrrr ennnnk banget..." kataku sambil menekan kontolku semakin dalam menusuk memek Wina.
"Wina jugaaaaaaa kelllluarrrrr Aa...." teriak Wina memeluku dengan keras. Memeknya berkontraksi meremas kontolku.

Jam.8 aku sudah ada di terminal bis antar kota, aku naek bis jurusan Karawang sampai Karawang Jam 11. Aku langsung naek mobil jurusan rumah Anis. Dari Karawang ke tempat Anis aku harus naik dua kali angkutan umum Baru saja aku mau naik mobil ke dua yang menuju rumah Anis, aku melihat Ratna anaknya Anis menghampiriku. Ya, itu pasti Ratna, aku masih ingat wajahnya.
"A Ujang," panggilnya. Matanya terlihat seperti habis menangis.
"Ratna kok ada di sini?" tanyaku heran, terlebih melihat wajahnya yang seperti habis menangis.
"Mamah A. !" Ratna tidak meneruskan ucapannya dia menangis tersedu sedu.
"Ratna ada apa?" tanyaku khawatir dengan keadaan Ratna yang menurut cerita Anis adalah adikku.
"Mamah A, mamah mau nikah lagi.!" kata Ratna sambil terus menangis.
Huf, kirain aku ada masalah apa. Cuma masalah mamanya mau nikah lagi nangisnya seperti apa tau.
"Kirain Aa ada apa. Trus sekarang kamu mau ke mana?" tanyaku was was melihat Ratna membawa tas besar yang aku yakin berisi pakaian.
"Ratna mau kabur ke rumah Uwa di Loji." kata Ratna.
"Hush, jangan gitu. Kita makan bakso dulu sambil ngobrol ya!" ajakku.

Ratna setuju dan kami masuk warung bakso yang ada tidak jauh dari tempat kami berdiri. Aku memesan bakso dan kopi hitam sedangkan Ratna memesan bakso dan es teh manis. Aku memperhatikan wajah Ratna mencari kemiripan dengan wajahku sendiri. Wajahnya lebih mirip Anis dan aku tidak menemukan kemiripan dengan wajahku mungkin karna dia wanita. Entahlah.
"Kenapa kabur dari rumah kalau sekedar mamah kamu mau nikah lagi?" tanyaku heran dengan kelakuan ABG labil ini.
"Mamah mau nikah lagi Ratna gak keberatan cuma....!" Ratna terdiam tidak meneruakan perkataannya.
"Cuma apa?" tanyaku penasaran.
"Mamah nyuruh Ratna ngelayanin leleki buat bayar utang." Ratna menunduk menyembunyikan wajahnya yang berurai air mata.
Gila, benar benar gila si Anis mau jual anaknya. Aku shock mendengar pengakuan Ratna. Apa ada ibu yang seperti itu? Apa motivasi di balik semua ini? Mungkin kalau bukan Ratna, persoalannya akan menjadi lain dan kesannya akan biasa saja. Tapi ini menyangkut Ratna yang menurut pengakuan Anis adalah adikku, anak ayahku.

"Kamu serius?" tanyaku memastikan apa yang kudengar barusan. Bisa saja aku salah dengar. Ratna hanya mengangguk sebagai jawaban.
Aku masih muda untuk mengambil keputusan, tetapi aku dipaksa untuk mengambil keputusan menyelamatkan adikku. Atau mungkin bisa saja bukan adikku. Aku harus menemui Anis sekarang dan menanyakan kebenarannya. Tapi kalau aku ke rumah Anis sekarang, lalu bagaimana dengan Ratna? Ini buah simalakama. Tapi aku harus mengambil keputusan cepat. Saat aku sedang berpikir keras, aku melihat Anis turun dari mobil angkutan umum. Sebuah kebetulan yang tidak aku sangka sangka. Dan hal kebetulan pula dia menoleh kearah kami.
"Alhamdulillah, kamu ketemu di sini.!" seru Anis sambil memeluk Ratna. Aku menatap heran Anis yang juga seperti Ratna, dia membawa tas besar seperti akan bepergian jauh.
"Nis !" tegurku singkat.
"Jang kamu kok bisa ada di sini?" tanya Anis matanya terlihat was was, beberapa kali dia menoleh ke luar warung bakso melihat sekelilingnya seperti orang yang ketakutan dan merasa ada yang membututinya.
"Kamu juga mau pergi ke mana?" tanyaku berusaha mengirek keterangannya.
Kulihat Ratna melepaskan diri dari rangkulan Anis.
"Jangan ngobrol di sini, kita nyari tempat aman " kata Anis semakin menguatkan dugaanku bahwa pasti telah terjadi dengan mereka berdua.

Aku segera membayar bakso dan minuman yang kami makan. Anis segera menuntun Ratna, tapi Ratna menepiskan tangan ibunya dan memegang tanganku seperti meminta perlindungan dariku. Anis menyetop angkutan umum yang menuju Karawang Kota, aku memberi isyarat agar Ratna ikut naik baru kemudian setelah Ratna, aku naik. Sepanjang perjalanan menuju Karawang Kota, Anis tidak bicara sepatah katapun, hanya aku bisa melihat gerak geriknya yang gelisah dan seperti orang ketakutan. Sampai Karawang Kota, Anis menarik tangan Ratna agar naik bis jurusan Cirebon. Dengan perasaan ragu aku ikut naik. Entah ke mana tujuan Anis. Tujuanku sekarang menjadi bercabang. Mengorek keterangan keterlibatan Anis dalam pembunuhan ayahku dan juga melindungi Ratna. Kembali sepanjang perjalanan Anis diam, Ratna terus memegang tanganku meminta perlindungan. Entah ke mana tujuan Anis sebenarnya. Dia seperti sedang lari dari kejaran seseorang.

Setelah perjalanan yang cukup menegangkan, ahirnya kami sampai di tempat yang dituju Anis. Sebuah rumah besar yang berada di tengah pemukiman penduduk. Pekarangannya luas hanya berpagar bambu setinggi 1 meter. Di pagar ada plang bertuliskan Perguruan Silat xxxxx. Anis mengucapkan salam di depan pintu yang terbuka, seseorang menjawab salamnya. Dari dalam keluar seorang wanita berusia 50 an yang terbelalak kegirangan melihat kehadiran kami.
"Anis?" teriak wanita itu yang langsung memeluk Anis.
Mereka saling berpelukan seperti sudah lama tidak berjumpa. Setelah melepaskan pelukannya, wanita itu menatap Ratna.
"Wah Ratna sekarang kamu sudah besar.!" serunya sambil memeluk Ratna dengan hangat.
Wanita itu terbelalak menyadari kehadiranku di belakang Ratna.
"Gobang ?" katanya tak percaya melihatku. "Eh, kamu bukan Gobang, kamu masih muda." kata wanita itu meralat ucapannya.
"Ini Ujang anaknya Kang Gobang." Anis menerangkan.

Kami lalu dipersilahkan masuk ke dalam rumah besar yang untuk ukuran desa bisa dibilang mewah. Rupanya pemilik rumah ini seorang guru silat yang disegani. Kami dibawa masuk ke ruang keluarga. Wanita itu pamit mau membuatkan minuman untuk kami.
"Jang ibu ini namanya Bu Darsih, Bibi Anis yang dulu buka warung nasi di Jakarya tempat Anis kerja." kata Anis menerangkan. Pantas wanita ini mengenal ayahku.
Dari depan masuk seorang Pria berusia 60an Anis dan Ratna mencium tangannya, aku ikut mencium tangan pria itu yang menatapku tajam.
"Kamu siapa? " tanya pria itu.
"Ini Ujang yang sudah menolong Anis dari Codet" Anis yang menjawab pertanyaan pria itu.
Pria itu beralih menatap Anis dengan penuh selidik. Berusaha membaca pikiran keponakannya yang seperti orang ketakutan. Lalu pandangannya beralih menatap Ratna yang tertunduk gelisah.
"Apa yang terjadi pada kalian?" tanya pria itu. Suaranya berat dan berwibawa.
Dari dapur ibu yang menyambut kami keluar membawa 2 gelas kopi dan dua gelas teh manis serta singkong rebus. Pria tua itu langsung mengambil gelas berisi kopi lalu meminumnya perlahan tanpa meniupnya terlebih dahulu.

"Anak buah Codet memaksa mau membawa Ratna, kalau tidak Anis akan dibunuh." Anis menjawab dengan suara pelan nyaris tidak terdengar.
Pria itu yang sedang memegang gelas kopi terkejut mendengar apa yang dikatakan Anis. Lalu menjadi marah, tangannya mengepal gelas berisi kopi panas. Trak, gelas itu hancur dalam genggaman pria itu. Tenaga dalam yang hebat pikirku takjub.
"Kurang ajar si codet, selalu nyari gara gara." ujar pria itu.
Bi Darsih melihat suaminya kena tumpahan beling dan air kopi panas segera mengambil sapu, kain pel dan serbet untuk membersihkan tumpahan kopi dan pecahan beling.
"Sabar pak. Ganti baju dulu sana." katanya. Kegarangan pria itu hilang, dia berjalan masuk kamar mengganti bajunya.
"Pamanmu kalau mendengar nama Codet pasti marah. Dia masih dendam dengan kematian adeknya dulu." kata Bi Darsih sambil membersihkan tumpahan kopi dan pecahan beling dibantu Ratna yang ringan tangan tanpa disuruh.

Malam ini aku terpaksa menginap di tempat Pak Shomad, suami Bi Darsih. Dia seorang guru silat yang berpengaruh di kampungnya. Lagi pula aku masih perlu penjelasan dari Anis apa yang sebenarnya terjadi aku belum begitu paham. Menurut keterangan Ratna dia mau dijual untuk bayar hutang. Dan mendengar apa yang dikatakan Anis kepada pamannya, Ratna mau diambil si Codet. Lalu mana yang benar? Informasi yang aku terima hanya sampai di situ. Lalu apa hubungannya Anis dan Codet selama ini? Pamannya juga sepertinya sangat mengenal Codet, bahkan kata Bi Darsih Codet telah membunuh adiknya Pak Shomad. Kepalaku semakin pusing memikirkan semuanya. Aku berusaha memejamkan mata di kamar yang disediakan untuk aku menginap. Sebenarnya aku ingin keluar kamar menghirup udara segar. Tapi sekarang sudah jam 11, Pak Shomad dan istrinya sudah masuk kamar dan lampu di dalam rumah sudah dimatikan. Rasanya tidak sopan kalau aku keluar rumah dan duduk di teras.

"Jang !" suara Anis memanggilku.
"Iya." aku membuka pintu, Anis langsung masuk tanpa aku persilahkan. Anis duduk bersila di atas ranjang.
"Anis takut Jang. Codet mengancam akan membunuh Anis kalau tidak menyerahkan Ratna." kata Anis pelan
"Ratna mau dijadikan pelacur oleh Codet?" tanyaku marah.
"Bukan Ratna adalah anak Codet. Maafkan Anis sudah bohong." kata Anis menunduk ketakutan.
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Karna aku sebenarnya sudah mencium kebohongan waktu Anis mengatakan Ratna adalah adikku.
"Aku datang menemui kamu ingin memastikan apa kamu terlibat dalam pembunuhan Ayahku atau tidak?" tanyaku dingin.
Anis tampak terkejut dengan pertanyaanku yang tanpa tedeng aling aling. Wajahnya menunduk gelisah.

"Anis dendam dengan Kang Gobang, setelah Kang Gobang membawa Anis ke Gunung Kemukus dan mengambil perawan Anis, Kang Gobang tidak pernah lagi menghubungi Anis. Lalu datang Codet mendekati Anis, tadinya Anis pikir dengan pacaran dengan Codet, Kang Gobang akan cemburu. Ternyata tidak. Yang menyuruh Codet mendekati Anis ternyata Kang Gobang. Anis kecewa dan sakit hati. Codet tahu Anis sangat mencintai Kang Gobang, dia janji akan mencarikan orang pintar untuk melet Kang Gobang agar tergila gila sama Anis, tapi saratnya Anis harus mau berhubungan sex dengannya selama seminggu dan sialnya Anis justru hamil oleh Codet. Tapi Anis gak mau menikah dengan Codet. Anis masih berharap menikah dengan Kang Gobang, apa lagi Kang Gobang pernah berjanji di Gunung Kemukus akan menikah dengan Anis, atau mayatnya akan ditemukan di sungai. Suatu hari Codet datang membawa bubuk putih yang dia bilang sebagai bubuk pelet agar Kang Gobang jatuh hati dan tergila gila dengan Anis. Katanya bubuk itu harus dicampur dengan kopi selama 7 hari berturut turut. Anis nyusun rencana buat bisa dekat dengan Kang Gobang, Anis bilang mau nikah dengan Codet karna hamil. Tapi sebelum menikah, Anis minta ditemani Kang Gobang selama seminggu. Ahirnya Kang Gobang nyanggupin. Jadi selama seninggu Anis mencampurkan bubuk putih ke kopi Kang Gobang. Setelah itu Anis gak pernah ketemu Kang Gobang lagi. Makin lama perut Anis semakin besar, sementara Kang Gobang tidak pernah kembali ke jakarta. Bahkan Kang Karta dan teh Ningsih juga menghilang. Padahal Kang Karta itu setau Anis adalah Kakak ipar Kang Gobang dan Teh Ningsih adalah adik iparnya. Ahirnya Anis terpaksa menikah dengan Codet " kata Anis menunduk.

"Bubuk putih yang kamu berikan itu racun yang membunuh ayahku, Nis!" kataku.
"Anis pikir itu bubuk pelet. Anis baru tahu setelah Ratna berumur 2 tahun. Anis minta cerai tapi Codet tidak pernah menceraikan Anis sampai Anis disiksa. Kebetulan Mang Salam suami pertama Bi Darsih melihat, dia berusaha nolong Anis. Tapi Mang Salam malah terbunuh. Codet masuk penjara dan Anis akhirnya bisa cerai dengan Codet. Sedangkan Bi Darsih akhirnya menikah dengan kakaknya Mang Salam, Mang Shomad yang kebetulan masih bujangan." kata Anis panjang lebar.
Tiba tiba Anis membuka dasternya, ternyata Anis tidak memakai BH dan CD di balik dasternya. Kulitnya yang bersih dan halus tanpa cacat, dadanya yang berukuran sedang tampak indah dengan putingnya yang sudah mengeras. Memeknya yang berjembut tipis membuat kontolku menegang. Entah menapa kontolku gampang sekali ngaceng. Anis mendorong tubuhku rebah di ranjang, diangkatnya kaosku lepas lewat kepala. Lalu Anis mencumbu bibirku dengan rakus, lidahnya masuk ke dalam mulutku. Ganas sekali ciuman Anis. Puas mencumbu bibirku, Anis menciumi leherku, menjilatinya hingga belakang telingaku. Aku menggelinjang geli dan nikmat membuat sekujur tubuhku merinding. Dari leher ciumannya beralih ke dadaku, lidahnya menjilati setiap bagian dadaku lalu hinggap di putingku yang sangat sensitif. Lidahnya menggelitik puting dadaku dengan liar membuatku semakin terangsang. Sementara tangannya merayap mengendorkan kain sarung pinjaman Mang Shomad, lalu mengelus kontolku yang sudah ngaceng.

Puas bermain dengan dadaku, Anis menarik lepas sarung dan CD ku hingga kontolku mengacung dengan gagahnya. Dengan bernafsu Anis menjilati batang kontolku. Kemudian dengan lahap Anis mengulum kontolku sambil mengocok ngocok batangnya.
"Gila enak amat seponganmu,Nis." kataku sambil menekan kepalanya agar kontolku semakin dalam masuk mulutnya.
Anis merubah posisinya, pantatnya mengangkangi wajahku dan memeknya sekarang tepat di wajahku. Mulutnya terus menghisap dan menjilati kepala kontolku, nikmat sekali rasanya. Memeknya yang tepat di wajahku menebarkan bau khas memek yang sedang birahi. Kubuka belahan memeknya, ada cairannya yang menetes jatuh di mulutku. Aku menelannya, nikmat sekali rasanya. Lidahku menjulur masuk lobang memeknya yang sudah sangat basah. Lalu bergerak menjilati itilnya yang sangat sensitif. Lidahku yang kasar menggelitiknya membuat pinggul Anis bergerak menyambut lidahku.
"Aduh Jang. Enak." Anis mendesis nikmat.
"Anjs udah gak tahan pengen dientot, Jang." katanya sambil bangkit, lalu berjongkok mengangkangi kontolku sambil diarahkan ke lobang memeknya.
Perlahan Anis menurunkan pinggulnya. Dengan mudah kontolku menebus memeknya yang sudah sangat basah dan terasa hangat.
"Och kontol kamu ennnak banget Jang. Sampe mentok." Anis mendesis nikmat merasakan hujaman kontolku yang besar di memeknya.
Anis memacu kontolku dengan lembut dan berirama, gesekan dinding memeknya begitu terasa.

"Nis memek kamu ennnak banget...." aku meremas dada Anis yang sekal dan indah, wajahnya terlihat semakin cantik saat memacu kontolku.
"Kontol Ujang jugaaaaa ennnnak Anis kelllluarrrrr..." Anis meremas dadaku dan pinggulnya membenam semakin dalam, memeknya berkedut meremas kontolku dengan lembut. Stelah badai orgasmenya reda, Anis menindihku.Kupeluk tubuh Anis, perlahan aku menggulingkan tubuhnya tanpa melepas kontolku dari memeknya. Sekarang posisiku di atas dan Anis dibawah. Anis membuka pahanya lebar. Aku mulai mengocok memeknya dengan lembut dan berirama.
"Jang ennnnak. Kamu ngentotnya lembut gak kasar. Makasih sayang." Anis mencium bibirku dengan mesra. Pinggulnya ikut bergoyang menyambut hujaman kontolku.
Gesekan dinding nemek Anis semakin licin dan nikmat. Wajahnya yang cantik terlihat begutu menikmati hujaman kontolku. Wajah cantiknya terlihat begitu bahagia. Matanya menatapku mesra. Cukup lama aku memompa memek Anis dalam posisi aku diatas, bahkan dia sudah nendapatkan orgasmenya dua kali. Tapi orgasmeku sendiri masih belum kudapatkan.
"Jang Annnnnnis kelllluarrrrr lagiiii ennnnkkk...." jerit Anis sambil memelukku semakin erat.
Aku mengabaikan orgasme Anis, karena aku mulai merasakan orgasme semakin mendekatiku. Aku memompa memek Anis semakin cepat, hingga ahirnya pejuhku muncrat membasahi memeknya.
"Nisss akuuu kelllluarrrrr..." teriakku dibarengi semprotan pejuhku di memek Anis.
"Annnisssss juga kelllluarrrrr...." Anis memelukku erat menyambut orgasmenya yang keberapa kali.

Pagi pagi aku bangun Anis memberi pinjaman handuk, sabun dan sikat gigi untuk mandi. Selesai mandi ternyata Anis sudah membuatkan kopi dan singkong rebus.
"Pak Shomad di mana Bu?" tanyaku ke Bi Darsih.
"Pak Shamad paling juga di pekarangan belakang ngebelah kayu bakar." jawab Bi Darsih.
Aku segera pamit mau menemui Pak Shomad. Di pekarangan belakang ternyata tidak ada Pak Shomad. Aku melihat tumpukan kayu bakar yang belum dibelah semua dan kapak yang tergeletak di atas tumpukan kayu bakar. Aku menghampiri tumpukan kayu bakar, tidak ada salahnya aku bantu membelah kayu bakar. Belum juga sampai tumpukan kayu bakar, aku merasakan ada serangan datang dari belakangku. Refkek aku membalikkan badan menangkis serangannya. Kulihat ternyata Pak Shomad yang menyerangku.
"Pak kenapa menyerang saya ?" tanyaku kaget.
Pak Shomad tidak menjawab, tangannya yang terkepal kembali menonjokku dengan cepat mengarah ke daguku. Untung sejak kecil aku sudah berlatih silat hingga umur 15 tahun dan setiap hari aku selalu berlatih, sehingga gerak reflekku cukup bagus untuk menghindar ke samping. Tapi aku menginjak tempat yang salah, kakiku terpeleset menginjak kayu sebesar pergelangan orang dewasa. Reflek aku berguling sambil mengambil kayu yang tergeletak, menjauh dari jangkauan serangan Pak Shomad.

Agak jauh aku duduk dengan kaki kiri melipat sepertti silat dan kaki kanan terjulur setengah menekuk. Dengan kuda kuda seperti ini aku bisa langsung bangun menyerang atau bertahan menghadapi serangan susulan. Pak Shomad ternyata tidak melakukan serangan susulan, dia memasang kuda kuda mendekati perlahan. Sebagai guru silat berpengalaman dia tentu tidak akan memandang remeh posisiku sekarang. Dengan kayu yang menyilang di dada dan tangan kiri menyentuh tanah. Tangan kiriku akan meraih apapun yang ada di tanah dan melemparkannya ke musuh, disusul dengan kayu yang akan menghantam bagian pital musuh yang teralihkan perhatiannya. Dua duanya adalah gerak tipu yang mematikan. Melihatku tidak bergerak terpancing untuk menyerang, Pak Shomad tiba tiba menendang batu yang ada di tanah mengarah ke arah kepalaku. Dengan posisi begini tidak ada jalan untuk menghindar, satu satunya cara adalah menangkis batu itu dengan kayu yang aku pegang. Dan itu adalah peluang emas bagi Pak Shomad, saat perhatianku dan tanganku tertuju ke batu, pada saat itu pula Pak Shomad melancarkan tendangan ke arah kepala. Tak ada celah untuk menghindar. Satu satunya cara adalah menangkis dengan tangan kiri, kalah tenaga kalau dibandingkan dengan tenaga tendangan. Tapi stidaknya kecepatan dan tenaga yang dihasilkan akan berkurang separuh, dan tangan kananku membantu membuang tendangan yang sudah berkurang kecepatan dan tenaganya, membuat tubuh Pak Shamad terhuyung ke samping, kehilangan keseimbangannya.

"Cukup, ternyata kemampuan kamu hebat juga." kata Pak Shomad tersenyum melihatku. Kegarangannya hilang dari raut wajahnya. Dia mengulurkan tangannya menarik tanganku agar bangun. Aku bangkit berdiri masih dalam keadaan waspada, siap menghadapi serangan mendadak dari Pak Shomad. Mungkin Pak Shomad sedang menguji kemampuanku atau apalah.
"Aku sudah mendengar semuanya tentang kamu dari Anis semalam. Aku sering mendengar tentang Gobang, walau aku belum pernah bertemu dengannya." kata Pak Shomad sambil berjalan ke arah bale bale bambu di bawah pohon Mangga yang rimbun.
"Semalam Anis juga cerita dia sedang dikejar kejar anak buah Codet yang menginginkan Ratna, tapi Anis menolaknya. Untuk sementara Anis akan tinggal di sini, aku yakin Codet tidak akan berani ke sini. Mudah mudahan ini jadi tempat paling aman di sini." kata Pak Shomad sambil menyalakan sebatang rokok. Matanya menerawang jauh.

Dari pintu keluar Bi Darsih dan Anis membawa singkong rebus yang belum sempat aku habiskan tadi. Mereka ikut duduk di bale bambu.y papi tanya juga di bilang keppo
"Bagaimana rencanamu menghadapi Codet Nis? Dia tidak akan berhenti sampai mendapatkan Ratna." kata Pak Shomad.
"Anis gak tahu harus bagaimana lagi Mang. Anis takut Codet akan mencelakakan Emak dan yang lainnya kalau Ratna tidak diserahkan ke Codet." kata Anis, menunduk gelisah.
"Ratna mau ikut Pak Codet. Biar semuanya selamat." kata Ratna yang tiba tiba muncul dari pintu dapur. Rupanya dia mendengar pembicaraan kami.
Kami semua terdiam dengan pikiran kami masing masing. Mata kami semua tertuju ke arah Ratna, gadis belia yang seharusnya menikmati masa mudanya. Tapi sekarang justru dia harus mengambil keputusan yang tidak diinginkannya. Ratna memeluk Anis yang menahan tangisnya. Akhirnya setelah melawati perdebatan panjang kami menerima keputusan Ratna. Yang paling terpukul tentu saja Anis, dia menangisi nasibnya harus berpisah dengan anaknya. Setelah dapat menenangkan diri, Anis menelpon Codet agar menjemput Ratna di Cirebon. Tapi dasar licik, Codet hanya mengirim anak buahnya menjemput Ratna. Kalau saja dia yang datang sendiri, mungkin persoalannya akan selesai, karena Pak Shomad sudah menyiapkan penyambutan istimewa untuk Codet.

Seyelah kepergian Ratna. Kami duduk berkumpul di ruang keluarga. Rumah sebesar ini hanya diisi berdua berdua Pak Shomad dan istrinya serta 2 orang pembantu sepasang suami istri setengah baya. Sedangkan Pak Shomad dan Bi Darsih tidak mempunyai anak.
"Jang Bapak tahu apa yang kamu lakukakan semalam dengan Anis. Perbuatan zina dan Bapak akan sebagai penghinaan. " kata Pak Shomad membuatku malu dan merasa bersalah.
"Tapi karena Anis sudah Bapak anggap sebagai anak Bapak maafin kamu kali ini. Tapi dengan sarat, kamu harus menikahi Anis. Tidak perlu nikah kantor dengan sarat berbelit belit. Cukup nikah sirih. Kalau kamu menolak, itu artinya kamu sudah benar benar mencoreng wajah kami." ucapan yang tegas dan mengandung ancaman.
Tak ada pilihan lagi buatku menolak berarti aku akan mendapatkan celaka. Penyambutan istimewa yang dipersiapkan untuk Codet akan diberikan kepadaku. Menerimannya adalah pilihan terbaik saat ini artinya aku mendapatkan sekutu yang sewaktu waktu bisa membantuku dalam rencana balas dendam ke si Codet. Akhirnya aku menyanggupi menikahi Anis. Hanya Nikah siri dan Anis bisa tetap tinggal di sini seperti yang diinginkan Pak Shomad dan Bi Darsih.

Ternyata Pak Shomad benar benar orang paling berpengaruh, begitu aku menyanggupinya malam ini juga aku akan menikah dengan Anis. Semua persiapan segera dilakukan termasuk menghubungi penghulu yang masih saudara sepupu Pak Shomad dan makanan untuk selamatan dipesan dari warung Padang sebanyak 100 bungkus. Pernikahan yang terjadi tanpa rencana, bahkan pakaian yang aku kenakan saat ijab kabul adalah pinjaman. Kalau diperhatikan baju yang aku pakai tampak kebesaran, untung saja pecinya pas. Coba kalau kebesaran, aku pasti terlihat seperti orang tolol. Sementara Anis memakai kebaya warna putih membuatnya terlihat semakin cantik dengan riasan sederhana. Rambutnya yang panjang digulung sehingga lehernya yang jenjang terlihat indah. Semuanya berlangsung cepat dan sekarang Anis sudah menjadi istriku. Aneh rasanya tiba tiba aku menikahi bekas selingkuhan ayahku sendiri. Orang yang sudah mencampurkan racun ke dalam minuman ayahku. Apakah ini yang dibilang karma? Sehingga aku harus menanggung perbuatan ayahku. Entahlah dan aku malas berpikir selain menjalani semuanya. Sekarang aku pindah ke kamar yang semalam di tempati oleh Anis dan anaknya Ratna. Dengan ranjang besi yang sudah jarang ditemui jaman sekarang.

Sekarang malam Jumat Kliwon, seharusnya malam ini adalah malam terakhir aku di Gunung Kemukus dengan Bi Narsih, tapi sekarang malah jadi malam pernikahan dan malam pertamaku sebagai pengantin baru. Hidupku benar benar sulit diterka. Semuanya berjalan begitu cepat. Berubah tanpa bisa aku cegah.
"Kok ngelamun A? Aa nyesel nikah sama Anis yang lebih tua?" tanya Anis menatapku lembut.
"Gak cuma aneh aja tiba tiba Anis jadi istriku. Padahal aku sudah punya istri." kataku menatap Anis yang sudah mengganti kebaya yang dipakainya dengan baju tidur tipis dan transparan sehingga puting teteknya samar samar terlihat.
Anis tersenyum lalu mencium bibirku dengan mesra, aku membalasnya dengan sepenuh hati. Kami berciuman cukup lama sambil tanganku meremas dadanya dengan lembut. Walau usianya sudah 33 tahun, dadanya masih keras.
"Nis hari Sabtu pagi pagi aku harus sudah sampe rumah. Kamu ngertikan ?" tanyaku sambil mengusap pipi Anis yang halus.
"Iya A. Anis ngerti, bisa nikah dengan Aa aja Anis sudah bahagia. Anis tinggal di sini sampai semuanya aman." kata Anis sambil membuka kancing baju kemejaku. Seperti seorang ibu yang membuka baju anakknya.

Kembali kami berciuman mesra, lalu Anis menciumi leherku terus menyusur ke dadaku, lidahnya lincah menggelitik putingku yang sensitif. Nafsu bangkit kontolku terbangun dari tidurnya yang lelap. Aku menarik baju tidur Anis lepas lewat kepala, tubuhnya kini bugil begitu sexy dan sedikit lebih langsing dibandingkan saat bertemu di Gunung Kemukus. Aku meraih dadanya yang sekal. Kuciumi permukaanya yang berkulit halus sehingga urat uratnya yang biru terlihat. Lalu hingga diputingnya yang sudah mengeras. Kuhisap dengan lembut membuat Anis mendesis nikmat. Tanganku meraba memeknya yang sudah basah, kupermainkan itilnya dengan gemas.
"Aa memek Anis jangan dikobel." kata Anis sambil menatik tanganku dari memeknya.
"Kenapa?" tanyaku heran.
"Gak suka aja. Kalau memek Anis dijilatin Anis suka." kata Anis sambil mencium pipiku.
Aku segera menarik Anis terlentang, kakinya langsung mengangkang tanpa Aku suruh. Aku segera merunduk menciumi memeknya yang berbau lembut. Memek yang terawat dan rajin dicukur jembutnya. Aku membuka belahan memeknya sehingga bagian dalamnya yang berwarna merah dan berlendir terlihat jelas. Aku menjulurkan lidahku menjilatinya dengan lembut.
"Aa ennnnak banget...." Anis memegang kepalaku yang berada di selangkangannya.

Setelah puas menjilati memeknya aku merangkak di atas tubuhnya yang indah, Anis menuntun kontolku tepat di pintu masuk memeknya. Dengan mudah kontolku menerobos masuk memeknya yang sudah sangat basah. Aku mulai memompanya dengan pelan tak perlu terburu dan takut diketahui orang sedang ngentot. Sekarang wanita yang aku entot adalah istriku. Entah aku beruntung atau tidak, bisa mempunyai dua orang istri yang sama sama cantik. Istri pertamaku seusia diriku dan yang ke dua sebelas tahun lebih tua dariku.
"A ennnak banget kontol Aa. Sampe mentok. Anis lagi subur sekarang, mudah mudahan langsung jadi ya A.." kata Anis sambil menggerakkan pinggulnya menyambut hujaman kontolku.
Aku semakin mempercepat kocokan kontolku di memek istriku sambil menghisap susunya yang sekal dan indah hingga akhirnya Anis menyerah terhempas oleh badai kenikmatan.
"A Anissssss kelllluarrrrr... Ennnnak banget kontol Aa." Anis memeluk erat tubuhku, tubuhnya sendiri mengejang mendapatkan orgasme pertamanya.
Setelah orgasmenya reda, Anis memintaku berganti posisi, dia ingin di atas. Aku bangkit dari atas tubuhnya dan berbaring disampingnya. Kemudian Anis membungkuk dan menjilati kontolku yang berlumuran lendir memeknya. Lalu kontolku dimasukkan ke mulutnya. Dihisapnya dengan bernafsu membuatku menggelinjang nikmat.

Setelah puas mengulum kontolku, Anis berjongkok di atas kontolku perlahan kontolku menerobos memeknya dengan mudah. Wajahnya nampak meringis merasakan kontolku yang menembus memeknya hingga dasarnya. Setelah kontolku amblas di memeknya, Anis menindihku sambil menggerakkan pinggulnya memompa kontolku.
"A kontol Aa benar benar enak. " kata Anis sambil menciumi Bibirku sementara pinggulnya memompa kontolku dengan cepat.
Aku meremas pantat Anis yang bulat dan berisi ikut membantunya bergerak memompa kontolku dengan kencang dan bertenaga hingga mengeluarkan bunyi keciplak yang merdu.
"A anis kelluar lagiiii." Anis mengedutkan pantatnya menyambut orgasme yang kembali melandanya. Memeknya berkontraksi meremas kontolku dengan keras, seperti vacum memberikan efek menyedot yang nikmat.
"Enak ya Sayang?" kataku sambil meremas pantatnya yang sekal.
"Ennnnak banget, A. Rasanya belum pernah Anis mendapatkan kenikmatan seperti ini. Aa ngentotnya gak kasar." kata Anis kembali mencium bibirku dengan mesra.

Tanganku menngerakkan pantat Anis naik turun memompa kontolku dengan lembut. Kubiarkan istriku tetap menindihku memberikan rasa hangat di udara yang dingin. Perlahan Anis ikut menggoyangkan pinggulnya naik turun memompa kontolku dengan sedikit lebih cepat dan semakin cepat.
"Memek Anis ennnnak banget." kataku sambil mengelus kulit punggungnya yang halus.
"Anis bahagia bisa nikah dengan orang yang Anis cintai A." kata Anis semakin cepat saja memompa kontolku.
Hingga ahirnya aku tidak mampu menahan orgasmeku lebih lama lagi.
"Nissss akuuuu kelllluarrrrr...."" aku mengangkat pinggulku dibarengi kontolku yang menyemburkan pejuh ke mulut rahimnya.
"Annnnissss juga A. ...." Anis menekan pinggulnya sehingga kontolku terbenam semakin dalam di lobang memeknya yang berkedut meremas kontolku.
Setelah sisa sisa orgasme hilang, Anis bangkit dari atas tubuhku dan merebahkan tubuhnya disampingku. Kepalanya bersandar di dadaku sambil memelukku.

Hari Sabtu aku bangun jam 3 pagi, kata Pak Shomad sudah ada bis ke Bogor. Bisa nyetop Bis dari Semarang yang ke Bogor. Untungnya aku tidak menunggu lama. Jam 8 aku sudah sampai Bogor. Tidak sampai 30 menit aku sudah berada di depan rumah. Ningsih yang sedang beli sayur di tukang sayur keliling berteriak girang melihatku datang.
"Aa...!" Ningsih mencium tanganku lalu memelukku.
Pelukannya dilepas begitu mendengar suara tukang sayur berdehem. Wajahnya langsung bersemu merah. Ningsih buru buru membayar sayuran yang dibelinya lalu menarikku masuk rumah. Sepi, aku tidak melihat Lilis. Seperti mengerti apa yang aku pikirkan, Ningsih mengetuk pintu kamar, Lilis.
"Teh A Ujang sudah pulang" kata Ningsih memanggil, Lilis.
Tidak lama pintu terbuka. Wajjah Lilis terlihat sembab seperti habis menangis. Lilis menghampiriku dan mencium tanganku. Lalu Lilis memelukku dan langsung menangis dipelukanku.
Aku heran kenapa Lilis menangis seperti ini? Aku menoleh ke arah Ningsih yang hanya menggeleng dan memberiku isyarat agar bertanya langsung ke Lilis.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger