Home » » Kisah Derita di Negeri Matahari Terbit [067]

Kisah Derita di Negeri Matahari Terbit [067]


Bandar Taruhan - Namaku Siti Fatimah, aku seorang gadis yang baru saja menikah demi masa depan yang lebih baik. Aku menikah dengan Soebandi, teman baikku hanya dikarenakan kami memerlukan data pasangan untuk berangkat ke negeri ini. Awalnya aku memang tidak memiliki perasaan dengannya, namun kedekatannya denganku membuat aku yakin Soebandi bisa menjagaku. Semua itu berawal dari rasa kecewaku terhadap seorang pria yang bernama Satorman, dia adalah teman baik Soebandi juga. Aku pernah punya hati dengannya, namun karena aku mempergokinya selingkuh maka ku pupuskan harapanku. Bersamaan itu, Soebandi membujukku, ia ingin merantau ke Jepang, katanya untuk bekerja, maka timbullah ide kami untuk menikah sehingga bisa meringankan biaya untuk berangkat ke negeri itu.

Walaupun hubunganku dengan Bandi tidak begitu dekat layaknya pasangan suami istri, namun kami sedikit demi sedikit sudah membina perasaan lebih mendalam. Bandi sudah bisa memperlakukanku dengan romantis sehingga hubungan kami kian hari kian harmonis. Di sini aku melanjutkan study ku, tidak banyak yang bisa aku pelajari, apalagi dengan bahasa Jepangku yang sedikit buruk, ditambah adanya diakriminasi terhadap perempuan berhijab di sini. Sedangkan Bandi tidak menetap di satu kota karena dia bekerja di perusahaan elektrik yang katanya sering bertugas melakukan instalasi listrik berpindah lokasi. Kadang Bandi cuma dua hari, kadang seminggu, bahkan kadang sebulan. Sehingga aku kadang hanya sendirian di apartemen kecil ini, tidak banyak yang aku lakukan selain membenahi rumah dan belajar.

Apartemen kami ini berlantai tiga, rata-rata yang menyewa di sini adalah warga Indonesia yang datang untuk bekerja, di mana tiap lantainya dihuni oleh berbagai macam jenis orang mulai dari pedagang, sales, pegawai kantor hingga mahasiswa. Lantai pertama dihuni oleh pembantu yang merangkap tukang cuci dan seterika, penjaga apartemen dan beberapa kamar dihuni oleh para pegawai Jepang dari sebuah instansi pemerintah. Lantai kedua adalah yang paling ramai karena terdapat 15 kamar didalamnya dan lantai kedua ini benar-benar tertutup dari bagian luar karena satu-satunya penghubung dengan bagian luar bangunan adalah jendela disebuah balkon kecil sementara itu untuk ventilasi hanya terdapat jendela-jendela berteralis yang berukuran sangat kecil di tiap kamar. Aku dan suamiku tinggal di lantai dua ini. Lantai tiga terdapat sedikit kamar yang bercampur dengan tempat untuk menjemur pakaian. Di lantai ini aku tidak begitu kenal dengan penghuninya karena mereka bekerja larut malam dan baru pulang pagi harinya.

Saat itu aku sedang membaca sebuah buku untuk menambah ilmu, ketika aku mendengar hp ku berbunyi. Ternyata Mas Bandi meneleponku untuk mengabarkan kalau nanti malam dia lembur dan mungkin baru bisa pulang besok karena kebetulan dengan kepindahan bosnya yang sekarang dan pergantian dengan bos yang baru membuat banyak pekerjaan kantor harus lebih cepat diselesaikan sebelum tenggat waktu yang seharusnya. Aku maklumi itu karena aku tahu kalau suamiku merupakan pekerja yang rajin dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Aku melongok ke jam dinding. Sekarang sudah pukul 10 malam dan aku sendiri bingung mau ngapain karena jujur saja di kamar apartemen kami sama sekali tidak ada hiburan kecuali televisi. Kebetulan acaranya malam itu membosankan dengan bahasa Jepang yang sedikit tidak ku mengerti sehingga bertambah lengkap kebosananku terhadap malam ini. Biasanya jam segini sih aku dengan Mas Bandi sedang ngobrol atau setidaknya bisa tidur bareng sehingga aku tidak merasa sendirian seperti sekarang ini.

“Tok tok tok.” Aku mendengar suara pintu kamarku diketuk. Apakah Mas Bandi pulang malam ini? Mungkin saja pekerjaannya lebih cepat selesai sehingga dia dapat pulang lebih cepat. Setelah kubuka bukannya aku gembira tapi malah kecewa. Ternyata yang mengetuk pintuku adalah seorang tetangga apartemen yang kamarnya berada di sebelah kamarku. Namanya Rusdi, dia seorang sales di sebuah perusahaan mobil ternama dan dia sudah cukup lama tinggal di negara ini, pengalamannya banyak, sehingga ia sangat mudah bekerja di sini.

“Ada apa Mas Rusdi? Kok malam-malam belum tidur?”, tanyaku berusaha sopan walaupun aku mencium bau alkohol dari mulutnya itu.
Tidak begitu keras sih tetapi mengganggu juga lama-lama.
“Anu mbak. Saya ada perlu sebentar kok. Ada yang mau saya bicarakan.” Kata Rusdi sambil melongok kekamarku dan sepertinya dia melihat kalau suamiku tidak ada di dalam.
“Aduh, Mas Bandi belum pulang tuh. Nanti aja kalau udah pulang saya minta dia supaya ke kamarnya Mas Rusdi aja.”, jawabku sambil berusaha menutup pintu tetapi terhalang oleh salah satu tangan Rusdi.
“Wah kebetulan mbak. Yang mau saya bicarakan tuh nggak ada hubungannya dengan Mas Bandi tapi sama Mbak Fatimah aja kok.", jawabnya.

Dan jawaban itu benar-benar membuatku tambah bingung aja. Apa sebenarnya mau si Rusdi ini.
“Begini mbak. Maksud kedatangan saya kemari adalah untuk meminta pertimbangan Mbak Fatimah. Soalnya saya malu untuk minta pertimbangan dari cewek lain di apartemen ini.” Jelasnya walaupun dalam hati aku masih bingung juga maksud dari pembicaraannya ini.
“Maksudnya meminta pertimbangan apa yah?” kataku mencoba untuk memperjelas perkataannya barusan.
“Begini mbak. Besok khan teman perempuan saya mau merayakan ulang tahun dan kebetulan saya cukup dekat dengan dirinya. Nah saya itu bingung mau ngasih kado apa, tapi kata temen ceweknya dia pernah curhat kalau lagi pengen beli satu set pakaian dalam yang dari merk ternama. Masalahnya saya khan nggak tau ukurannya berapa. Kalau saya tanya langsung khan jadi nggak surprise lagi mbak.”, jelas Rusdi sambil menatapku tajam.

Aku mencoba untuk menghindari tatapannya itu tapi sepertinya susah juga mengingat dia duduk di depanku saat ini dan ruangan apartemen ini juga sedikit sempit.
“Terus? Saya khan juga nggak tahu temannya mas Rusdi itu badannya seperti apa. Jadi bagaimana mungkin saya bisa memberikan solusi buat mas?” jelasku lagi padanya.
Rusdi tersenyum. “Kalau itu sih nggak usah khawatir mbak. Karena postur tubuh teman saya itu sama persis dengan mbak walaupun nggak secantik Mbak Fatimah”, katanya lagi.
Mendengar itu, aku sebenarnya sedikit curiga, kenapa ia harus memujiku, sedangkan aku sendiri menilai diriku ini biasa saja. Jujur, tubuhku mungil kecil, kulitku sedikit hitam dengan wajah pas-pasan layaknya gadis-gadis kampung, sedangkan Mas Rusdy sudah lama berada di negara ini, aku yakin teman-teman wanitanya pun sebagian adalah orang Jepang yang berkulit putih. Terus terang saja aku enggan memberi tahu nomor pakaian dalamku kepada orang luar tetapi sepertinya cuma itu satu-satunya cara agar dia segera keluar dari kamar ini.

Akhirnya aku memberikan nomor ukuran pakaian dalamku kepada Rusdi dan pria itupun akhirnya beranjak pergi dari kamarku setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih dengan sedikit senyuman tersungging di bibirnya. Paginya Mas Bandi pulang sekitar jam 6 pagi lalu tertidur. Hari itu dia bilang kalau dia diliburkan oleh bos-nya karena sudah semalaman lembur. Aku sebenarnya belum pernah ke kantor Mas Bandi kerja, aku hanya pernah bertemu dia dijemput oleh dua pria berjenggot tebal, layaknya teroris di negera bermasalah. Seperti biasa aku merawat seluruh keperluannya dan menyiapkan makanan untuknya jika sudah terbangun nanti, seperti layaknya seorang istri yang setia pada suaminya.
“Siang Mbak Fatimah. Tumben jam segini baru belanja.", sapa seorang teman apartemen yang juga merupakan mahasiswa di negeri ini namun di sekolah yang berbeda denganku.
Namanya Erdi, dia asli dari sebuah kota kecil di Jawa Timur. Terbiasa dengan kerja keras sejak kecil membuatnya terlihat mempunyai tubuh yang kekar dan berotot. Macam binaragawan saja batinku dalam hati tiap melihat lekuk tubuh pemuda ini. Diketahui Erdi sekolah di sini sekalian bekerja, penghasilan di sini lumayan, asalkan pandai-pandai berhemat, para TKI bisa menjadi kaya ketika pulang ke kampung halaman. Aku yakin suatu saat aku dan Mas Bandi juga bisa sukses dan kembali ke kampung halaman kami.

“Iya nih, soalnya Mas Bandi baru saja pulang tadi jam 6 soalnya lembur jadi nggak sempat belanja. Kuliah jam siang yah?”, tanyaku pada Erdi dan pemuda ini mengiyakan sambil tersenyum ramah. Lalu dia buru-buru berjalan kaki untuk menuju kampus tempatnya kuliah. Dia mungkin salah satu penghuni apartemen yang baik-baik menurutku karena tidak pernah macam-macam. Sekitar dua hari kemudian aku dikejutkan dengan sebuah paket yang ditujukan padaku. Aku buka paket itu dan betapa terkejutnya aku karena isi paket itu adalah satu set pakaian dalam yang super seksi bewarna hitam dan ukurannya pun sesuai dengan ukuran tubuhku. Aku heran dan menebak-nebak siapa yang mengirim ini semua dan jawabanku adalah Rusdi. Mengingat cuma dia seorang yang mengetahui ukuran pakaian dalamku selain Mas Bandi. Lagipula dia pernah berkonsultasi untuk hal ini sebelumnya. Aku melihat ke arah pintu kamar Rusdi dan sepertinya dia tidak ada di apartemen waktu itu, aku bermaksud untuk mengembalikan pakaian dalam ini kepadanya. Jujur saja aku merasa sangat terganggu, untungnya Mas Bandi tidak ada di sini sekarang ini.

Malamnya aku mendapatkan telepon dari Mas Bandi kalau dia sedang ada pekerjaan lembur malam ini dan sekali lagi aku ditinggal sendirian dalam sepi di tempat apartemen ini. Sekitar jam 10 malam pintu kamarku diketok oleh seseorang. Begitu kubuka langsung aku kaget karena yang datang adalah Rusdi tetangga apartemen ku.
“Mas Rusdi ada apa malam-malam gini?”, tanyaku dengan nada tidak menyenangkan.
Sekali lagi aku mencium aroma alkohol dari mulut pria ini.
“Begini mbak, saya ada sesuatu yang harus saya bicarakan dengan Mbak Fatimah. Ini penting mbak.”, katanya padaku.
Aku dari awal sudah tidak senang dengan cara orang ini berperilaku langsung saja aku utarakan kegusaranku terhadapnya.
“Mas Rusdi, begini yah mas. Jujur aja saya nggak begitu suka dengan cara mas Rusdi selama ini. Ini udah kelewatan mas. Buat apa sih mas kirim paket yang tidak senonoh seperti itu?”, kataku dengan nada keras.
Sejenak terbersit raut wajah bingung di wajahnya tetapi aku sudah terlanjur dongkol terhadap pria ini sehingga tidak aku gubris sama sekali.
“Maksud mbak ini apa? Paket apaan?” tanyanya pura-pura tidak tahu.
“Udah deh mas. Saya juga udah males menjelaskan. Saya mau tidur, permisi.”, kataku ketus sambil menutup pintu kamar.
Aku sudah benar-benar muak dengan pria ini. Apa sih maunya sebenarnya.

Sekitar seminggu kemudian, Mas Bandi mendapatkan tugas dari kantornya untuk pergi keluar kota selama 3 hari 2 malam. Kantornya menyuruh Mas Bandi dan teamnya untuk bantu membenahi permasalahan kelistrikan di kota Osaka. Mas Bandi berkata kalau dia berhasil menyelesaikannya dengan baik maka dia bisa dipromosikan ke level yang lebih tinggi di kantornya sekarang. Maka sebagai istri aku hanya bisa rela saja, apalagi tujuan kami ke sini memang untuk mengumpulkan uanh, toh kalo dia dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi maka katanya kami akan mendapatkan tempat tinggal dinas yang disediakan perusahaan sehingga tidak perlu kami menyewa apartemen ini lagi. Malam harinya aku pergi keluar apartemen untuk mencari makan di luar, dan seperti biasa aku membungkusnya karena aku kurang nyaman jajan di luar tanpa suamiku. Saat aku sampai di apartemen aku melihat suasana apartemen sudah sepi, Erdi tak terlihat di sini karena biasanya dia selalu stand by di pintu masuk apartemen ini seperti satpam saja pikirku. Mungkin dia masih sibuk mengerjakan tugas sekolahnya sehingga harus kembali menginap di rumah temannya.

Lantai satu seperti tanpa penghuni begitu juga lantai dua. Semuanya sepi bahkan disaat seperti ini aku sempat berharap kalau Rusdi ada di apartemen karena sejujurnya aku ini tipe orang yang penakut jika sendirian. Sejenak aku mendengar suara tape dari lantai 3, aku lega karena ternyata ada orang juga di apartemen ini selain aku. Jam 11 malam dan suasana apartemen masih tidak berubah, hanya terdengar suara kaset tape dari lantai tiga dan nyanyian merdu dari Bryan Adams. Saat aku akan tertidur tiba-tiba pintu kamar terbuka. Memang aku tidak menguncinya tetapi aku yakin kalau aku sudah menutupnya dengan rapat sehingga tidak mungkin ada angin yang mendorongnya. Dengan was-was aku melihat apakah ada orang di balik pintu itu dan ternyata tidak ada. Ah mungkin cuma angin dan aku juga tidak begitu yakin telah menutup dengan benar pintu tersebut, pikirku dalam hati. Saat aku akan menutup pintu itu kembali tiba-tiba muncul sebuah tangan pria yang langsung mencekal tanganku sementara tanganku yang satunya langsung dicekal kebelakang tubuh dengan kasar. Aku mencoba berteriak tetapi belum sempat suaraku keluar, pria tersebut membanting tubuhku keatas tempat tidur.

Aku mencoba berontak tapi apalah daya karena tenaga pria ini benar-benar di atasku jauh. Pria ini menindihku yang sedang kesakitan karena bantingan tadi dan langsung mencoba melucuti pakaianku yang kala itu hanya menggunakan daster warna jingga. Aku melihat pria bertopeng ini dengan ketakutan yang amat sangat, aku tahu apa yang ingin dia lakukan kepadaku namun aku tak mampu untuk melawan dirinya itu. Dia sepertinya tidak sabar lagi dan merobek pakaianku sehingga sekarang aku tinggal mengenakan celana dalam mengingat aku tidak pernah memakai bra tiap kali aku tidur. Teriakan dan umpatanku juga tidak dia tanggapi sama sekali, pria ini hanya membisu sambil terus berusaha melucuti seluruh pakaianku hingga akhirnya lolos juga celana dalamku ditangan pria ini. Dia sepertinya terkesima melihat kemaluanku yang tumbuh dengan jembut-jembut halus. Dengan kulit mulusku pernah Satorman puji 'hitam manis' ini memang sangat menggoda, bahkan Mas Bandi yang sedianya sangat alim dan tidak suka dengan hal berbau seks pun tidak ada bosan-bosannya melihat tubuhku ini. Pria itu lalu membuka celananya dan membetot keluar batang kemaluannya. Sekarang keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Teriakanku sepertinya tidak ada yang mendengarkan, mungkin karena struktur lantai dua apartemen ini yang sangat tertutup sehingga kedap suara.

Aku sadar sebentar lagi pria misterius ini akan menyetubuhi diriku. Penisnya yang begitu besar bahkan sudah membuatku merasa ngilu hanya dengan melihatnya saja. Bahkan milik Mas Bandi saja paling hanya dua pertiga dari milik pria ini. Pria itu lalu mengangkat kedua pahaku dan menekannya ke arah perutku sehingga aku menjadi sedikit sesak nafas. Aku yang sudah lemas melawan dari tadi hanya bisa pasrah melihat detik-detik di mana ujung kemaluan pria itu semakin lama semakin dekat saja dengan bibir vaginaku. Seperti yang kutakutkan sebelumnya, akhirnya pria itupun melesakkan batang kemaluannya yang sangat besar itu melewati himpitan bibir kewanitaanku yang masih rapat ini. Aku menjerit dan memohon ampun supaya dia tidak memperkosaku tetapi apa daya karena jeritanku tidak diindahkannya sama sekali. Sekarang bahkan ujung kemaluannya sudah melesak seluruhnya kedalam vaginaku tinggal bagian batang dan pangkalnya saja yang masih ada di luar.
“Akhh…sakit. Ampun! Jangan perkosa saya!”, jeritku memelas tapi lagi-lagi tak ada reaksi dari pria ini.
Dia malah semakin mempercepat proses penetrasinya sehingga membuat rongga vaginaku semakin sakit saja. Bibir kemaluanku bahkan seperti robek menjadi dua karena dipaksa menerima batang kejantanan sebesar bonggol jagung itu.

Lagi-lagi aku menjerit tetapi kali ini hanya jeritan kecil dan lemah karena aku sudah kehabisan tenaga untuk berteriak dan menjerit lagi. Sekarang tinggal suara desahan dan rintihan pelan yang terdengar tiap kali pria ini menyodokkan batang kemaluannya yang besar itu di dalam vaginaku dan mengaduk-aduknya dengan berbagai macam arah dan gaya. Setelah sekian lama baru kali ini aku kembali merasakan seperti diperawani untuk yang kedua kalinya. Aku juga pernah merasakan rasa sakit seperti ini ketika diperawani oleh Mas Bandi, suamiku, ketika baru sampai di negeri ini. Seperti berbulan madu, walau belum tumbuh rasa cinta yang besar namun kami sudah berkomitmen akan terus bersama. Pria itu diam tak bicara ketika mendengar aku meminta ampun dan merintih kesakitan. Dia bahkan sepertinya semakin bernafsu saja begitu mendengar aku yang semakin lemah tak berdaya ini menjerit dan merintih. Dalam lima belas menit kemudian pria ini mempercepat sodokannya dan dia mengakhirinya dengan sebuah sodokan yang kencang dan dalam pada vaginaku. Aku mendongakkan kepalaku menahan rasa sakit yang hebat ketika pria itu menyetubuhiku dengan kasarnya. Sesaat kemudian aku merasakan penis raksasa itu berkedut keras lalu aku merasakan adanya cairan hangat membasahi rongga rahimku. Aku shock bukan main ketika menyadari kalau pria ini berejakulasi di dalam rongga kemaluanku. Aku takut hamil dan terlebih lagi aku jijik menyadari kalau ada pria asing yang tak kukenal memperkosaku dan menyemprotkan cairan spermanya di dalam vaginaku. Aku pingsan entah untuk berapa lama.

Begitu aku bangun aku mendapati sudah nyaris pagi dan tubuhku yang tergolek tanpa mengenakan sehelai benangpun ini merasakan dingin luar biasa. Kepalaku sedikit pusing dan mencoba untuk menyadarkan diri sendiri kalau aku telah diperkosa oleh orang asing. Tangisku tak pelak lagi meledak memenuhi ruangan ini. Tanganku meraba selangkanganku dan mendapati sedikit noda darah segar disertai cairan putih kental yang sangat banyak yang aku tahu itu adalah sperma dari pemerkosaku tadi. Entah sudah berapa kali dia memperkosaku sampai cairan maninya keluar begitu banyak dari kemaluanku ini. Sesaat kemudian terdengar suara sms masuk. Aku buka sms itu dan aku terkejut ketika sms itu berasal dari pemerkosaku yang berbunyi 'Aku sudah ambil foto kamu pas lagi bugil. Awas kalau sampai lapor polisi. Aku bakalan sebarin keseluruh penjuru negeri ini dan ku jual ke para yakuza di sini'. Seketika aku lemas tak berdaya dan kusadari orang yang memerkosaku ada sewarga negara denganku, bukan warga negara sini yang terkenal mesum dan memproduksi film bokep terbesar di dunia. Beberapa saat kemudian sms dari Mas Bandi muncul menanyakan keadaanku. Aku jawab kalau aku baik-baik saja dan menyuruhnya cepat pulang. Seandainya dia tahu kalau istri tercintanya telah habis dinikmati tubuhnya oleh orang lain entah apa reaksi suamiku itu.

Agen Bola - Bandar Taruhan - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Cbo855 - Agen Sabung Ayam
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger