Home » » Demi Kita, Teman Sejati [029]

Demi Kita, Teman Sejati [029]


Bandar Taruhan - Sudah berbulan-bulan aku bekerja sendiri di kios tambal ban ini, setelah Syamsul harus berurusan dengan polisi, terpaksa saya harus menjaga kios ini hanya seorang diri, walaupun terkadang Andi pun membantu. Sungguh capek hari ini karena cukup ramai sehingga saya harus bekerja ekstra. Jam sudah menunjukkan pukul 19.10, setelah tambal ban motor yang satu ini saya harus beristirahat. Setelah menutup pintu kios dan berencana balik ke rumah, tiba-tiba handphoneku berbunyi, kulihat di layar handphone jadul monochrome ku ternyata ini panggilan dari Satorman, teman yang aku kenal dari Andi.
“Iya man?”, ku jawab telponnya.
“Mat, bantu jaga dong, malam ini cowok Cuma gue seorang nih, lu kan tau si Tono lagi liburan ke Thailand”, pinta Satorman.
Badanku letih sekali, padahal ingin sekali aku beristirahat dahulu dan malam baru keluar sambil menebar paku. Terpaksa aku ke sana, paling tidak jaga sambil tiduran di sana saja.

Satorman adalah temanku, dia jaga di usaha prostitusi milik teman kami lainnya yang bernama Herman, sekarang Herman sibuk membina rumah tangganya dan memfokuskan pada usahanya yang lain. Biasanya banyak yang bantu menjaga, namun teman-teman lainnya pada sibuk dengan kegiatan lainnya.
“Sorry nih ganggu lu, Mat”, Satorman minta maaf saat aku sampai di usaha prostitusi itu.
“Gue numpang mandi bentar Man, capek gue hari ini rame”, ijin ku agar bisa melepas lelah.
“Iya Mat, tolong ya, soalnya rame hari ini, tuh semua lagi diboking, cuma tante Yully aja tuh di atas”, kata Satorman.
Aku pun kemudian naik ke lantai tiga tempat biasanya kami berkumpul, di sana ada kamar mandi untuk umum.

“Eh, Mamat, lama tidak main ke sini”, sapa tante Yully yang lagi beres-beres dapur, ketika aku pas sampai di lantai tiga.
Di lantai tiga ini terdapat satu ruangan berkumpul dilengkapi sound system untuk kami karaoke, satu kamar tidur milik Satorman, satu toilet, satu kamar mandi dan dibelakang tangga ada tempat masak-masak layaknya dapur mini.
“Iya nih, belakangan ramai, jadi malam sudah keburu capek”, kataku.
 Tante Yully adalah ibunya Fenny, seorang pekerja seks komersial di sini. Tante Yully adalah warga keturunan, walaupun umurnya sudah tiga puluhan, tapi wajah orientalnya tetap manis dipandang. Kadang-kadang kalau ramai dan tidak ada lagi gadis yang bisa dipesan, biasanya ada juga yang mau memesan tante Yully.
“Buatin makanan dong tante”’ pintaku sebelum masuk ke kamar mandi.

“Segar gak mat?”, tanya tante Yully ketika aku keluar dari kamar mandi.
“Segar banget dong”, jawabku.
“Nih, tante buatkan nasi goreng”, kata tante Yully sambil menaruh piring di atas meja.
“Hmm, harum banget...”, pujiku sambil mendekati meja itu, ternyata nasi goreng special buatan tante Yully, seperti kesukaanku, porsi besar dengan telur dadar.
“Terima kasih tante”, ku dekati tante Yully lalu ku peluk tubuhnya, erat,
“Sudah, pakai baju dulu sana terus makan!”, perintah tante Yully sambil menyingkirkan pelukanku. Hahaha, wajar saja, tubuhku masih sedikit basah, tanpa pakaian hanya mengenakan handuk saja. Karena pelukan tersebut lalu penisku pun sedikit mengeras.
“Ini kan rasa terima kasih ku sama tante”, lalu kepeluk lagi tante Yully,
“Tante baik deh”, rayuku.
“Dah sana, mentang-mentang sudah mandi dan harum”, tante Yully kembali menolakku lagi.
“Makan saja dulu sana, entar keroncongan”, kata tante Yully yang sangat bersimpati.

Tanpa mengenakan busana, hanya mengenakan handuk, aku sudah lapar tidak karuan, apalagi bau harum nasi goreng buatan tante Yully sangat menggoda rasa laparku, kutarik kursi lalu duduk di depan meja, dan ku lahap makanan buatan tante Yully. Tante Yully hanya geleng-geleng sambil menggerutu,
“Bukan pakai baju dulu, huft...”.
Aku tidak menghiraukan gerutunya lagi, aku terus makan, lalu kupuji masakannya,
“Enak banget nih tante”, tante Yully yang sedari tadi berdiri dekat kompor lalu tersenyum.
“Lebih enak lagi kalau disuapin tante...”, rayuku, langsung saja wajah tante Yully menjadi cemberut, ia lalu membalikkan badan dan entah berbuat apa dekat lemari es.
“Wah, terima kasih lagi nih tante”, ucapku ketika tante Yully mendekat sambil menaruhkan segelas es jeruk besar hasil perasnya tadi.
“Iya, tante kan sayang sama kalian semua”, kata tante Yully.
Kemudian tante berdiri dibelakang kursiku, aku merasakan jelas ia membuka handuk yang membalut di bawah menutupi penisku. Handuk ku ditarik lalu dibuang ke lantai.
“Kata Mamat mau disuapin, nih tante kasih lebih spesial”, bisik tante Yully di telingaku dari arah belakang.
Penisku mengeras, lalu tante Yully menjulurkan tangannya untuk memegang penisku. Oh, aku tidak konsen makan, penisku mulai dikocok oleh tante Yully. Aku berusaha menahan nafsuku, karena perutku belum terisi penuh, aku terus makan walau sedikit terganggu. Penisku bergejolak, remasan dan kocokan tante Yully tidak berhenti, benar-benar mengganggu konsentrasi makanku.

Masih setengah piring, ingin sekali aku segera menghabiskan semuanya, dan tak mungkin ku buang karena nasi goreng ini enak sekali, tidak mungkin aku sia-siakan. Tante Yully mulai berganti posisi, ia kemudian berjongkok di bawah meja, tetap di depanku. Kemudian ia menghentikan kocokan tangannya, ia mulai mengulum penisku dengan bibirnya. Oh, tak sanggup lagi aku menahan nafsu, kenikmatan tiada tara yang tante Yully berikan membuatku mempercepat makan ku agar segera bisa bermain cinta dengan tante Yully. Jilatan lidahnya mengenai bagian tengah penisku, oh betapa gelinya, lalu disedotnya penisku seperti seseorang menikmati es batangan, nikmat sekali, terasa hangat di batang penisku. Suap demi suap ku segera habiskan, tante Yully masih asik menyepongku, penisku bagaikan makanan baginya, mungkin sosis, es lilin, atau permen lolipop? Sendok terakhir segera ku telan untuk dihabiskan, kemudian ku minum es jeruk peras buatan tante Yully, seteguk demi seteguk, oh nikmatnya dengan keadaan penis masih disepong tante Yully. Akhirnya aku selesai makan, tenagaku pulih seperti hp yang full setelah charge. Ku arahkan tanganku ke bawah agar tante Yully menghentikan sepongannya, kemudian aku mundur dan berdiri, ku bersihkan meja, piring dan gelas yang tadi aku gunakan segera ku letakkan di dekat lemari. Kemudian kuangkat tubuh tante Yully dan kurebahkan di meja makan,
“Mamat perlu makanan penutup”, bisikku di telinganya dengan posisi menindihnya.
Tante Yully lalu memelukku sambil berbaring setengah tubuh di meja, kami lalu berciuman seperti sepasang kekasih. Tante Yully sangat harum, paras cantiknya tidak memudarkan pesonanya, walau umur sudah tidak muda, tapi inner beauty nya terus terpancar, apalagi didukung dengan body nya yang seksi, bahkan beberapa gadis ABG bisa kalah olehnya.

“Mamat mau susu”, bisikku setelah bosan berciuman bebir dengan tante Yully, lalu aku pun segera membuka baju tante Yully, kutarik bra nya ke atas langsung ku sedoti susunya, nafsu ku sudah tidak terbendung lagi.
“Jangan lama-lama ya mat, entar Satorman lama nunggu di bawah”, pesan tante Yully karena khawatir kalau Satorman berjaga sendirian.
Tidak mau berboros waktu, lalu kupreteli baju tante Yully hingga bugil, lalu kucari kondom di lemari tempat kami menaruhnya sebagai stok. Kupakaikan kondom lalu segera ku tusukkan ke vagina tante Yully dengan posisinya yang masih baring setengah tubuh, di mana kakinya menjulur ke lantai. Tante Yully mulai mendesah nikmat ketika ku pompa penisku di dalam vagina nya. Sambil meremas payudaranya, kuterus memasuk keluarkan penisku, menggerakkan maju dan mundur bokongku. Nikmat sekali, memek tante Yully masih tidak kalah dengan gadis-gadis muda, masih sedikit menggigit, walaupun punya anak satu. Ku pandangi wajah tante Yully, ia seperti kenikmatan menerima genjotanku, tubuh putihnya memang sangat menggairahkan jika dipandangi. Rambutnya yang panjang kini seperti berantakan di atas meja, percintaan kami yang sedikit ganas dengan gaya genjotku yang kuat, membuat meja sedikit berdencit, bergoyang mengikuti irama genjotanku.

‘KRING KRING KRING’ tiba-tiba suara telepon yang ter-line ke lantai lainnya pun berbunyi, ini pasti telpon dari Satorman yang tak sabar minta ditemani. Karena sedang kepalang, aku pun mempercepat iramaku hingga tubuh tante Yully bergetar kuat, payudaranya bergoncang naik turun, hingga akhirnya aku mencapai klimaks, penisku terasa menyemburkan cairan hangat, oh nikmatnya. Lalu kutarik penisku yang masih berbalut kondom, cairan sperma penuh di ujung kantong, tante Yully kemudian bangkit berdiri, membersihkan vaginanya dengan tissue lalu berpakaian kembali dan melanjutkan kegiatannya sambil bilang,
“Cepat tuh dicariin Satorman”, sebelum mengenakan bajuku kembali ku cium pipi tante Yully sambil berbisik,
“Thanks ya tante”, lalu aku pun segera turun untuk menemui Satorman.

“Kok ga angkat telpon gue mat?!” tegur Satorman ketika aku sampai di bawah.
“Sorry man, tadi masih mandi”, alasanku.
“Ada masalah gawat nih Mat, gue sudah kabari teman lain, sambil nunggu mereka kita jangan terima tamu lagi, mau tutup toko dulu Mat”, jelas Satorman dengan wajah sedikit tegang.
“Memangnya ada apa man?”, tanyaku penasaran.
“Syamsul sekarat di penjara mat”, kata Satorman.
Rupanya barusan dia mendapat telepon dati pihak penjara. Sambil menunggu pelanggan selesai sehingga bisa tutup toko, Satorman pun bercerita mengenai perbincangannya dengan pihak penjara. Akhirnya Andi dan Marwan tiba, teman yang lainnya akan menyusul kami ke sana, toko sudah kami tutup, tante Yully kami minta jaga bersama gadis pekerja lainnya. Aku membonceng Satorman dan Andi membonceng Marwan, sedangkan bos kami, Herman, juga akan menyusul segera.
“Wah, telat pak, Syamsul sudah kita larikan ke rumah sakit”, kata penjaga penjara ketika kami sampai dan minta bertemu dengan Syamsul.
Mendengar itu aku langsung shock, teman baikku Syamsul sedang sekarat. Satorman langsung memberitahu teman lainnya agar menyusul ke rumah sakit agar mereka tidak sia-sia ke sini. Segera ku pacu motor ku, berboncengan dengan Satorman, aku tidak hirau lagi berapa kecepatanku tapi aku sangat khawatir dengan keadaan Syamsul.

“Ruangan pasien atas nama Syamsul”, sebutku dengan tergopoh-gopoh ketika di depan bagian informasi rumah sakit.
“Oh, yang barusan dari penjara ya mas? Pasien sudah meninggal dunia mas”, jawab penjaga di bagian informasi.
Mendengar itu pikiranku langsung blank seperti petir menyambar tubuhku, kaku dan terasa tidak bisa bergerak. Satorman, Andi dan Marwan pun hanya terdiam, kemudian Herman berlari ke arah kami dengan tergesa-gesa, sepertinya ia juga terburu-buru karena khawatir dengan keadaan Syamsul. Suster menunjuk ke arah kamar mayat agar kami sana melihat Syamsul, tapi lututku terasa lemah dan tidak mampu digerakkan. Aku tidak percaya ini terjadi, kenapa Syamsul harus pergi begitu cepat, mungkin ini hanya mimpi. Namun stelah berjalan pelan menuju kamar mayat, aku baru sadar semua ini nyata, Syamsul sudah terbaring kaku di atas ranjang besi. Aku melihat teman-teman mulai menangis, aku pun tidak mampu membendung air mataku, seketika aku pun terjatuh berlutut sambil menangis, “Syamsullll...............”, sulit aku berkata-kata lagi, yang ku ingat hanya persahabatan kami, ketika kami bersama, senang bersama dan sedih bersama-sama.

“Syamsul”, teriak Budi yang baru sampai di sini. Ia terlihat kaget juga dengan keadaan Syamsul, ia memegangi mulutnya sambil menangis seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Aku terus menangis hingga pandanganku kabur. Ku lihat sekitar semua teman pada menangis, kemudian datang beberapa teman kami lagi yang baru saja sampai, Eko dan Iskandar, mereka pun langsung kaku tak bisa berkata apa-apa.
“Selamat jalan kawanku, Syamsul”, kataku dalam hati di pemakaman Syamsul.
Semua biaya ditanggung oleh Herman, kami memang sudah bersama cukup lama, teman bagi kami adalah bagaikan keluarga. Herman, Andi, Satorman, Marwan, Budi, Iskandar, Eko, Ayu, Lisa, Widya, Mega, Fenny dan tante Yully ada di sini, mendampingi Syamsul hingga ke liang kubur. Hanya Tono yang tidak bisa ke sini karena dia sedang liburan ke Thailand.

Aku mulai berpikir untuk menjalankan pesan terakhir Syamsul, apalagi mendengar cerita dari polisi yang semalam aku temui, aku sadar Syamsul ingin sekali kami berubah.
“Mat, bertobatlah, semua belum terlambat”, kata-kata Syamsul ketika terakhir aku jenguk masih terngiang-ngiang di kepalaku.
Polisi yang bernama Wahyu itu menjelaskan padaku kronologis saat itu. Para narapidana satu sel berteriak setelah melihat Syamsul tergantung di toilet dalam penjara itu, saat diperiksa sebenarnya Syamsul sudah tidak bernafas, namun polisi mencoba usaha dengan membawanya ke rumah sakit, namun semua itu tidak tertolong lagi.
“Dia sangat menyesali perbuatannya”, kata polisi tersebut, Syamsul sering merenung, dan belakangan ini sering menangis sendiri.
Aku tahu Syamsul sangat tidak bisa menerima kesalahan yang telah ia perbuat, karena setiap menjenguk, ia selalu bercerita. Walaupun ia sudah tobat dan tiap hari selalu sholat, namun beberapa napi satu sel suka mengerjainya, Syamsul sering dipukul napi lain, bahkan sampai sudah dipindahkan ke sel lain dengan napi baru juga sama. Kadang napi lain mengerjainya dengan menggosokkan balsem ke penis Syamsul, kadang ada yang meminta jatah dengan menyodomi dia, dan sebagainya.

“Ini ada secarik kertas kutemukan dekat Syamsul”, polisi itu memberikan sepucuk surat tulis tangan dari Syamsul.
‘TEMAN-TEMAN YANG AKU SAYANGI, MARILAH KITA KEMBALI KE JALAN YANG BENAR, TIDAK ADA KATA TERLAMBAT DIHADAPAN-NYA’ kata-kata yang cukup religius menggoncang hatiku. Aku pun bertekad meneruskan perjuangan Syamsul, bertobat dan menjauhi maksiat.
Selamat jalan Syamsul. Selamat tinggal juga dunia gelap. Mulai hari ini aku akan mencobanya, menyadarkan teman-temanku yang lain agar semua berubah.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger