Home » » Ritual Sex di Gunung Kemukus 3

Ritual Sex di Gunung Kemukus 3


Bandar Taruhan - Keesokan harinya, Pak Budi dan Mbak Wati sudah bersiap siap akan pulang terlebih dahulu ke Bogor. Sedang aku dan Lilis akan tetap melakukan ritual di Gunung Kemukus hingga hari Jumat Kliwon atau seminggu, lagi. Setelah smuanya, siap. Kami mengantar Pak Budi ke pintu keluar kawasan Gunung Kemukus. Pak Budi memilih naik perahu dari pada naek ojek langsung ke Barong, tempat menunggu bis jurusan, Solo. Dari Solo rencanya Pak Budi dan Mbak Wati akan naik bis ke Bogor. Setelah Pak Budi dan Mbak Wati naik perahu, aku dan Lilis jalan jalan berkeliling kawasan Gunung Kemukus. Seperti sepasang kekasih, kami berjalan sambil bergandengan tangan. Senyum bahagia, terus terlihat di bibir, Lilis. Seolah olah semua penderitaannya selama menikah, hilang tidak berbekas.

"Jang, kita jalan jalan ke Solo, yuk ? Lilis juga pengen ke jogja, ke pantai Parang Tritis. Selama ini Lilis belum pernah ke mana mana. Paling juga ke Jakarta, Pelabuhan Ratu" kata Lilis.
"Loh, katanya kita mau di sini sampai hari, Jumat Kliwon ?" tanyaku heran dengan perubahan rencana yang begitu tiba tiba.
"Iya, nanti Malam Jum'at Kliwon kita ke sini, lagi. Mau ya, Jang.?" kata Lilis, tangannya merangkul leherku. Matanya menatapku, memohon agar keinginannya dikabulkan.
"Iya, " aku menyanggupinya.
Yang punya uangkan, Lilis. Aku ke sini awalnya semua biaya ditanggung, Mbak Wati, lalu rencana berubah, sekarang semua biaya ditanggung, Lilis. Jadi tidak ada alasan buatku, menolak. Lilis yang jadi bosnya, sekarang.

Kamipun kembali ke tempat menginap, kulihat ada seorang gadis cantik yang sedang, makan. Kulitnya kuning langsat, rambutnya panjang sebahu. Tubuhnya yang agak gemuk, tidak mengurangi kecantikannya.
"Ningsih, !" Lilis mengucapkan nama itu dengan bibir, bergetar. Tangannya mengenggam tanganku dengan, keras.
"Teh li....Liss!" gadis itu tak kalah terkejut melihat Lilis. Wajahnya langsung pucat.
Lilis dengan cepat bisa mengendalikan keterkejutannya. Dia duduk di hadapan gadis cantik yang dipanggilnya Ningsih. Ningsih menunduk gelisah menghindari tatapan mata Lilis yang tajam.
"Sama siapa kamu, datang? Dari kapan ?" tanya, Lilis. "Ini Ningsih, jang. Adik kandungku dari Garut." Lilis menerangkan kepadaku.
"Sendiri, Teh. Ningsih baru sampe. Teh Lilis, kok ada di sini ?" tanya Ningsih, matanya melirik ke arahku, seakan bertanya, siapa dia?
"Ya, sudah kamu habisin dulu makannya. Teteh mau ngobrol sama kamu." Ningsih menjawab dengan anggukan kepala.

Selesai makan, Lilis mengajak Ningsih ke pinggir waduk, dekat Sendang Ontrowulan. Lilis sengaja memilih tempat yang sepi untuk mengintrogasi Ningsih. Aku yang merasa sebagai orang luar duduk di tempat agak jauh agar mereka bisa bicara tanpa terganggu. Ningsih, tidak kalah cantik dibanding Lilis. Pipi cubynya diperindah sepasang lesung pipit saat dia tersenyum maupun tertawa. Rambutnya bergelombang seperti Lilis, panjang sebahu. Tubuhnya agak gemuk, tidak segemuk Mbak Wati. Montok, kata orang Sunda.
"Jang ke sini. Jangan bengong sendiri nanti kesambet." Lilis memanggilku yang asing melamun sambil bersandar di pohon.
"Iya !" ujarku, bangkit menghampiri mereka yang tampaknya sudah selesai berbicara urusan pribadi.
"Jang, Ningsih ke sini mau ritual buang sial. Ningsih sudah 3x mau, nikah. Tapi setiap sudah dilamar, calon suami Ningsih meninggal tidak wajar. Yang pertama meninggal karna kecelakaan, ke 2 meninggal digigit ular dan yang ke 3 meninggal hanyut di sungai waktu mancing. 2 minggu yang lalu, Ningsih bermimpi didatangin kakek kakek yang menyuruhnya ritual di Gunung Kemukus, buat buang sial." kata Lilis, menerangkan panjang lebar.
"Och, begitu, Lis. Kok Ningsih datang sendiri, gak bawa, pasangan ?" aku menatap Ningsih dengan, iba. Gadis secantik itu ternyata bernasib, malang.
"Nah itu persoalannya, Jang. Ningsih belum punya pasangan. Rencananya Ningsih mau nyari pasangan, di sini. Tapi Lilis larang. Kan laki laki yang ke sini pasti sudah sering berganti ganti, pasangan. Pasti mereka sudah sering main sama PSK. Lilis gak mau Ningsih kena penyakit kelamin gara gara ngentot sama cowok, sembarangan." Lilis berhenti bicara, menatap Ningsih yang menunduk malu. "Untung Ningsih bertemu kita, kalau tidak, dia pasti udah dijerumusin jadi PSK, di sini. Kemaren aja Lilis ditawarin tinggal di sini sama, Ibu Warung. Dia pikir, Lilis kekurangan, uang. Lilis ritual biar bisa hamil. Bukan pengen kaya." Lilis nyerocos panjang lebar.
"Terus, bagaimana, Lis ?" tanyaku.
"Lilis mau, Ningsih ritual sama, Ujang.'

Aku benar benar kaget mendengar jawaban, Lilis. Ritual dengan Ningsih artinya ngentot dengan gadis cantik bertubuh montok. Siapa yang tidak mau ? Apalagi bentuk tubuh Ningsih sangat aku suka. Ini mimpi, atau nyata?
" Terus, Lilis nerusin ritualnya sama, siapa? " tanyaku dengan suara bergetar.
"Ya, sama, Ujanglah. Kita ritualnya bertiga." kata, Lilis. Lugas.
"Eh, iiiiya. " kataku, gugup. Kulihat Ningsih menunduk malu. Tangannya mempermainkan rumput.
"Ya udah, Jang. Ning, kamu mandi di sendang Ontrowulan sama Ujang. Abis mandi kita ziarah ke makam Pangeran Samudra." Lilis bangkit mengajak kami ke Sendang Ontrowulan.
"Ningsih, gak bawa, Teh." kata Ningsih.
"Gak, apa apa.."
Di sendang, Lilis membeli kembang buat mandi. Karna para peziarah sudah pada pulang, jadi sendang kembali, sepi. Kami tidak perlu antri untuk mandi atau sekedar mengambil air Sendang.
"Ning, buka baju kamu." perintah Lilis, saat melihat Ningsih ragu ragu.
"Malu, teh." kata Ningsih. Tangannya mengangkat kausnya perlahan sambil melirikku.
"Gak usah, malu. Kan niat kamu datang ke sini mau ritual buat buang kesialan. Bentar lagi juga, Ujang bukan cuma liat kamu telanjang, tapi juga ngentotin memek kamu." kata Lilis vulgar.

Aku pura pura menimba air dari sendang Ontrowulan, kutumpahkan ke ember yang sudah diisi kembang, hingga terisi penuh.
"Jang, liat ! Memek Ningsih gak ada bulunya. Kan kamu paling suka memek gundul." kata Lilis, membuatku risih. "Ning, kamu rajin cukur, jembut y ?" tanya Lilis ke Ningsih yang semakin menunduk malu.
"Emang gak ada bulunya Teh. Gak tau kenapa memek Ningsih gak tumbuh bulu."
Aku pura pura tidak mendengar obrolan Lilis dan Ningsih, segera kubuka pakaianku hingga, bugil. Tak bisa kupungkiri, melihat tubuh bugil Ningsih yang montok, membuat kontolku, ngaceng. Apa lagi toket Ningsih ternyata besar, lebih besar dari toket Lilis.
"Ich,!" Ningsih menutup wajahnya saat melihat kontolku yang mengacung gagah.
"Kenapa, Ning? Kontol Ujang, gede, ya? Ya sudah. Buruan mandi.!" kata Lilis.

Selesai mandi, kami naik ke bansal Sinyoyuri, tempat Pangeran Samudra dimakamkan. Suasana bangsal Sonyoyuri mulai sepi. Jadi kami tidak perlu antri untuk berziarah. Kami bisa berziarah dengan khusuk. Tidak perlu berebutan mengambil kembang kantil di makam. Konon katanya, kembang kantil yang kita beli, lalu kita taburkan di atas makam, kita ambil lagi kembang kantilnya sebagai zimat pesugihan dan bisa membawa keberuntungan.
"Ini Ning. Taruh di dompet buat zimat." aku memberikan sepasang kembang kantil yang kami taburkan di atas makam.
"Buat penangkal kesialan kamu Ning." kata Lilis menyambung ucapanku.
Selesai berziarah, Lilis mengajak kami masuk ke dalam bangunan di samping Bangsal Sonyouri. Lilis ingin tahu ada apa di dalamnya. Di dalam bangunan yang cukup luas, ada beberapa makam. Tempat ini biasa digunakan untuk beristirahat para peziarah. Aku merebahkan tubuhku dengan berbantalkan tembok makam. Sedang Lilis dan Ningsih duduk di sampingku. Mereka asik ngobrol. Aku hanya mendengarkan sambil rebahan.

"Kemarin dari solo, Ningsih nyasar ke Sragen. Soalnya Lilis malu nanya ke orang. Dari majalah Misteri yang Ningsih baca, Gunung Kemukus adanya di Sragen. Pas sampe sragen, ternyata Ningsih, nyasar. Ahirnya Ningsih nginep di hotel. Pagi pagi, dari Sragen, Ningsih naik bis kecil ke Gemolong. Dari Gemolong baru ke sini. " Ningsih mencerikan kenapa dia bukan pada malam Jum'at Pon.
"Untung kamu nyasar dulu ke Sragen. Coba kalo kamu datengnya kemarin, belum tentu kita ketemu di sini. Bisa diperkosa kamu sama cowok mesum. Ya, sudah. Mumpung masih jam 13.15, masih Jum'at Pon, kita ke kamar buat ritual." ajak Lilis.
"Teh, Ningsih takut.!" Ningsih memegang tangan, Lilis.
"Takut kenapa, Ning? " tanya Lilis, bingung.
"Ningsih masih....perawan, Teh ." terdengar suara Ningsih berbisk.
"Iya, kan Ningsih udah bilang ke Teteh tadi. Inikan buat ngebuang kesialan Ningsih. Biar Ningsih bisa punya suami." Lilis merangkul pundak adiknya, berjalan keluar bangunan makam. Aku berjalan mengikuti, mereka.

Di kamar, Lilis menata sesajen yang dipesannya dari ibu warung. Lilis menatap Ningsih yang hanya tertunduk. Aku yang sudah mengerti apa yang harus dilakukan, segera membuka pakaianku hingga bugil.
"Buka bajunya, Ning ! Kamu harus bersemedi dan berdoa agar semua hajatmu terkabul dalam keadaan telanjang bulat. Kamu dan Ujang harus berhadapan dalam keadaan telanjang." Lilis menerintahkan Ningsih buka baju.
Agak ragu Ningsih membuka seluruh pakaiannya. Tanganya menutup toket dan memeknya. Wajahnya bersemu merah, menahan malu.
"Teteh di sini? " tanyanya ke Lilis yang tersenyum melihatnya. Lilis hanya mengannguk.
Dengan arahan dari Lilis Ningsih bersila menghadapku. Tangan kami saling berpegangan. Lilis mulai membaca mantra yang harus kami ikuti.
"Jang, Ngentotnya pelan pelan, y ! Ningsih masih perawan, Jang"
Aku mencium bibir Ningsih yang mungil dengan lembut. Bibir Ningsih tertutup rapat tidak merespon ciumanku. Kudorong tubuh Ningsih agar rebah telentang. Kujilati lehernya yang jenjang. Kuremas toketnya yang besar dengan lembut. Pentilnya kujilat jilat dengan lembut lalu kuhisap perlahan nembuat tubuhnya menggelinjang.
"Ujang geliiii, tapi enak." erang Ningsih.

Terus kuhisap putingnya sambil kuremas remas toket sebelahnya lagi. Bosan dengan toketnya aku beralih ke selangkanganya, kulebarkan paha Ningsih agar mengangkang memek Ningsih ternyata benar benar tidak berbulu. Bentuknya tembe dan memanjang indah. Warnanya sama dengan memek Lilis pink.  Kubenamkan wajahku ke memeknya kujilati itilnya, kadang kuhisap hisap dengan keras. Inikah memek perawan yang sebentar lagi kuentot. Masih kering entah karna tegang atau malu. Kubuka belahan memeknya, lobangnya masih kecil sebesar jari bayi, beda dengan memek Lilis dan Mbak Wati, yang lobangnya besar.
"Ammmmpun, memek Ningsih diapain, Jang ?" Ningsih mulai keenakan memeknya mulai basah saat aku membuka memeknya dan menjilati lobangnya.
Lamanya juga aku berusaha merangsang birahi Ningsih dengan cara menjilati memeknya, membuat tubuh Ningsih menggelinjang dan mengeliat tanganya menjambak rambutku. Memeknya semakin basah dan aromanya semakin tajam.

"Jaaaaang, Ningsih enak banget. Aduhhhh, memek Ningsih baru dijilat udah enak apa lagi dientot....! Udah Jang masukin, Jang." kata Ningsih yang dilanda kenikmatan.
Akupun segera merangkak diatas tubuh, Ningsih tiba tiba Lilis memegang kontolku dari belakang dan mengarahkannya ke lobang memek Ningsih.
"Masukinnya pelan pelan Jang." Lilis memberi perintah.
Aku mulai menekan kontolku perlahan lahan lalu menariknya, begitu berulang ulang agar memeknya terbiasa dengan benda asing yang akan segera merobek selaput daranya. Makin lama kontolku makin dalam masuk memeknya hingga ahirnya kontolku masuk seluruhnya ke memek Ningsih.
"Aduh, jang. Sakiiiit, " rintih Ningsih saat kontolku merobek selaput daranya dengan sukses.
Perlahan lahan.kuangkat kontolku dan kembali kutekan masuk kembali. Begitu berulang ulang. Agar memek Ningsih terbiasa dengan kehadiran kontolku dan mengurangi rasa sakit karna selaput daranya robek.
"Teh Lilis memek Ningsih sakit tapi enak. " erang Ningsih.
Jepitan memek perawan memang beda atau mungkin sensasinya yang berbeda. Kontolku rasanya seperti dipijit pijit gesekan kontolku dengan dinding memek Ningsih mampu membuatku merinding nikmat.

"Ningsih memek kamu ennnnnnnak banget."
"Ya enaklah Jang. Memek Ningsih kan abis kamu perawanin. Masih ngegigit." kudengar suara Lilis bergetar cemburu.
"Aduhhhh ko sekarang gak sakit lagi. Sekarang memek Ningsih, jadi ennnnnak, Teh"
Aku merasa puncak kenikmatanku semakin dekat. Sekuat tenaga aku berusaha bertahan agar tidak keluar duluan. Perjuanganku tidak sia sia tubuh Ningsih tiba tiba mengejang tangannya memelukku erat.
"Jang Ningsih mauuuuuu pipissssss. Ga tahannnnnnnn. Ennnnnnnak." teriaknya tertahan.
Kurasakan memek Ningsih berkedut kedut seperti vacuum yang menyedot kontolku aku menyerah, kontolku menembakkan pejuh ke memek Ningsih.
Setelah selesai Ritual Gunung Kemukus, kami mengantar Ningsih pulang ke Garut, hanya sampai terminal. Lilis takut kalau Ningsih nyasar lagi ke tempat lain. Sampai Garut jam 7 pagi kami langsung naik bis ke bogor sampai bogor jam 14.30. Sampe Ciawi kami berpisah. Lilis naek angkot lebih dulu pulang ke rumahnya. Sedangkan aku berencana mampir dulu ke rumah bibiku adik ibuku yang tinggal di bogor juga. Tidak jauh dari tempatku tinggal dan bekerja.

Untuk ukuran desaku Bi Narsih sudah bisa dibilang sukses. Suaminya punya Kios di Pasar Bogor. Usia Bi Narsih juga masih muda, 37 tahun, beda 4 tahun dengan ibuku. Bi Narsih punya 2 orang anak wanita. Yang pertama Desy sudah kelas 12 SMU dan yang ke 2 Dinda kelas 9 SMP. Aku cukup akrab dengan keluarga bi Narsih.
"Assalam mu'alaikum!" aku mengucapkan salam di depan pintu rumah yang tertutup.
"Wa'alaikum salam." terdengar jawaban dari dalam. Suara Bi Narsih aku kenal suaranya. "Ujang, masuk. Kebetulan, Bibi ada perlu sama kamu." kata Bi Narsih.
"Kok sepi, Bi ? Pada ke mana ?" tanyaku melihat keadaan rumah yang sepi. Biasanya jam segini Desy dan Dinda sedang nonton TV.
"Si Desy lagi ke rumah temannya pulang jam 7, kalo Dinda lagi ke rumah neneknya." jawab Bi Narsih.
Di usia 37 Bi Narsih masih terlihat menarik dan matang. Wajahnya bisa dibilang cantik. Apalagi bibirnya yang tipis sangat sensual dan matanya yang terlihat genit walau hidupnya pesek. Tapi secara keseluruhan Bi Narsih cantik. Tubuhnya masih langsing, perutnya rata serasi dengan payudaranya yang bulat, berukuran sedang. Kegemaran Bi Narsih yang selalu mengenakan baju ketat, membuat mata setiap lelaki pasti akan tergiur melihatnya. Apalagi kali melihat pantatnya yang besar dan bulat.

"Jang, kamu jangan bilang bilang Mamang, kita ketemu di Gunung Kemukus !" kata bi Narsih membuatku terkejut.
Aku bertemu dengan Bi Narsih di Gunung Kemukus ? Aku berusaha mengingatnya. Ya, memang aku melihat seorang wanita berjilbab saat di Warung tempatku menginap. Wajahnya memang mirip dengan Bi Narsih. Tapi wanita itu berjilbab dan aku belum pernah melihat Bi Narsih pakai jilbab dan baju muslim. Yang kutahu ke manapun Bi Narsih pergi, dia selalu memakai celana panjang ketat dan kaos ketat yang mempertontonkan keindahan tubuhnya. Kucoba coba mengingatnya kembali sementara Bi Narsih ke dapur membuatkan kopi. Ya aku melihat wanita berjilbab itu duduk di hadapanku, menunduk, gelisah. Kami sempat bertukar senyum tanpa bicara, karna kuanggap wanita itu hanya mirip Bi Narsih. Bahkan saat kami berpapasan di kamar mandi wanita itu hanya tertunduk dan sempat memegang pergelangan tanganku tanpa bicara. Aku baru sadar ternyata wanita itu benar benar Bi Narsih, dia menginap di samping kamarku. Suaranya ya itu benar benar suara Bi Narsih yang sedang merintih digenjot pria, selingkuhannya.

Saat menyadarinya jantungku berdegub sangat kencang. Dunia ini benar benar sempit, di tempat yang jauh dari bogor, aku bertemu Bi Narsih, adik ibuku.
"Janji ya, Jang !" suara Bi Narsih mengagetkanku. Tiba tiba Bi Narsih sudah datang membawa segelas kopi, untukku
"Iiiiya, Bi, Ujang janji." kataku setelah rasa terkejutku hilang.
"Cewek yang sama kamu cantik, Jang. Namanya siapa ? Orang mana? " bi Narsih mulai bertanya. Atau mungkin sedang mengintrogasi aku.
"Lilis rumahnya deket tempat tinggalku." kataku.
"Bibi menurut kamu masih cantik gak ?" kata Bi Narsih tangannya meraih daguku, menggerakkan wajahku agar menatap wajahnya.
"Bibi juga masih cantik kan mamah gaul, " kataku menirukan kalimat ibuku. Aku terkejut saat Bi Narsih tiba tiba mencium bibirku dengan rakus.
"Mulut Ujang harus disumpal buar gak cerita cerita ke orang kita ketemu di Gunung Kemukus." kata Bi Narsih kembali di mencium bibirku.

Mendapat perlakuan seperti itu menbuatku jadi kurang ajar. Tanganku meremas toket Bi Narsih tidak ada penolakan darinya. Justru ciuman Bi Narsih semakin hot lidahnya masuk mulutku seperti ular yang bergerak menjilat jilat lidahku.
"Ponakan Bibi udah berani kurang ajar ngeremes toket Bibi." kata Bi Narsih, menggodaku. "kamu benar benar harus dikasih pelajaran y! " bi Narsih tersenyum genit melihatku yang terus meremas toketnya.
"Pelajaran apa Bi?" kataku yang semakin berani kurang ajar pada Bibiku.
"Kontol kamu harus digigit." Bi Narsih berjongkok di depanku.
Dengan lincah tangannya melepaskan ikat pinggabg dan kancing celanaku. Aku mengangkat pinggulku saat Bi Narsih menarik celanaku ke bawah. Twing, kontolku terlepas dari sangkarnya. Mengacung tegak dan perkasa.
"Wow Jang. Gede banget. Bisa dower memek bibi dientot kontol kamu." Bi Narsih langsung melahap kontolku diemut emutnya kepala kontolku dan batangnya dikocok kocok pelan.
Bi Narsih ternyata sangat pintar memperlakukan kontol. Dia begitu memanjakan kontolku seperti pemain bokep yang sering kutonton bersama teman temanku.

" Bi enak banget sepingannya. Uhhhhh. Gantian, Bi. Ujang pengen jilatin memek Bi Narsih. "
"Jangan kurang ajar Jang. Masa memek bibi sendiri mau dijilatin. Kapan kapan aja kalo mau jilatin memek bibi kalo sekarang takut keburu ada yang pulang." jawab Bi Narsih sambil bangkit berdiri. Diturunkannya celana leging dan celana dalamnya sampai paha. Bi narsih menungging membelakangiku kontolku di paskan ke lobang memeknya. Blessss kontolku masuk memek Bi Narsih.
"Aduhhhhh, Jang. Kontol kamu gede banget. Daser ponakan gak sopan memek bibi sendiri disodok." dengan posisi membelakangiku. Pantat Bi Narsih bergerak turun naik mengocok kontolku dengan cepat.
"Memek Bi Narsih, ennnnak banget.." kataku. Tanganku melingkar di pinggangnya jariku menggosolk gosok itilnya membuat Bi Narsih histeris keenakan. Goyangan pinggulnya semakin cepat dan liar mengocok ngocok kontolku.
"Gila Jang. Kontol kamu sampe mentok memek Bibi. "
Benar benar gila apa yang aku lakukan, ngentot dengan bibi kandung sendiri. Ternyata efek dari Ritual Gunung Kemukus menbuatku bisa menyetubuhi bibikku sendiri, yang selama ini sudah banyak membantu kehidupan keluargaku. Ini namanya AIR SUSU DIBALAS AIR PEJUH.

"Jang.....bibiiiiii mauuu kellllluar, aduhhhhhhhh kontol ennnnnnak...." tubuh Bi Narsih mengejang, menyambut orgasmenya. Nafasnya tersengal sengal.
Setelah orgasmenya reda. Bi Narsih bangun dan duduk di sofa. Dia membuka celananya lepas dari tubuhnya. Pahanya nengangkang, sehingga aku dapat melihat dengan jelas memek Bi Narsih yang menganga sehingga lobangnya terlihat jembutnya lebat.
"Jang, buruan entot lagi memek bibi;" kata Bi Narsih tangannya menarik kontolku.
Aku segera bangkit, berdiri dengan dengkul. Bi Narsih mengarahkan kontolku ke pintu masuk memeknya yang hitam dan berjembut lebat. Perlahan aku mendorong kontolku masuk memek Bi Narsih hangat sekali memek Bi Narsih. Langsung aku tancap gas memompa memek Bi Narsih dengan cepat dan bertenaga membuat bibiku itu semakin histeris keenakan.
"Gila jang. Bibi bisa ketagihan kontol kamu. Gede banget mana keras." kata Bi Narsih, merem melek keenakan.
"Memek bibi juga, enak." kataku sambil terus mengocok memek Bi Narsih.

Setelah cukup lama memompa memek Bi Narsih Aku merasa puncak kenikmatan semakin dekat. Kontolku semakin sensitf.
"Bi Ujang mauuuu kelllluar."
"Keluaaaarin Jang. Bibi jugaaaaaaaa mauuuuu kelllluar. Aaaaaaa gila Jang. Bibi dientot ponakan, sendiri...."
Ahirnya pejuhkupun muncrat membanjiri memek Bi Narsih. Tubuhku mengejang dan bibirku mengeram nikmat.
"Jang bibiiiiii keluarrrrrrr ennnnnak." bi Narsih pun mengeram tubuhnya mengejang nikmat.
Hening setelah kami mencapai orgasme, hanya dengus nafas kami yang terdengar. Setelah agak lama aku mencabut kontolku dari memek Bi Narsih. Aku mengelap kontolku dengan tisu yang terletak di meja. Bi Narsih bangkit mengambil celananya dari lantai lalu ke kamar mandi. Aku duduk merenungkan apa yang baru saja terjadi, benar benar diluar akal sehat. Aku meminum kopi yang mulai dingin kunyalakan sebatang rokok. kulihat Bi Narsih keluar kamar mandi sudah mengenakan celananya lagi.
"Bibi, mau nyapu dulu Jang. Bentar lagi Pamanmu datang. Sudah jam 4. Kamu mandi sana badan kamu bau belum mandi." kata Bi Narsih sambil mencium pipiku.

"Kebetulan kamu datang Jang. Tadinya bibi kamu mau Mamang suruh nemuin kamu." kata Mang Karta yang tiba tiba sudah ada di dalam rumah. Aku segera mencium tangannya.
"Ada apa Mang !" tanyaku. Aku tidak berani menatap matanya ada perasaan bersalah, baru saja aku ngentot dengan istrinya. Padahal Mang Karta sangat baik padaku dan keluargaku.
"Mamang mandi dulu. Baru kita ngobrol." kata Mang Karta.
Selesai mandi, Mang Karta mengajakku ngobrol di teras rumah. Bi Narsih membuatkan 2 gelas kopi dan pisang goreng untuk kami.
"Mamang sudah pesen gerobak buat kamu jualan mi ayam. Dari pada kamu setoran sama orang. Kan lebih baik kamu jualan sendiri. Kamu bisa bawa Ibu kamu dan adik kamu tinggal di sini. Adik kamu si Kokom bisa bantu bantu masak di sini. Di kampung juga gak kerja. Si Limah tahun inikan masuk SMA kasian kalo gak diterusin. Siapa tau ada salah satu dari adik kamu yang sukses. Lagi pula kasian ibumu kali tinggal di kampung kerjaanya paling ngoret ( membersihkan rumput liar di kebon) kebon orang. Kamu cari kontrakan murah yang tahunan, mamang yang bayar jadi kamu bisa fokus merintis usaha jualan mi ayam kamu." kata Mang Karta, panjang lebar.

Aku terharu mendengar kebaikan Mang Karta, padahal tadi aku sudah menghianatinya.
"Iya Jang. Siapa tau kamu bisa sukses. Bibi sama Mamang udah rundingan masalah itu." kata Bi Narsih menyambung perkataan Mang Karta.
"Iya Mang. Ujang mau. Besok Ujang ngomong ke bos mau berhenti. " jawabku.
"Sekalian nyari kontrakan uangnya sudah mamang kasih ke bibi kamu." kata Mang Karta.
Melihat wajahku yang nampak keletihan dan beberapa x menguap Mang Karta menyuruhku istirahat di kamar atas.
Aku bangun jam 5.30 pagi. Gila, lama benar tidurku, dari jam 18.30. 11 jam, aku tidur. Tubuhku benar benar segar sekarang. Aku turun ke bawah dengan membawa handuk yang lembab karna tidak pernah dijemur selama 11 hari di Gunung Kemukus. Kulihat Bi Narsih di dapur sedang menggoreng pisang goreng untuk sarapan. Bi Narsih membalikkan tubuhnya ke belakang begitu menyadari kehadiranku yang asik memandangi pantatnya yang bulat.

"Sudah bangun Jang ? Enak amat tidur kamu. Bibi bangunin buat makan malam kamu tidak bangun." Bi Narsih tersenyum menatapku.
"Mang Karta mana Bi ?" tanyaku, sambil tersenyum malu.
"Sudah berangkat sehabis shalat shubuh tadi. Mandi sana. Mumpung si Dessy belom bangun. Desy kalo sudah di kamar mandi suka lama." kata Bi Narsih sambil meneruskan pekerjaannya.
Aku mengangguk masuk kamar mandi. Segar sekali saat air mengguyur badanku. Terbayang olehku selama di Gunung Kemukus aku selalu mandi bareng dengan Mbak Wati, Lilis dan juga Ningsih. Dari ketiga wanita itu, yang paling berkesan adalah Ningsih. Mungkin karena gadis itu sudah menyerahkan keperawanannya. Entah kapan aku bisa bertemu gadis itu lagi. Jarak terlalu jauh memisahkan kami. Gunung Kemukus yang sudah mempertemukan kami. Selesai nandi aku duduk di ruang keluarga. Sudah ada kopi dan pisang goreng terhidang di meja. Aku meminum kopi hitan khas bogor, kopi Liong Bulan kesukaanku. Nikmat sekali mataku semakin segar. Kunyalakan sebatang rokok kretek Mang Karta yang tertinggal di meja.

"A Ujang, kapan dateng ?" Tanya Desy yang baru bangun. Rambut panjangnya tampak acak acakan. Dalam keadaan bangun tidur, gadis itu terlihat manis.
"Kemaren sore jam 3, abis ngobrol sama bapakmu si Ujang langsung tidur baru bangun sekarang." Bi Narsih yang menjawab pertanyaan Desy. Sedangkan aku hanya tersenyum.
Jam 8 aku pamitan ke Bi Narsih mau ke rumah bos. Mau bilang aku berenti jualan. Sekalian ngambil beberapa barangku yang masih ada di sana.
"Sekalian nyari kontrakan Jang. Ini uang buat panjar." kata Bi Narsih.
"Makasih Bi." aku mencium tangan Bi Narsih.
Dari rumah Bi Narsih ke tempatku kalau naik angkot cuma sekali naik. Cuma jalannya muter. Kalo jalan kaki sekitar 2 KM bisa lewat jalan kampung. Ahirnya aku memilih buat jalan kaki melewati jalan kampung. Sekalian nyari nyari kontrakan. Lumayan juga jalan kaki ke tempatku. Beda kalau jalan kaki sambil jualan. 2 KM itu jarak yang pendek. Ahirnya sampai juga di rumah bos.

Di teras kulihat Bos sedang duduk sambil baca koran. Aku mengucapkan salam si bos menyuruhku duduk. Aku mengutaran keinginanku untuk berhenti karna mau jualan sendiri.
"Ya tidak apa apa. Mas Gatot juga sudah berhenti jualan. Katanya dia mau jualan Mi ayam dan baso di Kios pinggir jalan." kata bos. Aku pamit mau mengambil radio tape ku.
Di depan kontrakan Mas Gatot sedang mengangkati barang barangnya ke dalam gerobak. Rupanya mereka mau pimdah.
"Mas mau pindah ?" tanyaku.
"Iya Jang. Kapan kamu datang dari kampung?" tanya Mas Gatot.
"Kemaren Mas. Langsung ke rumah,Bibi. Aku berhenti jualan Mas. Mau jualan sendiri. Mas Gatot kata Bos mau jualan di Kios, ya?" tanyaku.
"Iya Jang. Temenku yang jualan di kios pulang kampung. Bapaknya meninggal dia mau nerusin usaha bapaknya penggilingan padi. Barang barangnya dijual ke aku separuh harga, kontrak kiosnya masih 6 bulan lagi Jang. Lumayan aku gak perlu ganti kontrak kiosnya. Tuhkan Wati pulang Ritual sama kamu langsung ada jalan." kata mas Gatot.

Aku mengangguk. Aku mengambil radio tapeku kumasukan ke dalam plastik hitam. Kemudian aku bantu Mas Gatot. Ternyata sudah selesai.
"Pindah ke mana Mas ?" tanyaku.
"Kontrakannya Pak Budi. Masih ada satu yang kosong Jang." kata Mas Gatot.
"Kontrakan Pak Budi kan gede Mas ? Kamarnya dua ya Mas ? Mahal ya Mas? " tanyaku.
" iya, kamar 2. Rencananya anakku yang SMP mau aku ajak tinggal di sini. Gak mahal Jang. Aku kan ngambil tahunan."
Mas Gatot mendorong gerobak berisi perabotan, aku mengiringnya sambil ngobrol. Kontrakan Pak Budi adanya di belakang rumah. Masuknya lewat samping rumah Pak Budi, ada jalan selebar 1,5 M. Ada 10 rumah berjajar milik Pak Budi. Di depan rumah Pak Budi kulihat Lilis sedang duduk di teras rumah sambil membaca tabloid wanita. Hatiku berdebar debar melihatnya lututku terasa gemetar. Cantik sekali wanita itu dengan balutan baju muslim berwarna biru kontras dengan kulitnya yang kuning langsat.

Aku sampai sekarang, tidak habis berpikir bagaimana bisa aku seorang penjual Mi Ayam, bisa menyetubuhi dan menggumuli semua bagian tubuhnya yang indah selama seminggu. Selama seminggu aku dengan bebas melihat tubuh bugilnya yang indah. Tidak ada bagian tubuhnya yang tertutup.
"Assalam mu'alaikum." aku mengucapkan salam ke Lilis yang tidak menyadari kehadiranku.
"Wa 'alaikum salam. Eh Ujang. Gak jualan Jang ?" Lilis, tersenyum menatapku. Senyum terindah yang pernah aku lihat.
"Iya teh" kataku.
"ini ada titipan dari Pak Budi.! Tunggu sebentar," Lilis masuk, tidak lama kemudian dia keluar lagi sambil memberikan amplop kepadaku.
"Eh, gak usah Teh." aku menolak pemberian amplop berisi uang seperti yang dijanjikan Pak Budi waktu di Gunung Kemukus. Bagaimana aku menerima amplop itu ? Aku bukan gigolo dan aku menikmati kebersamaanku dengan Lilis. Sesungguhnya aku yang paling beruntung selama di Gunung Kemukus dengan, Lilis.

"Saya ke sini cuma mau nanya. Kata Mas Gatot ada kontrakan kosong ? Saya mau ngontrak. Mau bawa ibu dan adik adik saya tinggal di Bogor." kataku panjang lebar.
"Oh gitu. Ada kontrakan kosong yang paling ujung. Terima ini dulu Jang. Gak enak kalo diliat orang nanti jadi fitnah!" Lilis tetap memaksaku menerima amplop uang itu, terpaksa aku menerimanya.
"Makasih Teh. Ini Teh sekalian saya panjerin kontrakannya ya !" aku memanjer kontrakan dengan uang pemberian Bi Narsih. Lilis menerima uang panjer dariku lalu memberikan kuncinya. Aku pamit mau bantu bantu Mas Gatot sambil liat bagian dalam rumah kontrakan.
Ternyata Mas Gatot sudah selesai memasukkan barang barangnya ke dalam rumah. Aku masuk ke dalam kontrakan Mas Gatot. Ternyata hampir semuanya sudah tertata rapi, nungkin karna barangnya sedikit.

"Cepet amat Mas? Sudah rapi aja." tanyaku ke mas Gatot. Tidak kulihat Mba Wati.
"Barangnya cuma sedikit Jang. Mulai pindahnya dari tadi malam." Mas Gatot menjelaskan.
"Eh, ada Ujang. Kapan datang?" Mbak Wati nuncul dari kamar hanya memakai baju you can see sehingga belahan toketnya yang besar terlihat.
"Baru Mbak. " jawabku.
"Mau ngopi apa nyusu Jang?" Mbak Wati menggodaku sambil meremas toketnya. Cuek saja, padahal ada Mas Gatot.
"Kopi dulu aja Dek. Habis ngopi baru nyusu. Hahaha. " kata Mas Gatot membuatku jengah dan malu.
"Toket istriku gede ya Jang ? Kamu puaskan nyusu di kemukus ?" Tanya Mas Gatot.
Aku hanya mengangguk. Sepertinya Mas Gatot tidak tahu kalau di Gunung Kemukus kami bertukar pasangan dengan Pak Budi dan Lilis. "Jujur, aku lebih nyaman ritual dengan Lilis dan Ningsih, ada sesuatu yabg berbeda. Mereka memperlakukanku seperti seorang kekasih. Beda dengan Mbak Wati yang liar dan binal hanya mencari kenikmatan sex semata."

Mbak Wati keluar dapur dengan 2 gelas kopi. Aroma kopi tercium membuatku rileks. Mba Wati meletakan kopi di lantai maklum gak ada meja dan kursi. Mbak Wati duduk di samping Mas Gatot nyender ke tembok sambil menyelonjorkan kakinya. Pahanya yang besar terlihat jelas karna Mbak Wati memakai rok lebar cuek roknya tersingkap ke atas atau sengaja mempertontonkan pahanya.
"Ngopi dulu Jang. Paha Wati gak usah diliatin mulu. Kamu belom puas ngentotin memek istriku Jang" tanya Mas Gatot, membuatku tersedak.
"Husss jangan digodain terus mas. Sana tutup pintu." Mbak Wati mencubit tangan Mas Gatot. "Cuek aj, Jang. Mas Gatot memang begitu. Baru pulang aja aku ditanyain macam macam. Kontol si Ujang gede gak ? Ujang ngentotnya tahan lama gak?. Kayaknya Mas Gatot malah seneng istrinya dientot orang. Mas Gatot malah nafsu ngebayangin aku dientot orang." Mbak Wati bercerita tentang sifat suaminya. Jujur aku gak begitu ngerti. Masa ada suami yang terangsang tau istrinya berhubungan sex dengan pria lain.

Aku meminum kopi menenangkan diriku yang agak tegang mendengar ocehan Mas Gatot dan Mba Wati. Kunyalakan rokok kretek kesukaanku Mas Gatot ikut menyalakan rokok filternya.
"Gak tau Jang. Aku punya kelainan. Ngebayangi istriku dientot orang, aku malah terangsang. Makanya aku ngijinin istriku pesugihan Gunung Kemukus." kata Mas Gatot membuatku semakin risih.
Kami terdiam dengan pikiran kami masing masing. Beberapa kali aku melihat Mba Wati yang tampak gelisah. Kakinya yang selonjoran berubah jadi bersila. Beberapa kali kami beradu pandang. Mba Wati hanya tersenyum. Sesekali Mbak Wati meremas toketnya membuatku membuang muka, risih ada Mas Gatot. Melihat kelakuan istrinya mas Gatot malah ikutan meremas toket Mbak Wati.
"Jang mau nyusu gak?" tanya Mas Gatot sambil mengangkat baju Mbak Wati ke atas. Ternyata Mbak Wati tidak memakai BH. "Tuh, Jang. Udah gak pake BH !" kata Mas Gatot mempertontonkan toket istrinya. Tidak berenti di situ saja Mas Gatot mengangkat rok Mbak Wati, sehingga aku bisa melihat memeknya yang tidak tertutup celana.
"Mas Gatot gimana sih. Toket dan memek istri sendiri dikasih liat ke, orang.!" kata Mbak Wati sambil tersenyum ke arahku. Mbak Wati bangkit dan menarik tanganku ke kamar.
"Buruan Jang. Mbak udah sange pengen dientot kontol kamu. Biarin aja Mas Gatot nonton kita ngentot."

Di kamar Mbak Wati langsung menelanjangiku dan menelanjangi dirinya sendiri. Lalu berjongkok menghadap kontolku yang sudah tegang karna obrolan jorok Mas Gatot dan Mbak Wati tadi.
"Tuch mas. Kontol si Ujang beneran gede, kan ?" kata Mbak Wati menoleh ke arah Mas Gatot yang mengikuti masuk kamar.
Aku mendesis nikmat saat Mbak Wati melahap kontolku. Rasa risihku yang tadi telah hilang sama sekali. Entah kenapa aku semakin bergairah disepong Mbak Wati dengan dilihat suaminya. Jangan jangan aku juga punya kelainan? Entahlah aku tidak bisa berpikir Yang kurasakan adalah rasa nikmat yang luar biasa kontolku disepong Mbak Wati. Melihat Mbak Wati nyepong, Mas Gatot membuka pakaiannya hingga bugil lalu berjongkok di belakang Mbak Wati sambil meremas toket dan mempermainkan memek Mbak Wati. Mba Wati semakin ganas nyepong kontolku, membuatku merinding nikmat sambil memegang kepala Mbak Wati.
"Udah Mbak gantian, " kataku sambil mendorng kepala Mbak Wati menjauh dari kontolku.
Mbak Wati segera telentang, aku merangkak di selangkangan Mbak Wati. Kudekatkan wajahku mendekati memek Mbak Wati yang tembem dan bergelambir indah. Kuhirup aromanya yang khas, lalu lidahku mulai menjilati itilnya disertai gigitan gigitan kecil dan pelan pantat Mbak Wati terangkat menyambut lidahku. Sementara Mas Gatot menyusu di toket Mbak Wati yang besar.

"Terus Jang jilati memek Mbak. Jilatan kamu enak banget Jang." rintih Mbak Wati yang sedang dimanjakan 2 pria.
Aku semakin keasikan menjilati memek Mbak Wati yang semakin basah. Kadang kuhisap cairan memek Mbak Wati dengan lahap. Walau rasanya aneh dan agak lengket aku justru sangat menyukainya. Membuat birahiku terpacu maksimal.
"Aduh ampuuuun jang. Buruan entot memek Mbak. Mbak udah gak tahan.!" Mbak Wati menarik rambutku agar meninggalkan memeknya.
Aku bangkit berjongkok di selangkangan Mbak Wati kuangkat kaki Mbak Wati sambil kubuka lebar. Tampak memeknya terbelah memperlihatkan lobangnya yang berwarna merah. Mbak Wati meraih kontolku menuju memeknya bles, aku mendorong kontolku masuk dalam lobang sempit yang memberi sejuta kenikmatan. Kupompa memek Mba Wati dengan lembut dan bertenaga. Merojok hingga dasar lobang memeknya.

"Jang ennnnak bangetttt kontol kamu. Apalagi dientot di depan suamiiiiiiii... Mas Gatot istrimu lagiiii dientot Ujang...." Mba Wati semakin histeris saat kontolku mengocok memeknya dengan cepat. Menimbulkan bunyi yang merdu.
"Enak ya, Dek ? Kontol si Ujang ?" tanya Mas Gatot ke istrinya sambil tangannya terus meremas remas toket Mbak Wati. Matanya begitu bernafsu melihat memek istrinya sedang disodok sodok kontolku.
"Ennnnnak banget masssss. Kontol Ujang panjang sampe mentok memekku. Gede banget memekku sampe dower mana keras banget. Ammmmmpuuuuun Jang. Kamu kurang ajar memek istri temen sendiri dientot."
"Gak apa apakan mas? Memek istri Mas Gatot aku entot?" kataku sambil terus menyodok nyodok memek Mbak Wati. Ternyata ngentot Mbak Wati di depan suaminya, lebih nikmat. Sensasinya sangat kuar biasa.
"Aduuuuuh, Jang. Mbak kellllluarrrr ampuuuun nikmat...." Mbak Wati nenggeliat nikmat. Memeknya berkontraksi meremas remas kontolku.
"Gantian Jang. Mbak mau di atas." kata Mbak Wati ketika orgasmenya mereda.

Aku telentang Mbak Wati segera berjongkok di atas kontolku Mbak Wati memegang kontolku perlahan Mbak Wati menurunkan pinggulnya, memeknya menelan kontolku perlahan hiingga amblas semuanya.
"Mbaaaaak ennnak banget memeknya." kataku.
"Kontol kamu jugaaaaa ennnnak" Mbak Wati mulai memompa kontolku agak cepat dan semakin cepat membuat toketnya yang besar, bergoyang goyang dengan liar. Wajahnya yang manis terlihat begitu binal. Dengan posisi di atas ternyata Mbak Wati cepat keluar. Dia mengerang pinggulnya bergerak semakin cepat.
"Ammmmmpuuun Jang. Mbak keluar lagi..... Ohhhh" memek Mbak Wati kontraksi meremas rema kontolku. Membuatku tak mampu bertahan.
"Mbak aaaaaaku kelllluarrr...." kontolku menyemburkan pejuh menyatu dengan cairan memek Mbak Wati.
Mba Wati memelukku erat bibirnya mencium bibirku, kami berciuman lama hingga sisa sisa orgasme kami reda. Mbak Wati menggulingkan tubuhnya ke samping. Kontolku terlepas dari memeknya. Melihat Mbak Wati yang telentang Mas Gatot langsung merangkak di atas tubuh Mbak Wati, tanpa memberi kesempatan Mbak Wati kontol Mas Gatot langsung menerobos memek istrinya.

"Mas memekku belom dicuci!" protes Mbak Wati tidak didengar Mas Gatot yang terus memompa memek Mbak Wati yang banjir oleh pejuhku.
"Dek memek kamu ennnak banget becek sama pejuh si Ujang kontolku geli geli enak. " kata Mas Gatot. Bibirnya melumat toket istrinya dengan rakus.
"Ennnak Massss. Tumben belom kellluar?" kata Mbak Wati heran. Biasanya suaminya cepat keluar.
Sebenarnya aku kembali terangsang melihat Mas Gatot dan Mbak Wati ngentot. Tapi kulihat sudah jam 14:30, jam 5 sore bibi minta dianter ke rumah temannya.
"Dek akuuuu metuuuu" erang Mas Gatot menembakkan pejuhnya ke memek istrinya.
"Aku jugaaaaa masssss Ennnak banget dientottt 2 orang..." Mbak Wati memeluk tubuh suaminya erat. Nafas keduanya tersengal sengal.
Mas Gatot bangkit setelah nafasnya kembali normal Mbak wati masih mengangkang, dari memeknya keluar pejuh Mas Gatot atau mungkin juga bercampur dengan pejuhku.
"Loh, Jang. Kamu udah rapi? Gak mau nambah ngentot istriku? "

"Gimana Jang ? Udah dapet kontrakannya ?" tanya Bi Narsih begitu aku sampe. Kebiasaan Bi Narsih dari dulu baru sampe belom juga duduk sudah ditanya.
"Sudah Bi. Sudah Ujang panjer tadi. " kataku sambil duduk di sofa empuk.
"Alhamdulillah kalau sudah dapat. Bibi bikinin kamu kopi, ya!" sebenarnya aku ingin menolak tapi bibi orangnya suka sensi kalo aku gak mau dibikinin kopi atau makan. Bisa ngomel panjang.
"Jang kamu makan dulu, ambil sendiri di meja." kata Bi Narsih dari dapur.
"Iya Bi. " aku teringat dengan amplop pemberian Lilis yang belum sempat aku buka.
Di amplop tertulis Aku mencintaimu 9 hari kebersamaan kita benar benar nembuatku bahagia. Terimakasih sayang, sudah membuatku bahagia. Kubuka amplopnya, di dalamnya ada 15 lembar uang 10.000 atau sama dengan 150.000 uang pemberian Pak Budi. Uang yang cukup besar pada tahun 1994. Aku masukan uang itu ke dalam amplop, lalu aku masukkan ke dalam kantong celana. Aku mengambil makan dari meja, lalu makan dengan lahapnya.
"Nah gitu, makan yang banyak." kata Bi Narsih yang melihatku makan dengan lahapnya. Diletakkannya segelas kopi di meja. Selama ini kalau di rumah Bi Narsih, aku makan sedikit karna malu.
"Assalam mu'alaikum..." aku dan Bi Narsih berbarengan menjawab ucapan salam.

Desy dan Dinda masuk, bergantian mereka mencium tangan Bi Narsih dan tanganku. Adik kakak yang sama sama cantik pikirku. Wajar saja Bi Narsih cantik dan Mang Karta juga ganteng.
"Mamah jadi ke rumah Tante Leni gak" tanya Desy.
"Gak jadi Des. Besok aja ke sananya. Dari Tante Leni mamah mau ke Leuwiliang ke rumah Uwak mungkin nginep." kata Bi Narsih.
"Kita gak jadi pergi Bi ?" tanyaku. Kalau tau gak jadi pergi aku bisa lebih lama di rumah Mas Gatot, aku bisa ngentot Mba Wati 2-3 ronde lagi.
"Iya Jang. Mamang mau ngajak kamu ngambil gerobak." jawab Bi Narsih.
Sudah Isya aku dan Mang Karta pergi mengambil gerobak yang sudah di beli. Tempatnya tidak jauh, mungkin 300m dari rumah. Walau jaraknya dekat ngobrolnya yang lama. 1 jam lebih dan selama 1 jam itu aku hanya jadi pendengar yang baik. Kadang kadang aku ikut bicara apabila, ditanya. Selebihnya mendengarkan. Ahirnya kami pulang juga. Mungkin sudah tidak ada topik nenarik yang dibicarakan. Sampai di rumah bibi agak ngomel.

"Aa kalau sudah ngobrol kupa waktu. Dari jam 8 sekarang sudah jam setengah sembilan." omel Bi Narsih. Mang Karta hanya tertawa.
"Anak anak mana Neng?" tanya Mang Karta. Mang Karta selalu memanggil Bi Narsih Neng. Mungkin panggilan kesayangan.
"Lagi belajar, besok sudah mulai Ujian kenaikan kelas," jawab bi Narsih.
"Jang ke atas yuk!. Mamang mau bicara." mang Karta mengajakku loteng.
Entah apa yang akan dibicarakannya, sampai mengajak ngobrol di atas. Pasti sangat rahasia dan tidak boleh didengar orang. Mang Karta mengajakku masuk kamar atas. Hening, Mang Karta beberapa kali menarik nafas, seakan mengumpulkan tekad untuk berbicara kepadaku.
"Ujangkan tahu mamang pernah kecelakaan ? Sejak itu mamang jadi impoten. Ma.. mamang tidak bisa......" mang Karta diam seolah apa yang akan dikatakannya adalah beban yang sangat berat.
Aku diam, berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Mang Karta. Aku berusaha memahaminya, lelaki yang sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri.
"Mamang tidak bisa ngasih nafkah batin ke Bibimu. Mamang mencintai Bibimu Jang. Mamang ingin Bibimu bahagia..." Mang Karta terisak berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah.

Jantungku berdegup kencang. Mungkinkah Mang Karta sudah tau perselingkuhan Bi Narsih, di Gunung Kemukus? Atau mungkin juga Mang Karta tahu kelakuanku dengan Bibi kemarin. Aku mulai ketakutan.
"Mamang minta tolong...." mang Karta kembali menarik nafas panjang. "Tolong bantu Mamang ngasih nafkah batin.!"
"Mak... maksud Mamang?" aku sangat terkejut dengan permintaan Mang Karta.
"Mamang sudah tahu semuanya. Bibimu yang cerita. Kalian bertemu di Gunung Kemukus. Kamu pasti heran? Sebenarnya Mamang yang nyuruh bibimu ke Gunung Kemukus karna usaha Mamang lagi goyang. Tapi alhamdulillah, sekarang usaha Mamang sudah lancar lagi. Semua hutang sudah bisa mamang, lunasi. Waktu kalian bertemu di Gunung Kemukus bibimu cuma mau selamatan aja. Karna sudah berhasil." kata Mang Karta.
"Terus gimana ?" tanyaku semakin penasaran.
"Mamang cuma minta tolong, bantu Mamang ngasih nafkah batin Bibimu. Buat Bibimu puas. Bibimu masih muda Jang. Nafsunya besar mamang sudah tidak bisa memberikannya. Mamang impoten sudah berobat ke mana mana, tapi gak ada hasilnya, karna ada urat syaraf Mamang yang kejepit waktu kecelakaan. Dari pada Bibimu maen sama gigolo takutnya malah kena penyakit Jang. Mamang, mohon....!" Mata Mang Karta berlinang menahan tangisnya. Begitu besar rasa cintanya ke Bi Narsih. Sampai dia rela Bi Narsih berhubungan sex dengan pria lain.

Perlahan aku menganggukan kepala menyanggupi permintaan Mang Karta.
"Terimakasih, Jang. Mamang mau istirahat dulu." mang karta menepuk pundakku sebelum keluar kamar meninggalkanku yang termenung sendiri.
Semuanya berawal dari Mas Gatot dan Mbak Wati yang mengajakku ritual di Gunung Kemukus, lalu aku bertemu dengan Pak Budi dan Lilis. Aku juga bertemu dengan Bi Narsih di Gunung Kemukus, walau aku pangling dan tidak menyadari wanita bergamis dan berhijab lebar itu adalah Bi Narsih. Tapi Bi Narsih tentu saja tidak akan pangling denganku. Dia sangat mengenalku. Bi Narsih menganggapku hanya berpura pura tidak mengenalnya waktu di Gunung Kemukus. Sekarang keadaan berubah terlalu jauh. Sekarang Bi Narsih bukan hanya sekedar bibiku. Tapi aku harus memberinya nafkah batin, atas pernintaan Mang Karta yang impoten. Aku harus memberi Bi Narsih, kepuasaan seksual birahi terlarang antara keponakan dan bibi. Lamunanku terhenti Bi Narsih masuk kamar, tersenyum menatapku. Bi Narsih terlihat cantik kulitnya yang bersih walau tidak bisa dikatakan putih, tapi juga tidak hitam. Bi Narsih menarik dasternya ke atas, melepaskannya melewati kepala. Di balik dasternya, Bi Narsih tidak mengenakan apa apa. Sekarang aku bisa melihat sekujur tubuhnya yang bugil.

Toket Bi Narsih kecil perutnya rata tanpa kemak. Bagian tubuhnya yang paling menonjol adalah pinggulnya yang lebar, besar dan pahanya yang besar. Jembutnya sangat lebat sehingga aku tidak bisa melihat belahan memeknya tertutup jembut.
"Jang..." gumam Bi Narsih langsung melumat bibirku dengan lembut. Bukan lagi kecupan sayang bibi ke keponakannya. Tapi ciuman wanita dewasa yang dibalut birahi ke pria yang siap memberinya kepuasan.
Tangan Bi narsih menarik kaos yang aku pakai, melepaskannya lewat kepala. Celanakupun dilepaskannya hingga, akupun bugil seperti Bi Narsih. Bi Narsih kembali mencium bibirku dengan bernafsu lalu beralih menciumi leherku djilatinya leherku membuatku merinding kegelian. Tangannya memelintir puting dadaku, membuatku semakin terangsang. Bi Narsih yang keibuan berubah menjadi binal. Bi Narsih berpindah ke pentil dadaku dijilatinya sambul dihisap hisap, sementara tangannya mengelus elus kontolku kadang dikocok kocoknya dengan bernafsu.
"Jang, kontol kamu bisa panjang dan sebesar ini? Kamu apain? Mana keras..." bi Narsih memandangku dengan tatapannya yang binal dipenuhi nafsu birahi.
"Sudah dari sananya Bi." kataku.
"Jang katanya mau jilatin memek Bibi? Nih Bibi kasih kamu jilatin memek bibi!" kata Bi Narsih.
Bi Narsih merangkak di atas tubuhku, memeknya diarahkan ke wajahku dan wajah Bi Narsih menghadap kontolku. Kata orang,ini posisis 69. Posisi baru buatku.

Aku bisa melihat memek Bi Narsih dengan jelas. Belahannya agak terbuka dan bibir memeknya tebal agak hitam, tapi bagian dalamnya merah. Aromanya tajam, mungkin karna Bi Narsih sudah sangat terangsang, sehingga aromanya menjadi tajam. Bi Narsih melahap kontolku dengan rakus, menyedotnya sambil kepalanya bergerak naek turun memompa kontolku. Begitu piawai dan berpengalaman cara nyepong Bi Narsih, sehingga giginya tidak mengenai kontolku. Akupun tidak mau kalah lidahku menusuk masuk memek Bi Narsih menjilati lobangnya yang banjir oleh cairan birahi, ada beberapa tetes yang masuk mulutku agak asin tapi aku sangat menyukai rasanya. Tanganku mempermainkan itilnya yang besar membuat Bi Narsih menjerit keenakan.
"Aduhhh Jang. Enak banget. Memek Bibi kamuuuuu apain ?"
Aku senang Bi Narsih keenakan memeknya aku jilatin membuatku semakin bersemangat menjilati memeknya yang indah dan membuatku bergairah. Lidahku semakin liar menjilati lobang memek Bi Narsih, sambil sekali kali menghisap itilnya. Memek Bi Narsih semakin banjir, menetes ke mulutku yang terbuka.

"Ampun, Jang. Bibi gak kuat,......!" Bi Narsih mengangkat pinggangnya menjauh dari wajahku.
Bi Narsih berjongkok di atas kontolku diraihnya kontolku, setelah kontolku pas di lobang memeknya, Bi Narsih menurunkan pinggulnya menelan kontolku hingga dasar memeknya.
"Panjang amat kontol kamu, Jang.... " Bi Narsih menatapku sayu.
Pinggulnya bergerak perlahan, sehingga gesekan kontolku dan memeknya semakin terasa. Dinding memek yang lembut, hangat dan licin begitu nikmat.
"Memek Bibi enak gak?" bi Narsih menggoyangkan pinggulnya matanya menatapku menggoda. Entah bagaimana caranya, Bi Narsih mengedut ngedutkan memeknya sehingga kontolku seperti diremas remas.
Bi ennnak memek Bibi kontol ujang kaya diremes remes. Ennnnnak, Biii" erangku.
"Ini namanya empot ayam sayang.... !" Bi Narsih mulai menggerakkan pinggulnya dengan cepat, tapi entah bagaimana caranya, dinding memek Bi Narsih terus berkedut kedut meremas kontolku. Padahal waktu aku ngentot dengan Mbak Wati, Lilis dan Ningsih, biasanya memek mereka akan berkedut kedut saat orgasme. Tapi memek Bi Narsih terus berkedut kedut walau belum orgasme.

"Aduhhhhh Jang.... Bibiiii kelllluarrrrr." Bi Narsih memelukku bibirnya menyedot leherku, tubuhnya mengejang menyambut orgasme pertamanya. Kedutan di memeknya semakin kencang meremas kontolku. Memeknya menjadi kebih hangat.
"Jang, ennnnak banget dientot ponakan sendiriii." bi narsih tersenyum diciumnya bibirku lembut. Setelah nafasnya kembali normal Bi Narsih bangkit, lalu menungging membelakangiku, sehingga aku melihat pantatnya yang besar bergoyang goyang menggodaku.
"Ayo ponakan Bibi yang nakal entot Bibi dari belakang..." Bi Narsih, menggodaku.
Aku segera bangkit berjongkok kujilati memek Bi Narsih yang sangat basah itu, aku ingin tau rasanya cairan memek yang habis orgasme. Aromanya sabgat menyengat hidung. Tapi, entah kenapa aku sangat menyukainya.
"Ujang ennnak amat. Ponakan Bibi pinter. Udah Jang. Entot Bibi, lagiii."
Aku berdiri dengan dengkul kuarahkan kontolku ke lobang memek Bi Narsih setelah pas, aku mendorongnya blessssss. Bi Narsih mendesus saat kontolku menerobos, masuk memeknya. Aku mulai menggenjot memek Bi Narsih. Lebih bertenaga karna sekarang aku yang memegang kendali. Jadi aku bisa memompa memek Bi Narsih dengan kecepatan yang kumau.

"Jang pinter amat kamu ngentotin bibi. Ennnnak bangetttt" tubuh Bi Narsih bergoyang maju mundur. Aku memegang pinggulnya yang besar sambil kuremas remas pantatnya yang indah.
Ternyata posisi nunnging, membuat memek Bi Narsih semakin sempit. Nikmat sekali rasanya apalagi saat kepala kontolku mendekati permukaan memek Bi Narsih.
"Terus jang bibiiiii mau kellllluarrr lagiii" Bi Narsih mendesis. Tangannya mencakar sprei saat aku semakin cepat mengocok memeknya. Suara pertemuan kontol dengan memek terdengar jelas.
"Jang bibiiiii kelllllllluarrrr ampun ennnnnak...." kembali bi Narsih mencapai orgasme ke 2nya. Sementara aku belom.
"Jang Bibi capek... Bibi telebtang, ya !" tanpa menunggu jawabanku Bi Narsih menarik pinggulnya menjauhi kontolku. Bi Narsih nengambil bantal lalu merebahkan tubuhnya telentang.
Aku merangkak di atas tubuh Bi Narsih, tanpa perlu dituntun lagi, kontolku menerobos masuk memek Bi Narsih dengan mudah. Kuperlambat ritme kocokanku bibirku mencaplok pentil toket Bi Narsih kuhisap dengan bernafsu. Hanya toket bi Narsih yang belum aku eksploitasi. Sementara kontolku mengocok memek bi narsih perlahan dan penuh perasaan.
"Ponakan Bibi pinter amat ngentotin bibinya sendiri." Bi Narsih menggoyangkan pinggulnya menyambut kocokan kontolku.
"Kencengin Jang......!"

Akupun mempercepat pompaan kontolku di memek Bi Narsih suara kecipal menjadi musik yang mengiringi kenikmatan yang kami rasakan. Bi Narsih terus mendesis nikmat.
"Biiii memek Bibi ennnnnak banget. Ujang mauuuu keluarrrrr...!" aku semakin mempercepat kocokanku berusaha secepatnya mendapatkan orgasme yang tertunda.
"Biiiiiiiii ujang kelllluarrrrr. Memek Bibi ennnnnakk.....!" pejuhkupun muncrat membanjiri memek Bi Narsih nikmat sekali, saking nikmatnya tubuhku kejang kejang.
"Ammmmpuuuuun Bibiiiiii juga kelllllluarrrrrrrrr Jang....!" tubuh Bi Narsih ikut mengejang. Bibirnya melumat bibirku. Tanganya memelukku dengan erat. Nafasnya tersengal sengal.
Kurasakan memek Bi Narsih yang berkontraksi, meremas remas kontolku, menguras semua cairan pejuhku.
"Dasar ponakan kurang ajar memek Bibi sendiri dientot. Enak banget Bibi bisa ketagihan dientot ponakan sendiri, nich.." Bi Narsih tersenyum menatapku. Tangannya masih memelukku, tidak rela kehilangan kontolku dari memeknya.
Setelah kontolku lemas, akupun menggulingkan tubuhku ke samping. Rebah di samping Bi Narsih. Bi Narsih bangun, lalu memakai bajunya lagi.
"Sebenarnya Bibi nasih pengen dientot kamu, tapi bibi takut kepergok Desy atau Dinda. Besok kita kan mau ke leuwiliang, kita nginep di hotel, ya. Bibi mau ngentot sepuasnya sama ponakan Bibi yang ganteng." kata bi Narsih mencium bibirku. Lalu keluar meninggalkanku.

Sepulangnya dari kampung, aku mulai memindahkan semua barang barangku ke rumah kontrakan. Seminggu lagi ibu dan adik adikku pindah dari kampung ke Bogor. Setelah pembagian ijazah adikku. Jadi, aku harus mulai membereskan kontrakan, untuk ibu dan adik adikku. Bi Narsih memberikan sumbangan lemari pakaian dan kasur yang sudah tidak terpakai, namun kondisinya masih bagus. Senang sekali melihat kontrakanku sudah terisi lemari dan kasur walau bekas. Sedangkan perabotan rumah tangga lainnya akan dibawa dari kampung. Tinggal mengecat gerobakku warnanya yang sudah pudar harus dicat ulang.
"Jang, !" Lilis mengagetkanku.
"Eh iya Teh." suaraku terdengar gugup. Aku berbalik ke arah Lilis yang berdiri di sampingku.
"Lagi ngecat Jang? Maaf, ganggu." kata Lilis menyodorkan kertas padaku lalu pergi.

Aku segera membaca tukisan di kertas :
Jam 5 sore Lilis tunggu di Mawar. Pak Budi lagi di luar kota baru lusa pulang. Lilis ingin malam ini Ujang jadi milik Lilis seutuhnya.
Dariku yang selalu merindukanmu. Lilis.

Buru buru aku merobek robek surat itu agar tidak ada yang membacanya. Bahkan aku membakar sobekan kertas itu.

Jam 5 aku sudah sampai Mawar. Kulihat Lilis tersenyum menyambut kedatanganku. Kami langsung naik Angkot jurusan parung. Turun di sebuah hotel melati yang cukup luas dan bagus. Para tamu bisa memarkirkan kendaraan yang dibawanya ke depan pintu kamar. Kami dapat kamar samping kiri, sehingga kami bisa melihat semua kamar yang saling berhadapan.
"Jang!" suara Lilis terdengar bergetar. Tanganya mencengkeram pundakku. "Itu mobil A Budi." Lilis menunjuk mobil berwarna merah, posisnya agak miring. Sehingga aku bisa melihat plat nomer mobilnya.
"Masa itu mobil Pak Budi?" tanyaku memastikan.
"Iya Jang. Itu nomernya f xxxx LL itu plat nomor mobil A Budi." kata Lilis. Kulihat wajahnya pucat. "Ternyata A Budi punya selingkuhan Jang !"
Perhatian kami teralih ketika pelayan datang membawa makanan dan minuman pesanan kami datang. Aku membisikkan sesuatu ke Lilis. Lilis mengangguk mengambil dompetnya mengambil 5 lembar uang 10.000. Aku membuka pintu kamar mempersilahkan pelayan masuk.

"Pak mobil merah itu nginep sama pacarnya ya? Ceweknya cantik gak pak?" tanyaku sambil menunjuk mobi Pak Budi.
"Gak tahu A. " kata pelayan itu..
Lilis memberi pelayan itu uang 10.000.
"Beneran gak tahu pak?" tanya Lilis memperlihatkan 4 lembar 10.000. "Cerita donk apa yang bapak tahu.!" Lilis tersenyum menggoda.
"Bapak yang pake mobil merah itu sering ke sini. Dia itu homo. Kalo ke sini bawa cowok muda yang ganteng. Tapi ganti ganti orangnya. Orangnya royal. Saya sering dikasih tip 10.000." kata pelayan itu.
Wajah Lilis terlihat pucat terkejut dengan apa yang didengarnya.
"Sering nginep di sini, pak?" tanyaku.
Seminggu sekali pasti ke sini."kata pelayan itu.
"Makasih, atas infonya." kataku sambil mengambil uang dari tangan Lilis yang tampak shock. Kuberikan uang itu ke pelayan. Pelayan mengucapkan terimakasih lalu pergi.

Lilis menangis meratapi nasibnya menikah dengan seorang homo. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Satu satunya yang bisa aku lakukan adalah memeluk Lilis. Mungkin pelukanku bisa meringankan beban Lilis.
"Pantesan selama ini A Budi jarang mau berhubungan intim dengan Lilis. Sebulan paling cuma sekali. Itu juga dia minum obat kalo mau berhubungan sama Lilis." kata Lilis suaranya mulai tenang.
"Emang bener Lilis mandul ?" tanyaku penasaran.
"Dulu Lilis dan A Budi emang pernah berobat ke dokter tapi Lilis gak tau hasilnya. A Budi yang ngambil hasilnya. Kata A budi kami mandul." kata Lilis pilu.
Pikiranku buntu tidak tau harus berkata apa. Sebuah rahasia besar yang tidak seharusnya aku ketahui dan selama sepuluh tahun pernikahan Lilis rahasia itu terpendam rapat. Tiba tiba semuanya terungkap hanya dalam waktu beberapa menit saja.
"Jang kita pulang ya !" ajak Lilis setelah tangisannya berhenti.
Lilis berusaha tegar menghadapi semuanya. Dia sudah mulai terbiasa dengan penderitaanya selama 10 tahun yang terasa sangat panjang.

Aku hanya tersenyum mengangguk. Kuraih tangan Lilis yang terulur meminta pertolonganku. Memintaku memapah tubuhnya yang kehilangan tenaga bahkan untuk sekedar berdiripun dia sudah tidak mampu. Kami berjalan perlahan menuju pintu. Pintu kubuka perlahan. Dan kami melihat Pak Budi berjalan berangkulan dengan seorang pria muda yang tampan tepat berjalan ke arah kami.  Kami sama sama terkejut tubuh kami mematung. Saling menatap tidak percaya dengan apa yang kami lihat. Entah kekuatan dari mana Lilis menarik tanganku kembali masuk kamar, namun terlambat Pak Budi telah bergerak lebih dulu. Tangannya menahan pintu yang akan ditutup oleh Lilis.
"Lis tunggu. Aa mau bicara.!" pak budi merobos masuk menabrakku yang berdiri di sampingnya.
Tak ayal tubuhku terpental menabrak tembok. Pak Budi bersujud di kaki Lilis yang duduk di pinngir ranjang.

"Aku minta cerai.!" kata Lilis. Tangisnya kembali pecah.
Kulihat di depan pintu pacar gay Pak Budi melihat ke dalam wajahnya terlihat bingung. Setelah menyadari apa yang sedang terjadi, dia menutup pintu Lalu pergi entah ke mana.
"Jang jangan pergi. Duduk di situ. !" Lilis membentakku yang akan membuka pintu. Tidak seharusnya aku ada di sini. Dengan terpaksa aku duduk di kursi yang menghadap ranjang.
"Aa minta maaf sudah membohongi Lilis. Lilis boleh melakukan apa saja dan meminta apapun, pasti Aa kasih. Tapi Lilis jangan minta cerai. Kasian abah dan Ambu mereka sudah tua. Aa satu satunya anak mereka. Kalau mereka tahu Aa ini Gay apa yang akan terjadi Lis?" Pak Budi terus memeluk kaku Lilis sambil menangis pilu.
"Bukan cuma Lilis yang menderita Aa juga lebih menderita dengan keadaan Aa. Lilis boleh menjalin hubungan dengan Ujang. Tapi jangan tinggalkan Aa. " Pak Budi terus meratap dan memohon. Lilis hanya diam sambil menangis.

Aku menghampiri mereka lalu berjongkok di samping Pak Budi. Kurengkuh pundaknya sambil kuajak berdiri.
"Pak maaf. Pak Budi keluar dulu aja. Biar saya yang bujuk Lilis." kupapah Pak Budi keluar kamar. Sampai di luar Pak Budi menatapku.
"Tolong Jang. Bujuk Lilis. Aku percaya sama kamu. " kata Pak Budi sambil berjalan menuju mobilnya.
Aku menutup pintu. Aku duduk di bangku menghadap Lilis yang tidur membelakangi pintu sambil memeluk guling. Isak tangisnya terdengar pelan. Perlahan lahan hilang. Bahunya bergerak turun naik dengan halus. Sepertinya Lilis mulai tertidur. Setelah kejadian yang sangat mengguncang jiwanya. Aku meminum kopi yang sudah dingin, kunyalakan rokok kretek kegemaranku. Perlahan aku bisa menenangkan diri, stelah kejadian yang sangat mengejutkan tadi. Pikiranku berusaha mencerna semuanya.  Entah kenapa aku terjebak dengan situasi ini ? Situasi yang bisa menyulitkanku atau mungkin situasi yang menguntungkanku.

"Jang Ujang. Ko kamu tidur di kursi?" aku terbangun.
Kulihat Lilis berjongkok di hadapanku tangannya menggoyang goyang pahaku dengan lembut. Lilis tersenyum menatapku.
"Lilis lapar. Kita makan yuk! Nantikan kita mau lembur." goda Lilis sambil mencium pipiku mesra.
Makanan di meja sudah dingin tapi tidak mengurangi selera makan kami. Kami makan dengan lahap, dalam sekejap sudah habis kami makan. Selesai makan kami rebahan sambil berpelukan. Lilis tampak lebih tenang. Semua bebannya seperti sudah lepas dari pikirannya. Lilis tiba tiba menindihku bibirnya mencium bibirku dengan lembut, aku membalas mekumat bibirnya sambil merangkulnya. Kami berciuman dengan mesra, berusaha menepis kejadian tadi. Cukup lama bibir kami saling berpagut. Lilis tersenyum menatapku, bibirnya kemudian menciumi leherku dengan lembut.
"Buka bajunya dulu Lis, nanti bajunya kusut." kataku mengingatkan Lilis.
Lilis tertawa kecil. Lalu bangkit berdiri merajuk menatapku.
"Jang bukain!" rengeknya manja.

Aku berdiri. Kulepas jilbab Lilis, terlebih dahulu. Kemudian gamisnya aku buka melewati kepalanya. Gamis lebar yang menutup keindahan tubuh sexy Lilis. Kenudian, kubuka BHnya payudara Lilis begitu indah bentuknya. Celana dalamnya pun aku buka. Kini Lilis benar benar bugil di hadapanku. Kulitnya yang kuning langsat mulus tanpa cela. Dengan lembut kuangkat tubuhnya yang indah kurebahkan di ranjang yang empuk. Akupun segera membuka seluruh pakaianku hingga bugil. Aku merangkak di atas tubuh indah Lilis. Bibir kami kembali berpagutan dengan mesra. Lidahku membelit lidahnya, cukup lama kami berciuman. Kucium pipinya yang halus, bergerak perlahan ke belakang kupingnya. Harum rambutnya bercampur dengan harum kulitnya. Kujilati kulitnya yang mulai basah oleh keringat. Membuat Lilis merintih, nikmat. Jilatanku menyusuri lehernya yang jenjang. Sekali kali kuhisap disertai gigitan lembut, meninggalkan bekas merah di beberapa tempat, di lehernya yang jenjang.
"Ujang..." suara Lilis begitu lirih seperti merintih, manja.

Mulut dan lidahku bergerilya di sekitar toketnya yang sekal dan ranum. Kujilati dan kukecup hingga meninggalkan bekas merah di beberapa tempat. Hingga ahirnya mulutku melahap putingnya yang semakin keras, kuhisap dengan lembut. Lilis semakin mendekap kepalaku ke toketnya. Puas mempermainkan toketnya, aku beranjak menuju selangkangannya. Kuciumi pahanya yang mulus dan harum. Kujilati bagian dalam pahanya dekat selangkangan. Jilatanku turun ke bawah, hingga dengkulnya. Lalu beralih ke paha satunya dimulai dari dengkul, merayap hingga selangkangan. Perlahan lidahku menjilati belahan memek dari bawah ke atas berulang ulang sesekali lidahku nenggelitik itilnya. Bahkan sesekali lidahku berusaha masuk lobangnya. Membuat Lilis kelonjotan mengangkat pinggulnya.

"Jang ennnnak. Kamuuu makin pinnnnter." Lilis nengerang nikmat. Tangannya membuka belahan memeknya agar lidahku bisa masuk ke dalamnya.
Lidahku menerobos lobang memek yang semakin basah, seperti ular lidahku bergerak lincah membuat Lilis menggelinjang dan menjerit, nikmat.
"Ampunnnn Jang. Lilis gak tahan.!"
Aku sendiri sudah tidak tahan ingin membenamkan kontolku ke memeknya. Perlahan aku merangkak di atas tubuh Lilis yang mengangkang pasrah. Kuarahkan kontolku pas di pintu masuk memek Lilis. Perlahan lahan kutekan kontolku masuk ke dalam memek Lilis yang sudah basah.
"Aaaaaw, ennnak Jang!" kata Lilis saat kontolku menerobos masuk memeknya.
Aku memompa memek Lilis dengan penuh penghayatan. Kami saling bertatapan wajah Lilis terlihat semakin cantik. Rona kenikmatan terpancar jelas di wajah dan matanya. Tangannya memeluk pinggangku mengikuti irama pinggangku yang naik turun mengocok memeknya. Bibir indahnya berkali kali mendesis.

"Terussss Jang. Pelan pelan aja. Enak banget sayang..." lilis tersenyum bahagia. Kenikmatan dan cinta berpadu menjadi satu. Matanya terpejam.
Ada kesenangan tersendiri buatku melihat wajah Lilis yang bahagia. Kontolku terus memompa memeknya dengan lembut dan berirama menjelajah setiap bagian terdalam memek, Lilis.
"Jang Lilisssssss mauuuu kellllluarrrr ennnnak saaayang!" Lilis memeluk pinggangku dengan kencang menahan gerakan pinggulku.
Kontolku terbenam hingga dasar memeknya. Diam tidak bergerak. Kurasakan dinding memek Lilis berkintraksi berkedut kedut meremas kontolku. Aku bisa merasakan memek Lilis seperti menyedot kontolku dengan lembut disertai rasa hangat yang membuatku nyaman. Lilis mencium bibirku dengan lembut, kami berciuman cukup lama. Kurasakan kontraksi memek Lilis mulai reda.
"Jang gantian Lilis yang diatas.!" kata Lilis. Saat aku akan mencabut kontolku Lilis menahan pinggangku dengan tangan dan kakinya.
"Jangan dicabut Jang. Kita berguling pelan pelan jangan sampe kontol Ujang lepas."

Aku mengangguk. Sambil berpelukan kami berguling ke samping perlahan merganti posisi, aku di bawah dan kini Lilis menindih tubuhku. Perlahan pinggulnya bergerak naik turun dengan lembut nengocok kontolku.
"Ennnak sayang?" Lilis mengecup bibirku.
"Enak Lis.." jawabku. Tanganku meremas pantat Lilis yang bulat. Lilis menggerakkan pantatnya pelan pelan, membuatku mampu mengontrol orgasmeku lebih lama.
Lilis merubah posisinya berjongkok. Tangannya bertopang di dadaku. Sehingga toketnya yang indah terlihat jelas nenggodaku untuk menyentuh dan meremasnya.
"Iya Jang. Remes toket Lilis."
Berbeda dengan Mbak Wati dan Bi Narsih saat sedang ngentot. Wajah mereka terlihat binal dan liar. Wajah Lilis tampak tetap lembut dan anggun. Gerakannya lembut dan berirama,. Ngentot dengan Lilis terasa indah dan penuh perasaan. Tekanan memek Lilis begitu terasa bergesekan dengan kulit kontolku. Lilis mendesah keras dan terdengar merdu.
"Jang Lilis keluarrrrr lagiiiii nikmat!" Lilis mengerang mendapat orgasme ke duanya. Tangannya mencengkeram dadaku.
"Enak jang." Lilis tersenyum bahagia. Dilumatnya bibirku dengan lembut.
"Kamu belom keluar ya say? Lilis pengen dientot nungging." kata Lilis bangkit dari atas tubuhku.

Aku turun dari ranjang Lilis menungging di pinggir ranjang. Segera kuarahkan kontolku ke memek Lilis. Blesss kontolku menerobos memek Lilis yang sudah semakin basah.
"Jang kencangin biar kamu cepet keluar say!" kata Lilis syahdu. Kepalanya menoleh ke arahku.
Akupun mempercepat kocokanku memompa memek Lilis dengan penuh tenaga. Tapi kuusahakan agar tidak kasar. Cepat tapi tidak kasar. Kocokanku yang cepat membuat tubuh Lilis terguncang guncang.
"Iyaaa gitu sayang. Enak banget say.!" Lilis menjerit manja menerima sodokanku yang bertenaga.
"Aduhhhhh Jang..  Lilis mauuuu kellllluar lagiii." Lilis mencengkeram sprei dengan keras.
"Akuuuuu jugaaaa mauuu keluarrrr Lissss!" aku tak mampu lagi bertahan lama. Kontolku berkontraksi menyemburkan pejuh panas membasahi memek Lilis.
"Lilis kelllllluarrr jugaaaaaa." kurasakan memek Lilis berkontraksi menyedot kontolku agar semua pejuhku habis tidak tersisa.
Setelah badai orgasme reda, Lilis merebahkan tubuhnya di ranjang yang empuk. Bibirnya tersenyum menatapku.

"Makasih Say... Peluk Lilis Jang.!" Lilis melambai ke arahku. Aku rebahkan tubuh di sampingnya. Kupeluk tubuh molek Lilis dengan mesra.
"Jang Lilis gak mau kehilangan kamu. Lilis ingin selalu bersama kamu. Tapi Lilis gak berani minta cerai sama Budi takut Abah dan Ambu (orang tua Pak Budi/mertua Lilis) kena serangan jantung. Abah dan Ambu sudah sangat baik sama orang tua Lilis. Dulu kami miskin Abah dan Ambu sering ngebantu kami. Orang tua Lilis dikasih sawah 1,5 hektare rumah. Kehidupan orang tua Lilis makmur karna Abah dan Ambu. A Budi anak tunggal, harapan mereka satu satunya. Lilis takut kamu kecantol cewek lain, lalu nikah. Terus Ujang ninggali, Lilis. Lilis, takut Jang."
"Aku kan masih 21 tahun masih lama nikahnya." kataku. Bingung harus bicara apa.
"Jang bagaimana kalo kamu nikah sama Ningsih? Jadi kita bisa selalu ketemu." kata Lilis menatapku penuh harap.
"Belom tentu Ningsih mau sama aku. Ningsih kan cantik. Pasti banyak yang naksir. Aku kan cuma tukang mie ayam yang miskin." jawabku sambil tertawa, lucu.
"Kamu itu ganteng Jang. Makanya Mbak Wati ngajak kamu ritual. Kalo kamu jelek belom tentu Mbak Wati mau. Kemaren Ningsih nelpon, katanya dia ngimpi jin yang dulu ngeganggu dia sampe gak bisa nikah,udah pergi. Naik motor harley davidson. " kata Lilis.
"Keren amat jinnya naek motor Harley." kataku. "Lis, enakan ngentot di sini, ya? Dari pada ngentot di Gunung Kemukus." kataku sambil mencium rambutnya yang harum.
"Enak apanya? Menurut Lilis sama enaknya selama yang ngentotin Lilis kamu." kata Lilis.

"Enakan di sini sayang. Di sini kamarnya bagus wangi ada tvnya. Ranjangnya juga empuk. Ada kamar mandinya juga. Kali di Gunung Kemukus kamarnya jelek triplek bau kasurnya keras gak pernah dijemur" kataku.
"Hihihihi tapi selama ada Ujang di samping Lilis, Lilis bahagia, Jang."
Kami terus ngobrol sambil berpelukan. Tangan Lilis membelai belai kontolku hingga ngaceng lagi.
"Say, kontol kamu ngaceng lagi !" kata Lilis yang langsung melahap kontolku dengan bernafsu.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger