Home » » Terjebak hutang Budi 4

Terjebak hutang Budi 4


Bandar Taruhan - Hari ini aku terpaksa berbohong kepada istriku, Arum. Sebenarnya hari ini aku tidak masuk kerja, tidak ada audit juga. Hari ini aku ada janji untuk bertemu dengan seseorang, yang akan aku mintai bantuan untuk memberi pelajaran kepada si Jamal brengsek itu, pria bajingan yang sudah memperkosa istriku.

Hari inipun aku mengajukan cuti ke kantor. Aku tidak mengarahkan mobilku ke kantor, tapi ke arah luar kota, tempat aku berjanji bertemu dengan orang itu. Dia ini tak lain adalah teman lamaku. Temanku semasa sekolah dulu, dari SD sampai SMA. Sudah lama kami tidak bertemu sejak kami lulus SMA, karena aku melanjutkan kuliah di luar kota, sedangkan dia ternyata masuk ke kepolisian.

Sebelumnya aku juga tak pernah mendengar kabar darinya, sampai beberapa hari yang lalu aku dan dia secara tak sengaja bertemu. Saat itu dia sedang berada di kota ini karena tugas dari tempatnya bekerja, sedangkan aku sedang makan siang dengan teman-temanku. Aku sangat pangling dengannya. Saat dia menyapaku, butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya aku bisa mengenali wajahnya.

Penampilannya benar-benar berbeda sekarang ini, sangat jauh dari yang kutahu selama ini. Dulu dia adalah seorang gadis yang sangat feminim dengan rambut panjangnya yang indah. Sekarang, rambutnya sudah dipotong pendek, seperti aturan di kepolisian. Ya benar, dia adalah seorang polwan. Namanya Inggrid Oktavia. Orang-orang kebanyakan memanggilnya Via, tapi aku lebih sering memanggilnya Iing. Dan sepertinya, memang hanya aku yang memanggilnya seperti itu.

Aku dan Iing berteman sejak kecil, dan sudah sangat dekat sampai akhirnya kami terpisah sejak lulus SMA. Sejak saat itu aku tak pernah berkomunikasi lagi dengannya, bahkan nomernya saja aku tak punya.

Awalnya aku tak punya pertolongan kepadanya untuk masalah yang sedang dihadapi oleh Arum. Aku tak melihat peluang Iing bisa membantuku. Bukan meremehkan, meskipun polisi, tapi dia tetaplah seorang wanita. Bagaimana dia bisa menghadapi Jamal? Kalau hanya Jamal sendiri, mungkin masih bisa, tapi kalau sudah berurusan dengan anak buahnya juga, mana bisa Iing sendiri? Dia pasti minta tolong rekannya. Dengan begitu, pasti apa yang terjadi pada istriku ini akan menyebar luas.

Tapi setelah berkomunikasi dengannya melalui handphone, baru aku tahu kalau Iing ini ternyata sekarang masuk di bagian intelegen. Dulunya malah pernah di bagian kriminal dan sudah beberapa kali berurusan dengan penjahat kelas kakap. Dia juga cerita kalau pernah menangkap 4 orang sekaligus sendirian. Meskipun berakhir dengan penuh luka, tapi dia berhasil melumpuhkan keempat orang itu. Hal itu membuatku jadi kepikiran, bagaimana kalau aku minta bantuan ke Iing saja.

Karena saat ini Iing bertugas di kota lain, makanya mau tak mau aku harus kesana untuk menemuinya, menceritakan apa yang ingin aku sampaikan. Sebenarnya dari kemarin Iing sudah memaksaku cerita waktu aku bilang mau minta tolong padanya, tapi aku tak mau cerita lewat telpon atau chating, aku ingin bertemu langsung dengannya.

Karena masih cukup pagi dan belum terlalu macet, sekitar 3 jam perjalanan sampai akhirnya aku sampai di kota itu. Aku langsung menuju ke tempat yang menjadi tempat kami janjian ketemu. Sampai disana kulihat bersamaan dengan Iing yang baru sampai dan baru turun dari motornya. Hari ini dia tidak memakai seragam dinasnya, hanya berpakian casual dengan celana jeans ketat yang membungkus kaki jenjangnya, juga sebuah jaket yang membungkus tubuh atasnya.

“Hei baru sampai?” tanyaku dari belakang mengagetkannya.

“Eh Krisna. Iya nih, kamu juga baru sampai ya?”

“Iya.”

“Yaudah yuk ke dalem, sekalian sarapan.”

“Oke.”

Kami memang janjian di sebuah rumah makan di kota ini. Sampai di dalam kami langsung memesan menu untuk sarapan. Kami hanya berbasa-basi saja, sambil menikmati sarapan kami.

Oh iya, meskipun dia ini seusia denganku, yaitu 29 tahun, ternyata dia belum menikah. Sebenarnya dulu sudah punya calon, sudah lamaran juga, tapi beberapa minggu sebelum hari pernikahan, calon suaminya yang juga seorang polisi tewas saat penggerebekan sebuah komplotan begal. Saat itu terjadi baku tembak yang menyebabkan 3 orang polisi tewas, salah satunya adalah calon suami Iing. Sejak saat itu, dia benar-benar tepukul dan merasa kehilangan. Sempat lama sekali dia menutup hatinya untuk orang lain.

“Ing, ini beneran nggak ada yang marah kan kita ketemuan?”

“Haha, aku kan udah bilang Kris kalau aku belum nikah.”

“Ya tapi, emang belum ada yang, hmm, menggantikannya? Sampai sekarang?”

“Ada sih. Maksudnya, yang deket ada, tapi kami nggak pacaran. Aku bilang sama dia kalau emang serius, yang langsung lamar.”

“Oh gitu, terus, kapan mau nikahnya? Inget umur lho Ing, bentar lagi 30.”

“Iya. Kalau nggak ada halangan sih, mungkin sekitar 4 bulan lagi. Sekarang dia lagi pendidikan soalnya, mau kenaikan pangkat.”

“Oh gitu. Oh iya, pangkatmu udah tinggi dong ya sekarang?”

“Hehe, ya lumayan lah. Tapi ngomong-ngomong nih, istrimu tau nggak kamu kesini? Jangan-jangan kamu bohong ya? Pasti nggak bilang kalau mau ketemuan sama aku?”

“Hmm, yaa sebenarnya itu yang mau aku bicarain sama kamu Ing, yang mau aku mintain tolong.”

“Oh gitu. Emang kamu mau minta tolong apaan sih?”

“Hmm, disini aman nggak Ing? Soalnya ini penting, rahasia.”

Iing melihat ke sekeliling. Rumah makan ini memang cukup ramai.

“Atau kamu mau kita pindah tempat, cari yang lebih private supaya kamu bisa bebas cerita?”

“Ya aku sih mau aja, tapi dimana?”

“Hmm, dimana ya. Di rumahku nggak mungkin sih, entar malah digrebek kita.”

Dia terlihat berpikir, mencari tempat yang kiranya pas untukku menyampaikan maksud kedatanganku menemuinya.

“Hmm, kita ke daerah atas aja gimana Kris?”

“Daerah atas?”

“Iya, disana ada cotage-cotage gitu, yang bisa disewa.”

“Lah, masak ke cotage? Entar dikira kita mau macem-macem lagi?”

“Haha, ya kamunya jangan macem-macem lah, kalau nggak mau aku hajar.”

“Haha, ya mana berani aku sama kamu Ing. 4 penjahat aja kamu lumpuhin, apalagi aku yang nggak bisa apa-apa.”

“Haha makanya itu. Gimana mau nggak?”

“Ya udah deh, aku ngikut aja. Terus kita kesananya gimana? Pake mobilku aja?”

“Iya, aku nitipin motor aja dulu di tempat temen.”

“Tapi aman kan? Maksudku, entar malah temenmu nanya-nanya lagi.”

“Tenang aja, temenku lagi dinas, dia nggak dirumah, tapi aku punya kunci rumahnya.”

“Oh ya udah kalau gitu. Yuk jalan.”

Akhirnya kamipun meninggalkan rumah makan ini. Kami menuju ke sebuah rumah yang katanya rumah teman Iing. Dan benar, dia membuka rumah itu, lalu memasukkan motornya, tak lama kemudian dia keluar lagi dan langsung masuk ke mobilku.

“Yuk jalan.”

Akupun mengikuti arahan yang diberikan oleh Iing. Aku tak mengenal kota ini, karena ini pertama kalinya aku kesini. Iing yang menunjukkan jalannya. Sampai di lokasi, Iing menyuruhku untuk tetap menunggu di mobil, sementara dia memesan salah satu cotage. Setelah itu dia masuk lagi ke mobil dan menunjukkan kemana harus jalan.

Kami sampai di tempat yang dimaksud. Di tempat ini, ada beberapa cotage yang tempatnya saling berjauhan satu sama lain. Cukup private juga. Tapi kok Iing tahu tempat ini ya? Jangan-jangan dia sering kesini?

“Kamu kok tau tempat kayak gini Ing? Sering kesini ya?”

“Haha, nggak usah mikir macem-macem. Aku sih taunya dari temenku, dia beberapa kali kesini. Ini juga baru pertama kok aku kesini, sama kamu lagi kan, haha.”

Kami masuk ke salah satu cotage yang sudah kami pesan. Kondisinya cukup lumayan lah, tidak terlalu wah, tapi bersih dan rapi. Dan yang menjadi poin tambahan, pemandangan yang bisa dilihat dari tempat ini sangat indah. Hmm, kalau saja aku kesini dengan Arum, pasti akan lebih menyenangkan, hehe.

“Nah, kita udah disini. Sekarang, apa yang mau kamu bicarain Kris?” ucap Iing membuka obrolan.

“Gini Ing, ini tentang apa yang terjadi sama istriku Arum. Tapi aku minta, apapun yang aku ceritain ini, jangan sampai tersebar ya?”

“Emang apaan sih? Istrimu selingkuh?”

“Janji dulu.”

“Iya, baiklah aku janji nggak akan ngasih tau ke orang lain.”

“Makasih Ing. Jadi gini, istriku bukan selingkuh, tapi diperkosa.”

“What? Diperkosa? Gimana ceritanya?”

Akupun menceritakan semuanya kepada Iing, sama persis dengan apa yang diceritakan Arum kepadaku. Mulai dari bagaimana dia dihadang oleh kawanan begal itu, sampai akhirnya ditolong oleh Jamal. Lalu ternyata terungkap kalau semua itu hanya setingan dari Jamal, dan akhirnya Arum dibuat tak berdaya dengan entah apapun yang diberikan kepadanya olah Jamal, sehingga Arum sama sekali tak bisa melawan saat dia diperkosa.

Aku agak emosi waktu cerita semua itu, dan aku bilang mau ngasih pelajaran sama si Jamal, tapi aku bingung harus bagaimana soalnya dia punya anak buah preman sedangkan aku tidak punya siapa-siapa. Aku juga jelaskan alasanku kenapa akhirnya aku minta bantuan pada Iing. Sedari aku memulai ceritaku, Iing hanya diam mendengarkan saja. Dia tampak tenang, tak ada emosi di wajahnya. Mungkin dia memang sudah terbiasa seperti itu, karena mungkin pernah menghadapi kasus yang lebih berat lagi daripada ini.

“Jadi gitu Ing ceritanya,” ucapku mengakhiri ceritaku.

“Hmm, terus, kamu maunya gimana?”

“Jujur, aku pengen ngasih pelajaran sama si Jamal itu. Tapi aku nggak pengen dia dipenjara, karena aku nggak mau cerita ini sampai menyebar luas. Kasihan Arum.”

“Iya aku tau. Maksudku, kamu pengen si Jamal itu diapain? Dibikin cacat atau dimatiin sekalian?” tanyanya dengan tenang, yang membuatku sedikit kaget. Sadis juga cewek ini ternyata.

“Hmm, menurutmu gimana? Kamu kan polisi, pasti punya pemikiran sendiri kan?”

“Gini lho Kris, kalau aku sebagai polisi, jelas aku bakal masukin dia ke penjara. Tapi aku tau kamu nggak mau seperti itu, karena kalau kamu mau seperti itu, nggak perlu nunggu ketemu aku, kamu pasti udah lapor polisi kan?”

“Iya Ing, tapi gimana ya, kalau lapor polisi juga, aku takut video yang sekarang dimiliki sama Jamal itu disebarin, makin malu kan nanti istriku.”

“Ya makanya aku tanya, kamu mau si Jamal itu digimanain?”

“Hmm, kalau dimatiin, aku nggak kepikiran sampai kesana, takut juga sih.”

“Lha terus kalau dibikin cacat, kan dia masih hidup, kamu nggak takut dia bakal balas dendam ke kamu?”

Eh, iya juga ya? Kenapa aku nggak kepikiran sampai disitu? Kalau hanya diberi pelajaran, dengan dibikin cacat, dia masih bisa balas dendam padaku, dengan bantuan orang lain. Tapi kalau dibunuh, duh aku nggak mau jadi pembunuh. Tapi, ini demi Arum. Haduh gimana ya, kok malah aku jadi bingung.

“Aku,, aku bingung Ing.”

Iing terlihat menghela nafas panjang.

“Aku udah beberapa kali nerima kasus seperti ini Kris, dan semuanya itu ditempuh lewat jalur hukum. Memang pada akhirnya berita itu akan tersebar, banyak yang akan tau. Tapi masyarakat juga udah cerdas sekarang. Mereka bisa ngebedain, perlakuan seperti apa yang harus diberikan kepada korban perkosaan, atau kepada orang yang selingkuh.”

Aku terdiam mendengar penjelasan dari Iing. Memang benar sih apa yang dia bilang. Selama ini sering aku membaca berita seperti itu. Memang kebanyakan korban perkosaan pasti melaporkan, entah apapun resikonya. Tapi aku benar-benar tak tega kalau orang lain sampai tahu Arum sudah diperkosa.

“Kalau kamu terus menahan, nggak mau melaporkan, salah-salah nanti malah jadi skandal perselingkuhan. Karena istrimu bisa saja dipaksa terus-terusan untuk melayani nafsu lelaki itu. Istrimu mungkin sudah cerita sama kamu soal pemerkosaan itu, tapi apa kamu bisa jamin kalau dia bakal cerita semua kalau dia dipaksa lagi?”

Iing seperti bisa membaca pikiranku. Dan sekali lagi aku harus setuju dengan ucapannya. Kalau awalnya diperkosa, siapa yang menjamin kalau tidak akan menjadi sebuah perselingkuhan? Dan apakah seterusnya Arum akan cerita semua padaku, kalau dia dipaksa lagi untuk melayani nafsu bejat bajingan itu?

“Jadi, aku harus gimana Ing? Kalau dilaporin juga kan, aku nggak punya buktinya. Dan kejadian itu udah 2 minggu yang lalu.”

“Ya terpaksa, kita harus gerebek langsung, tangkap tangan. Dengan begitu akan semakin mudah jadinya.”

“Berarti, harus ngerahin banyak orang dong?”

“Ya enggak. Gini lho Kris, aku bakal bantuin kamu. Nanti biar aku yang nyelidikin si Jamal ini. Kalau dia mau berbuat sesuatu sama istrimu, nanti aku kabarin kamu, kita gerebek berdua aja, setelah itu bisa kamu laporin ke polisi disana, dan aku yang akan jadi saksinya, gimana?”

“Hmm gitu ya? Tapi kan kamu tugasnya disini Ing?”

“Ah gampang itu. Soal itu biar aku aja yang urus.”

Aku terdiam, menimbang-nimbang usul dari Iing. Mungkin ada benarnya juga, resikonya tidak terlalu besar. Dan sepertinya, meskipun Jamal punya anak buah preman, kalau dia digerebek waktu hanya bersama dengan Arum, pasti akan lebih mudah. Jamal tak mungkin terus dijaga sama anak buahnya. Sepertinya ide Iing ini adalah opsi terbaik yang aku punya.

“Hmm, baiklah Ing, aku setuju aja sama kamu. Kapan kita bisa mulai?”

“Besok aku kabarin lagi, karena harus ada yang aku urus dulu di kantor. Mungkin lusa kita bisa mulai.”

“Duh Ing, aku nggak tau gimana harus berterima kasih sama kamu. Maaf banget kalau udah ngerepotin kamu.”

“Halah, udahlah, kita ini kan sahabat, jadi harus saling tolong menolong. Apalagi kasus yang menimpa istrimu itu, termasuk kasus yang paling aku benci. Benar-benar merendahkan perempuan. Asal kamu tau Kris, aku paling semangat kalau harus ngurusin kasus pemerkosaan gini, daripada kasus lain. Sebagai perempuan, ingin sekali aku membela mereka.”

Aku tersenyum mendengar ucapan Iing. Aku lega, bersyukur karena kurasa aku tak salah pilih minta bantuan pada Iing.

“Terus, nanti gimana Ing, perlu nggak aku kasih tau ini sama Arum?”

“Hmm, lebih baik jangan dulu. Kita kasih tau Arum kalau semua ini udah beres. Bukan apa-apa, kita ketemuan ini aja kamu nggak bilang sama dia kan? Takutnya nanti juga bisa aja Arum nggak terima kalau harus dijadiin umpan, malah rusak rencana kita.”

“Ya udahlah, pokoknya aku ngikut apa katamu aja. Yang penting semua ini bisa cepet beres, dan Arum nggak perlu lagi harus melayani bajingan itu.”

“Iya, semoga semua ini cepet beres. Eh, udah siang nih, makan yuk, laper.”

Aku melirik jam tanganku. Astaga, ternyata sudah cukup lama juga kami disini, tak terasa perutku sudah protes. Akhirnya kami putuskan untuk makan siang dulu, lalu nanti istirahat sebentar disini, sebelum aku kembali ke kotaku. Dan sepertinya akan seperti prediksiku, aku akan sampai di rumah malam hari.

Akhirnya aku sampai juga di rumah. Kulihat jam tanganku, sudah jam 10 malam. Hmm, apa mungkin Arum sudah tidur ya? Lampu depan saja sampai lupa tidak dinyalakan. Setelah memarkirkan mobilku, aku langsung masuk ke rumah. Tidak ada Arum di ruang tengah. Akupun langsung masuk ke kamar, dan ternyata benar, Arum sudah terlelap.

Aku hampiri dia, kukecup keningnya, tapi dia tak bereaksi. Sepertinya dia sudah nyenyak sekali. Dari wajahnya, terlihat dia sedang capek. Entahlah, apa mungkin hari ini dia banyak pekerjaan, aku tak tahu. Akupun tak ingin membangunkannya, kasihan.

Akupun segera mandi dan berganti pakaian. Untungnya aku tadi sudah makan waktu di jalan. Kebetulan juga tadi jalanan cukup macet, jadi lama sekali aku baru sampai di rumah.

Aku baringkan tubuhku di samping istriku yang tidur nyenyak. Kupandangi wajah cantiknya. Kecantikan yang membuatnya justru bernasib sial, karena telah membuat atasannya yang tengik itu memperkosanya. Maafin aku Rum, kalau aku nggak bisa menjagamu. Tapi ini semua akan segera berakhir, percayalah padaku.

Dan aku juga belum bisa memberitahumu soal Iing. Nanti, setelah semua ini selesai, aku akan menceritakan semuanya. Yang pasti, aku akan menyelamatkanmu dari kondisi ini. Aku tak peduli kalau tubuhmu sudah dinikmati oleh orang lain, karena aku tahu kamu dipaksa. Aku akan terus mencintaimu, dan tidak akan meninggalkanmu hanya karena ini. Secepatnya, secepatnya semua ini akan berakhir, dan kita akan kembali hidup bahagia, tanpa ada yang mengganggu rumah tangga kita lagi.

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam


Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger