Home » » Raped Story 5

Raped Story 5


Bandar Taruhan - Diantara padatnya orang-orang yang memenuhi kursi antrian diruang tunggu itu, terlihat Gino yang sudah cukup lama mengantri. Hari ini adalah hari senin pertama dibulan ini, kebetulan pula para petani juga baru saja panen, sehingga bukan pemandangan yang aneh jika bank rakyat ini begitu penuh. Waktu sudah menunjukan jam 11 siang, padahal Gino sudah datang jam 8 tadi. Memang bukan cuma dia yang harus menunggu seperti ini, puluhan orang lain bahkan sudah dari tadi menggerutu tak jelas.

Sebenarnya bank ini memiliki cukup banyak pegawai yang bisa melayani para nasabah itu, tapi karena hari ini ada beberapa yang cuti dan juga tidak masuk karena sakit, hanya tinggal 3 orang teller dan seorang CS yang melayani puluhan orang itu, sehingga antrian panjang tak dapat dihindari.

Gino hari ini datang untuk melakukan peminjaman uang dibank ini. Dia sudah membawa sebuah map yang berisi syarat-syarat yang diperlukan untuk pengajuan pinjaman. Beberapa adalah surat tanah dan sertifikat rumah miliknya, lalu ada juga beberapa surat tanah yang dipalsukan olehnya. Semua itu tak lain untuk memperlancar proses pinjaman. Apakah Gino sudah kehabisan uang sampai-sampai harus meminjam dibank? Tentu saja tidak, uang tabungan Gino masih cukup banyak, tapi dia mengajukan pinjaman ini untuk maksud lain.

“Nomer antrian 34, silahkan ke CS 1” terdengar suara dari speaker. Gino yang memegang nomor antrian itu segera beranjak menuju ke meja CS.

“Selamat siang pak” sapa CS itu dengan ramah.
“Selamat siang bu”
“Ada yang bisa saya bantu pak?”
“Ini bu, saya mau ngajukan pinjaman”
“Oh baik. Maaf sebelumnya sudah pernah melakukan pinjaman disini?”
“Belum bu, ini pertama kalinya”
“Hmm baiklah kalo begitu. Bapak ingin mengajukan pinjaman berapa?”
“Kalo bisa 50 juta bu”
“Sudah tahu syarat-syaratnya pak?”
“Iya bu kemarin udah nanya. Ini udah saya bawa”
“Coba saya periksa dulu pak”

Gino menyerahkan map yang dia bawa tadi kepada CS yang dimejanya ada papan nama bertuliskan Isna Rahayu. Beberapa saat Isna memeriksa kelengkapan syarat dari Gino, kemudian mengambil beberapa formulir yang harus diisi. Isna memandu Gino mengisinya, karena Gino memang belum pernah melakukan pinjaman sebelumnya. Setelah formulir-formulir itu terisi Gino kembali menyerahkannya kepada Isna.

“Baik pak, formulirnya sudah terisi semua, dan juga syarat yang bapak sudah lengkap. Tapi sebelumnya kami harus melakukan survey ketempat bapak, dan juga lahan kebun milik bapak”
“Oh iya bu nggak masalah”
“Dan nanti juga besarnya pinjaman yang bisa kami keluarkan belum tentu sejumlah yang bapak minta, tergantung dari hasil survey nanti ya pak”
“Iya bu, saya sih berharap itu bisa cair semua”
“Iya pak. Kalo begitu bapak bisa pulang dulu, mungkin besok atau lusa kami akan melakukan survey”
“Baik kalo begitu bu. Kalo bisa nanti kalo mau datang saya dihubungi dulu ya bu, takutnya saya pas nggak dirumah”
“Oh pasti pak, nanti akan kami hubungi dulu”

Akhirnya Gino beranjak dan meninggalkan bank itu. Tujuannya kemana lagi kalo bukan pulang kerumahnya, sudah ada dokter Sari yang menunggunya disana. Gino memang meminta dokter Sari hari ini untuk membolos lagi dan datang kerumahnya. Dokter Sari sebenarnya agak keberatan karena dia sudah sempat dapat teguran karena sering mangkir, tapi dia tak bisa melawan perintah Gino karena berada dibawah ancaman akan disebarkannya rekaman persetubuhan mereka tempo hari.

Sebenarnya bukan hanya dokter Sari saja yang dia suruh datang kerumahnya hari ini, tapi juga Ella dan seorang pria lagi. Ada sesuatu yang dia rencanakan, yang tak lain adalah sebagai bentuk terima kasihnya kepada pria yang telah membantunya dalam memalsukan surat-surat tanah yang dia pakai untuk meminjam uang dari bank hari ini. Pria itu tak lain adalah pak Mamat, sekretaris desa. Dengan bantuan pak Mamat, mudah saja Gino mendapatkan surat-surat itu, tapi tidak dengan gratis tentunya. Gino tahu pak Mamat termasuk pria yang mata keranjang juga meskipun usianya tidak mudah lagi, dan waktu diperlihatkan foto-foto Ella dan dokter Sari tempo hari, pak Mamat langsung saja menyanggupi permintaan Gino.

Saat sampai dirumahnya ternyata mobil dokter Sari dan Ella sudah terparkir disitu, juga ada sebuah sepeda motor yang Gino tahu itu adalah milik pak Mamat. Pintu rumah tertutup, tapi tidak dikunci waktu Gino membukanya. Terdengar suara-suara desahan dari dalam sebuah kamar, Ginopun langsung menuju kekamar itu.

“Walah walah pak Mamat udah mulai tho ternyata? Kok nggak nunggu saya dulu?”
“Eh, mas Gino. Hahaha maaf mas, saya udah nggak tahan liat bu dokter ini tadi, yaudah saya langsung sikat aja. Apalagi dek Ella ini juga nurut banget, hehehe”
“Ya iyalah emang udah saya perintah mereka buat ngelayanin pak Mamat sebaik mungkin. Yaudah lanjutin dulu pak, saya mau makan dulu”

Ginopun beranjak meninggalkan pak Mamat yang sekarang sedang menyetubuhi dokter Sari dalam posisi doggie style, sedangkan disamping mereka ada Ella yang rok sekolahnya sudah tersingkap sampai kepinggang, dan vaginanya sedang digarap oleh jari pak Mamat. Dokter Sari sendiri pakaiannya masih lengkap, hanya rok panjangnya saja yang diangkat sampai kepinggang dan beberapa kancing bajunya yang sudah dilepas. Dokter Sari dan Ella memang tidak memakai pakaian dalam seperti perintah Gino, karena itulah pak Mamat dengan leluasa mengerjai mereka.

Setelah selesai makan dan beristirahat sebentar, Ginopun akhirnya bergabung dengan mereka bertiga dikamar. Siang yang terik itu menjadi semakin panas suasananya dirumah Gino. Gino dan pak Mamat beberapa kali saling bertukar pasangan, dan mereka puas-puaskan menyetubuhi kedua wanita itu. Pak Mamat sepertinya lebih senang dengan dokter Sari, karena penampilannya yang tertutup itu membuat pak Mamat semakin bernafsu untuk menjamahnya. Gino tak protes karena memang hari ini dia membiarkan pak Mamat untuk berkuasa, sebagai imbalan karena telah membantunya. Tubuh dokter Sari dan Ella sudah semakin basah oleh keringat dan juga cairan dari kedua lelaki itu.

Meskipun sangat bernafsu kepada dokter Sari, tapi pak Mamat masih mau menuruti syarat dari Gino dan juga permintaan dari dokter Sari sendiri agar tidak meninggalkan bekas cupangan ditubuh dokter cantik itu. Pak Mamat menuruti karena juga tahu kalo suami dokter Sari adalah seorang polisi, dia sendiri tidak mau mengambil resiko, yang penting bisa menikmati tubuh dokter Sari, dan juga Ella sebagai bonusnya. Permaianan mereka baru selesai saat hari sudah sore, karena dokter Sari harus segera pulang untuk membuka praktek dirumahnya, begitu juga dengan Ella yang harus segera pulang karena ada janji dengan pak Boni yang membimbingnya. Karena hari ini Ella tidak masuk sekolah dengan alasan sakit, maka disepakati malam harinya pak Boni yang datang kerumah Ella.

Dua hari kemudian, saat sedang bersantai menonton tv dirumahnya, Gino mendapat sebuah SMS dari orang bank yang mengatakan akan segera menuju rumahnya untuk survey. Gino tentu berharap yang datang kali ini adalah orang yang memang menjadi targetnya yang baru, tapi dia juga bersiap kalo yang datang bukan orang itu karena dia sudah mempersiapkan rencana yang lainnya. Setelah menunggu hampir setengah jam, terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya. Gino segera menyambutnya, dan betapa senangnya dia karena yang datang adalah orang yang memang menjadi targetnya.

“Selamat pagi pak Gino”
“Eh iya, selamat pagi bu Isna. Lho bu Isna sendiri tho yang survey? Saya kira yang lainnya”
“Iya pak, kebetulan kan rekan saya hari ini sudah masuk, jadi gantian dia yang kerja dikantor, saya dilapangan”
“Oh begitu”
“Jadi gimana pak? Bisa kita mulai surveynya?”
“Bisa kok bu. Tapi gimana kalo kita liat ke kebun dulu aja? Mumpung masih pagi, jadi nanti siangnya baru disini”
“Wah boleh tuh pak. Yaudah kita berangkat sekarang?”
“Bentar bu saya ganti baju dulu”

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Gino sudah bersiap dan mengajak Isna untuk menuju kekebunnya. Kebun itu sebenarnya bukan miliknya, tapi milik orang lain. Tapi dengan bantuan dari pak Mamat dia berhasil mendapat surat kepemilikan kebun itu, yang sudah diganti dengan nama Gino sendiri. Gino menawarkan diri untuk mengemudikan mobil Isna dengan alasan tak enak jika wanita yang nyupir, dan Isnapun menyetujuinya karena memang Gino yang lebih tahu tempat tujuan mereka.

Akhirnya sekitar 15 menit mereka sudah sampai dihamparan kebun yang luas. Ada beberapa jenis tanaman yang ditaman disitu dan semuanya tampak tumbuh subur. Isna yang sehari-hari hanya bekerja didalam kantor tentu senang dengan pemandangan ini, serasa sejuk dimatanya. Karena itulah dia sengaja berlama-lama melihat kebun milik Gino itu. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Isna melakukan survey seperti ini, tapi yang terakhir sudah cukup lama dia lakukan, itupun lebih banyak datang kekantor-kantor daripada ke lingkungan kebun seperti ini.

Setelah satu jam lebih berkeliling, akhirnya mereka menyudahi survey mereka dikebun itu. Gino lalu mengajak Isna untuk menuju kerumahnya. Disana nanti Isna akan melihat-lihat apa saja yang ada dirumah Gino, untuk melengkapi formulir survey yang harus dia isi. Sesampainya dirumah Gino Isna tidak langsung memeriksa isi rumah itu, tapi beristirahat dulu karena cukup lelah berkeliling dikebun Gino. Ginopun menyiapkan minuman dingin untuk wanita cantik itu. Gino sama sekali tak menambahkan apapun diminuman itu, karena dia ingin menjalankan rencananya dalam kondisi Isna sadar sepenuhnya.

Waktu istirahat ini mereka isi dengan obrolan santai. Sesekali Gino matanya menatap kecantikan dan keindahan dari wajah dan tubuh Isna. Orang yang tidak mengenalnya dan baru pertama bertemu, apalagi jika Isna tidak memakai seragam kerja seperti ini, pasti akan mengira kalo wanita ini masih anak kuliahan karena memang tubuhnya yang ramping dan wajahnya yang imut. Tapi sebenarnya Isna adalah seorang istri dan ibu dari 2 orang anak. Dia sudah 5 tahun ini menikah dengan seorang polisi, yang juga dulu salah satu orang yang menangkap dan menyiksa Gino didalam penjara. Gino sudah beberapa kali mengikuti dan mengawasi Isna, dan merasa ini adalah saat yang tepat untuk membalas dendam, sekaligus menambah koleksi budaknya. Meskipun begitu Gino harus tetap berhati-hati, karena meskipun penampilan Isna terlihat lemah lembut, tapi sebenarnya dia juga menguasai ilmu beladiri meksipun tidak begitu jago, hanya untuk berjaga-jaga saja.

“Maaf pak Gino, bisa kita mulai untuk survey rumahnya?” tanya Isna setelah sekitar 15 menit mereka ngobrol.
“Oh iya silahkan bu. Apa yang perlu saya bantu ibu tinggal bilang saja”
“Iya pak, kita mulai dari sini aja dulu, saya inventaris isi rumahnya ya pak”
“Silahkan bu”

Isna kemudian mulai bekerja lagi. Dia mulai mencatat apa-apa saja yang diperlukan. Selesai dari ruang tamu, Isna meminta Gino untuk menunjukan ruangan yang lain. Sama sekali tidak ada kecurigaan Isna meskipun hanya berdua saja dengan Gino dirumah itu. Dia sebenarnya cukup heran kenapa Gino tinggal sendiri dan tidak melihat satupun keluarganya sedari tadi, tapi Isna sempat melihat sebuah foto yang terpajang didinding, Gino dengan seorang wanita berjilbab lebar dan 2 orang anak kecil. Isna berpikir mungkin memang istri dan anak Gino sedang keluar, entah untuk urusan apa.

Mereka berdua sekarang ada diruang tengah. Disitu cukup banyak barang yang dicatat oleh Isna. Dengan aset yang dimiliki Gino yang sudah dicatatnya saat ini, sebenarnya Isna bisa saja memberikan rekomendasi untuk mencairkan pinjaman sejumlah 50 juta seperti yang diminta Gino, tapi karena Gino belum pernah sebelumnya meminjam dibank tempatnya bekerja, dia sedikit ragu-ragu soal pelunasan hutang itu.

Setelah ruang tengah selesai, mereka menuju ke dapur. Disitu juga beberapa aset Gino tak lepas dicatat oleh Isna. Wanita ini memang cukup teliti dalam melakukan pekerjaannya. Seharusnya dia memang sudah naik pangkat namun beberapa kali tertunda karena kehamilannya dulu. Setelah dari dapur Isna juga mencatat aset lain seperti kendaraan yang dimiliki Gino. Gino sudah menyiapkan semua surat-surat yang dibutuhkan.

Tinggal sekarang kamar-kamar yang ada dirumah ini. Isna sebenarnya agak ragu untuk memeriksa kamar karena menurutnya ini saja sudah cukup, tapi karena diformulir itu ada daftar yang harus diperiksa dari kamar, maka dengan sungkan Isna meminta Gino untuk menunjukan kamarnya. Ginopun menyanggupinya. Gino membawa Isna ke kamar pertama, dia biarkan Isna masuk sendirian karena tidak ingin Isna mencurigainya terlebih dahulu, dia ingin membuat kesan sebagai pria baik-baik agar Isna percaya.

Setelah dari kamar pertama, Gino mengarahkan Isna kekamar kedua. Sama seperti kamar pertama tadi, tak terlalu banyak yang dicatat oleh Isna. Dan di kamar kedua inipun Gino membiarkan Isna sendiri, tidak ikut masuk kedalam. Akhirnya Gino mengarahkan Isna kekamar ketiga, yang juga adalah kamar yang biasa dia pakai untuk tidur, dan juga kamar yang dia gunakan dulu waktu memerawani Ella, dan disinilah Gino akan menjalankan rencananya.

Awalnya Gino mempersilahkan Isna untuk masuk sendirian, setelah beberapa lama Isna memanggil Gino untuk menanyakan beberapa hal mengenai barang-barang dikamar itu. Isna cukup heran karena dikamar itu ada beberapa kamera yang sepertinya disusun dan mengarah keranjang.

“Pak, ini kameranya untuk apa ya kalo boleh tahu?”
“Oh itu. hmm, anu bu, gimana yaa...” Gino berpura-pura ragu menjawab Isna.
“Loh kenapa pak?”
“Gini, hmm, itu dipakai buat ngerekam saya sama istri saya”
“Merekam? Merekam gimana pak?”
“Ya pas lagi gituan. Istri saya orangnya suka merekam aktivitas kami, termasuk, hmm, yaa, persetubuhan kami”

Isna wajahnya langsung memerah. Dia menyadari betapa bodohnya pertanyaannya itu, yang tak sadar telah menanyakan hal yang sifatnya sangat pribadi itu. Untuk sesaat mereka terdiam, Isna terlihat kebingungan karena tak enak, sementara Gino hanya pura-pura malu saja. Lalu tatapan Isna kembali tertuju ke salah satu kamera yang dia lihat tersambung kabel pada sebuah colokan listrik, dan kelihatannya kamera itu masih menyala. Isna juga melihat ke kamera yang lain, dan kondisinya sama, masih menyala, apa Gino lupa mematikannya ya? Pikir Isna.

“Hmm, haduh maaf ya pak, saya malah nanya hal yang kayak begitu”
“Hehehe nggak papa bu. Yah namanya suami istri pasti ada aja fantasinya, kalo istri saya emang kayak gitu, kalo bu Isna kan mungkin lain lagi” jawab Gino yang semakin membuat Isna tersipu.
“Hmm, itu kayaknya kameranya masih nyala ya pak?” Isna mencoba mengalihkan topik agar tidak semakin aneh-aneh pembicaraan mereka.
“Oh iya bu, emang masih nyala, dan emang lagi ngerekam sih sekarang, barusan saya nyalain pake remote”
“Eh, kok dinyalain pak?” Isna keheranan.
“Iya, untuk merekam kita” jawab Gino sambil tersenyum.
“Maa, maksud pak Gino?” tiba-tiba Isna menyadari sesuatu hal yang buruk. Dia sekarang berada disebuah kamar hanya berdua dengan pria yang baru dikenalnya. Rumah inipun berada sendirian ditengah-tengah sawah, yang dia tahu tadi suasana disawah-sawah itu sangat sepi, tidak ada orang. Dan sekarang, dikamar itu sedang dipasang kamera-kamera yang siap merekam apapun yang terjadi dikamar itu. Gino tak menjawab pertanyaan Isna, justru melangkah kepintu dan menutup, lalu menguncinya, kemudian kembali mendekat kearah Isna.

“Pak Gino mau apa?” Isna langsung memasang kuda-kudanya. Dia tahu lelaki ini bermaksud buruk padanya, tapi dia tak mau menyerah begitu saja, dia harus melawan sekuat tenaga.
“Mau apa? Masak kamu nggak tahu apa mauku Is?”
“Jangan macam-macam pak! Atau saya nggak segan-segan buat...”
“Buat apa? Mau menghajar saya? Ayo lakukan selagi kamu bisa”

Merasa ditantang, dan juga untuk mempertahankan harga dirinya dari lelaki itu, Isna langsung maju menyerang Gino. Tapi sayangnya ilmu beladiri Isna tak seberapa. Kalo menghadapi orang awam sih cukup untuk melawan mereka, tapi Gino yang dulunya guru olahraga itu juga menguasai sedikit ilmu beladiri, yang lebih unggul daripada Isna. Karena itulah baru beberapa saat saja kaki Isna yang coba menendang langsung ditangkap Gino, bahkan Gino mendorong dada Isna sehingga wanita itu jatuh terjerembab ke ranjang. Belum sempat bangkit, Gino sudah bergerak cepat menindih dan menduduki perutnya. Isna mencoba meronta tapi kemudian kedua tangannya ditangkap oleh Gino, dan direntangkan lebar-lebar.

“Pak Gino, lepaskan saya, atau saya akan teriak!”
“Teriak aja Is, kamu tau sendiri nggak ada siapa-siapa disini. Jarang ada orang yang lewat sini, kalopun ada, paling preman yang biasa nongkrong dipasar depan sana. Kalo mereka denger teriakan kamu, mereka pasti kesini, bukan untuk nolong kamu, tapi ikutan menikmati tubuh kamu, hahaha”
“Pak Gino jangan gini. Ampuun. Tolooooooong” Isna berteriak kencang berharap ada yang datang dan menolongnya. Tapi setelah beberapa kali teriak, sama sekali tak ada apa-apa, membuat wanita itu mulai putus asa. Meskipun begitu dia masih mencoba meronta meski tangannya sudah dikunci oleh Gino dan perutnya diduduki oleh lelaki itu.

“Hahaha, gimana? Nggak ada yang denger kan? Terusin aja kamu teriak sampai suara kamu abis, nggak akan ada yang datang kesini Is”
“Tolong pak Gino, lepasin saya. Hiks hiks apa salah saya? Kenapa seperti ini?”
“Salah kamu? Nggak ada sih. Yang salah itu suami kamu, jadi salahin aja dia”
“Suami saya? Ada apa dengan suami saya?”
“Suami kamu dulu yang nangkap aku dan nyiksa aku dipenjara. Padahal aku sama sekali nggak salah, aku cuma difitnah masang kamera tersembunyi disekolah. Gara-gara itu aku harus mendekam 3 bulan dipenjara”
“Hah? Ja, jadi orang itu adalah...?”
“Ya, itu aku. Sugino. Dan sekarang, kamu yang harus menanggung kesalahan suami kamu itu Is, sama seperti dokter Sari yang juga menebus kesalahan suaminya dengan tubuhnya, hahaha”
“Apa? Dokter Sari?” tentu saja Isna kenal dengan dokter Sari karena sering mengikuti acara istri-istri polisi. Dia cukup dekat dengan dokter Sari.
“Iya Is. Kenapa? Kaget ya? Haha. Itu karena suami dokter Sari juga yang menyiksaku dipenjara, sama seperti suami kamu. Awalnya dokter Sari juga nangis-nangis, nolak-nolak, tapi begitu ngerasain sodokan kontolku, dia malah ketagihan, sekarang setiap minggu bisa dua sampai tiga kali dia kesini karena kangen sama kontolku”

Isna menggeleng tak percaya. Tidak mungkin dokter Sari melakukan hal seperti itu. Isna kenal dokter Sari sebagai wanita dan istri yang alim dan setia. Kesehariannya sama seperti dirinya, selalu memakai jilbab dan baju tertutup waktu keluar rumah. Jadi mana mungkin dokter Sari jadi seperti yang dibilang oleh Gino itu?

“Nggak, nggak mungkin dokter Sari seperti itu. kamu pasti bohong”
“Haha terserah kalo kamu nggak percaya Is, nanti bakal aku kasih liat rekaman betapa dokter Sari sangat menikmati kontolku. Tapi itu nanti aja, sekarang waktunya buat bersenang-senang sama tubuh kamu, hahaha”
“Nggak, jangaaan, tolooooooong” Isna kembali berteriak histeris waktu Gino menarik tangannya keatas kepalanya, dan menguncinya cuma dengan satu tangan. Lalu tangan kanan Gino yang bebas bergerak ketubuhnya dan mulai melepaskan kancing kemeja kerjanya satu persatu. Kaki Isna mencoba menendang-nendang, tapi karena posisi Gino yang berada diperutnya membuatnya tak bisa mengenai lelaki itu sama sekali.

“Wuiiih, putih bener tubuhmu Is, nggak kalah sama si Sari” ucap Gino waktu semua kancing baju Isna sudah terbuka, dan dia buka kesamping kanan dan kiri kemeja itu, membuat kini terlihat tubuh bagian depan Isna yang tingga tertutup beha hitam berendanya.
“Udaaah, jangan pak Gino, jangaaaan” Isna kembali berteriak waktu tangan kanan Gino mulai membelai perutnya, kemudian perlahan naik sampai ke dadanya.

Isna masih terus berteriak-teriak menolak semua perbuatan Gino, tapi lelaki itu tak menggubrisnya. Tangan Gino kembali beraksi. Kebetulan beha yang dipakai Isna kancingnya berada didepan, sehingga dengan mudah Gino melepaskan kancingnya, dan kini terpampanglah bukit indah Isna yang berukuran 34A itu. Tidak besar, tapi terasa padat dan kenyal. Juga puting susunya yang kecoklatan itu semakin membuat Gino bernafsu.

“Aaaahhh jangaaaaaannnn” jerit Isna saat Gino tiba-tiba menciumi buah dadanya itu. Dengan penuh nafsu Gino menghisap-hisap kedua puting susu itu bergantian. Jari-jarinya juga tak lupa memilin dan kadang menarik puting susu itu. Isna semakin menjerit waktu Gino menggigit putingnya dan menariknya. Air mata sudah jatuh dan membasahi jilbab biru yang dipakai Isna.

“Udaah paak jangaaan hmmppp” jeritan Isna kali ini langsung dibekap oleh mulut Gino. Isna mencoba menutup mulutnya tadi terlambat karena sekarang bibir bawahnya sudah dihisap-hisap oleh lelaki itu. Dengan buas Gino menciumi Isna membuat wanita itu gelagapan.

Isna mencoba menghindari ciuman Gino namun dagunya dipegang dengan kuat oleh tangan Gino sehingga tak bisa menggelengkan kepalanya. Saat Isna berhasil menutup mulutnya Gino malah menjilati sekujur wajah Isna yang membuatnya bergidik jijik. Setelah puas dengan wajah Isna, Gino kemudian turun lagi kedada Isna dan kembali menghisapinya dengan penuh nafsu. Beberapa saat kemudian Gino menggulingkan tubuh Isna hingga tengkurap, lalu melepaskan baju dan beha Isna. Dengan beha itu dia mengikat kedua tangan Isna dibalik punggungnya.

Setelah Isna terikat Gino kemudian menarik turun paksa celana panjang dan celana dalam Isna sekaligus, sehingga kini Isna dalam kondisi telanjang bulat dan hanya menyisakan jilbabnya saja. Masih dalam keadaan Isna tengkurap, Gino meremas-remas dan sesekali menampar-nampar bongkahan pantat putih Isna sehingga meninggalkan bekas kemerahan disana. Isna masih mencoba untuk meronta ketika Gino membalikan tubuhnya lagi hingga terlentang.

Sebuah tendangan sempat mengenai tubuh Gino tapi kemudian lelaki itu menangkap kedua kaki Isna dan merentangkannya lebar-lebar, membuat daerah vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus terlihat jelas olehnya. Gino tersenyum lebar melihat pemandangan indah itu. sedangkan Isna semakin menangis dan mencoba meronta saat melihat kepala Gino perlahan mendekati selangkangannya.

“Aaaaahhhh jangaaaaaannnn” jeritan Isna kembali terdengar waktu lidah kasar Gino mulai menyapu bibir vaginanya yang masih kering. Dengan penuh nafsu Gino menjilati sekujur daerah vagina Isna bahkan sampai ke lubang pantatnya juga. Isna menggeleng-gelengkan kepalanya diperlakukan seperti itu oleh Gino. Ini adalah pertama kalinya daerah intimnya disentuh oleh pria yang bukan suaminya.

“Aaaarrggghhh jangaaann sakiiiiiitttt” tiba-tiba Isna berteriak lagi saat jari tengah Gino memaksa masuk dan menusuk-nusuk lubang vaginanya yang masih kering itu. Sementara jarinya mengobok-obok vagina Isna, lidahnya memainkan biji klitoris ibu 2 anak itu. Disentil-sentil biji itu dengan lidahnya, sesekali dikecup dan dihisapnya, bahkan beberapa kali digigit dan ditarik oleh Gino yang membuat Isna kesakitan.

“Aaaarrggghhh ampuuunn, udaaaahh paak cabutttt” Isna semakin keras berteriak saat Gino memasukan jari telunjuknya juga kelubang vaginanya. Kini ada dua jari Gino yang mengobok-obok vagina itu, sampai akhirnya Gino merasa vagina itu mulai basah.

Masih dalam kondisi jari kanannya mengobok-obok vagina Isna, tanpa disadari oleh wanita itu Gino mulai melepaskan celana dan celana dalamnya sekaligus. Penis Gino rupanya sudah berdiri tegang mengacung. Saat merasa vagina Isna sudah siap untuk dimasuki, dengan cepat Gino memposisikan tubuhnya diantara kedua kaki Isna yang belum sempat ditutupkan. Isna terkejut menyadari hal itu, dia mencoba bangkit dan menjauh dari Gino, tapi dengan cepat ditangkap pinggangnya oleh Gino.

“Mau kemana kamu cantik? Ini waktunya buat memek indah kamu ngerasain kejantanan kontolku, aku yakin pasti kamu bakal ketagihan nantinya, hahaha”
“Nggak mau, jangan. Lepasin aku dasar kamu bajingaan!”
“Haha bajingan? Ya bolehlah, dan sekarang kamu bakal dientotin sama seorang bajingan”

Gino lalu mendorong tubuh Isna hingga rebah lagi keranjang, dan dengan cepat dia mengarahkan kepala penisnya dibibir vagina Isna. Isna masih coba mempertahankan harga dirinya, dia mencoba untuk menghindar. Dia menggerakan pinggulnya kesana kemari setiap kepala penis Gino menyentuh bibir vaginanya. Gino malah semakin lebar melihat apa yang dilakukan oleh Isna, dan terus mengajar kemanapun Isna menggerakan tubuhnya.

Tapi kemudian Gino menekan pinggang Isna sehingga wanita itu tak lagi bisa bergerak bebas. Gino langsung saja mengarahkan lagi penisnya ke bibir vagina Isna. Wanita itu memejamkan matanya, mengetahui kehormatan yang selama ini dia jaga hanya untuk suaminya akan segera direnggut oleh lelaki yang baru dikenalnya 2 hari yang lalu, yang ternyata memiliki dendam kepada suaminya itu.

“Aaaaaaarrkkkhhh sakiiiiittt. Udaaah paak cabuuuuuttt” jeritan Isna kembali terdengar waktu kepala penis Gino mulai masuk menyeruak membelah dinding vagina Isna. Kondisi vaginanya yang kering dan juga rasa ketidakrelaan Isna membuat penetrasi yang dilakukan oleh Gino menjadi semakin menyakitkan untuknya. Isna terus melawan dengan menggerakan otot dinding vaginanya, tapi itu justru terasa sangat nikmat bagi Gino yang merasa penisnya seperti sedang diurut.

“AAAAAARRRRKKKKHHHH” kembali jeritan Isna yang kali ini lebih kencang terdengar, waktu Gino dengan tiba-tiba menghentakan penisnya yang masih setengah itu langsung menghujam kedalam vagina Isna. Tubuh Isna mengejang menahan sakit di selangkangannya. Tangisnya langsung meledak lagi. Kehormatan yang dia jaga selama perkawinannya dengan suaminya kini sudah tak berarti lagi. Gino, lelaki itu menjadi yang pertama setelah suaminya yang berhasil menyarangkan penisnya divagina Isna.

“Aaahh gilaa, memekmu enak sekali Isna”
“Hiks hiks, bangsat kamu pak, hiks hiks biadab”
“Haha teruslah memaki sayang, karena itu akan semakin menambah nafsuku buat ngentotin kamu”

Gino menggerakan pinggulnya langsung dengan gerakan yang cepat. Dia tak peduli vagina Isna yang belum basah betul. Baginya seperti ini juga terasa begitu nikmat, meskipun tak senikmat waktu dia memerawani Ella, juga dikamar ini. Isna yang masih terus menangis diam saja dengan semua yang dilakukan Gino. Dirinya tak bisa melawan. Kedua tangannya masih terikat dibalik punggungnya, sedangkan kedua kakinya sedang dipegangi oleh pemerkosanya itu.

Gino masih terus menggerakan penisnya keluar masuk divagina Isna. Beberapa saat kemudian Gino melepaskan pegangannya dikaki Isna, lalu menubruk Isna dan bibirnya memburu menciumi bibir wanita itu. Isna masih terus menutup rapat mulutnya tak rela jika harus melayani lelaki itu. Tapi Gino tak ambil pusing, tak mendapat bibir Isna lidahnya kembali menjilati wajah Isna. Selain itu kedua tangan Gino meremas kedua payudara Isna dengan kasar, membuat wanita itu semakin kesakitan.

Penis Gino yang sedang keluar masuk vaginanya, sebenarnya tidak terlalu jauh ukurannya dengan milik suaminya, tapi perasaan tak rela diperkosa seperti ini membuat Isna merasakan sakit yang luar biasa didaerah vaginanya, apalagi Gino menggenjotnya dengan sangat kasar. Dengan suaminya, Isna tidak pernah mendapat perlakuan sekasar ini. Begitu pula dengan remasan dikedua payudaranya yang kini meninggalkan bekas kemerahan.

Setelah beberapa saat menyetubuhi Isna dengan posisi terlentang, Gino berhenti dan menarik penisnya, lalu membalikan badan Isna sampai tengkurap lagi. Tanpa mengangkat pantat Isna, hanya sedikit membuka bongkahan pantat itu, kembali Gino memasukan penisnya kelubang vagina Isna yang sudah mulai basah. Kembali rintihan keluar dari bibir Isna yang masih merasakan sakitnya disetubuhi secara paksa seperti ini.

Sambil menggenjot Isna, Gino melepaskan kedua tangan Isna yang diikat dengan behanya sendiri itu. Meskipun sekarang kedua tangannya sudah terlepas namun Isna tak lagi melawan Gino, karena kehormatannya sudah dihancurkan oleh lelaki itu. Kedua tangan Isna hanya meremas sprei ranjang tempatnya diperkosa itu, sambil terus menangis dan merintih dengan keadaan yang dialaminya itu. Sekitar 3 menit kemudian barulah Gino mengangkat pantat Isna tanpa meletakan penisnya, membuat Isna terpaksa meluruskan tangannya untuk menopang tubuhnya. Kini dalam posisi merangkak dia kembali disetubuhi dengan kasar oleh Gino. Kedua payudaranya yang kecil namun padat itu tampak bergoyang-goyang indah mengikuti irama genjotan dari pemerkosanya itu.

Beberapa kali Isna menjerit saat Gino menampar-nampar bongkahan pantat Isna. Isna yang kesakitan secara otomatis otot vaginanya berkontraksi, dan itu terasa semakin menjepit penis Gino sehingga terasa semakin nikmat olehnya. Isna yang sempat menunduk kepalanya langsung ditarik jilbabnya oleh Gino hingga dia menengadah, sambil terus digenjot dengan kasar oleh Gino dari belakang.

“Hmmpp aahhh ssshhhhh hmmmpp aaahhh” sodokan penis Gino rupanya lama-kelamaan membuat bibir Isna yang tadinya tertutup rapat mulai terbuka dengan jeritan dan desahan yang coba dia tahan. Gino sendiri merasakan kalo vagina wanita yang sedang disetubuhinya ini mulai semakin basah, dan dia semakin bersemangat untuk terus menggenjot vagina Isna.

Selang beberapa menit kemudian Gino menarik keluar penisnya dan langsung membalikan tubuh Isna hingga terlentang lagi. Dengan cepat kembali Gino memasukan penisnya kevagina Isna dan langsung memompanya dengan cepat. Sambil terus menggenjot Gino kembali menyambar bibir Isna yang kali ini tak tertutup rapat. Dengan sangat bernafsu Gino melumat bibir tipis Isna, tapi wanita itu sama sekali tak membalasnya. Tubuh Isnapun juga tak bergerak membalas semua gerakan Gino, tubuhnya hanya bergerak karena sodokan-sodokan itu. Isna masih masih tak rela jatuh sepenuhnya kepada Gino, dia masih ingin mempertahankan sisa-sisa kehormatannya dengan tidak mau melayani apapun yang dilakukan oleh Gino.

Tapi sekali lagi Gino tak mempedulikannya, yang dia inginkan sekarang adalah mengejar kepuasannya sendiri. Perkara Isna seperti apa itu urusan nanti, lagipula semua yang terjadi ini sudah terekam oleh kamera yang dipasang Gino, jadi tinggal mengancamnya dengan rekaman itu pasti Isna akan tunduk, seperti halnya dokter Sari dan juga Ella, yang sekarang menjadi budak yang sangat penurut kepada Gino.

Gino makin mempercepat pompaannya divagina Isna. Isna tahu lelaki itu akan segera mencapai klimaksnya. Tapi Isna hanya diam saja, memintanya untuk mencabut penisnya dan mengeluarkan spermanya diluar pasti tidak akan dituruti oleh Gino. Dia tahu Gino pasti ingin menyiram rahimnya dengan spermanya. Untung dia sudah memasang KB sehingga tak perlu takut tindakan Gino ini akan membuatnya hamil. Masih dengan menciumi bibir Isna dan meremas payudaranya dengan kasar, Gino semakin mempercepat gerakannya, hingga sebuah geraman dan sodokan yang begitu dalam, Isna merasakan semburan-semburan lahar panas Gino memenuhi rongga vaginanya. Pada saat yang bersamaan, tanpa bisa dibendungnya Isnapun mengalami hal yang sama, orgasme akibat semburan sperma Gino. Badan Isna sampai ikut mengejang beberapa kali.

Isna tak bisa lagi membendung air matanya. Dia tak menyangka bisa-bisanya dia orgasme dalam kondisi diperkosa seperti ini. Dia tidak menikmatinya, bahkan merasakan sakit sampai saat Gino melepaskan spermanya tadi, tapi tubuhnya berkata lain, tubuhnya bereaksi oleh semburan sperma Gino hingga mencapai orgasme dengan sendirinya. Gino yang juga merasakan kalo Isna mendapatkan orgasme tersenyum senang. Dia tahu cepat atau lambat wanita itu pasti akan bertekuk lutut padanya.

Gino masih membenamkan penisnya divagina Isna sampai akhirnya mulai lemas dan keluar dengan sendirinya. Gino melepaskan dekapannya ditubuh Isna dan segera bangkit. Gino kemudian memeriksa hasil rekaman dari masing-masing kamera yang dia pasang, dan tersenyum puas melihatnya. Sementara itu Isna langsung meringkuk dan menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia menangis sejadi-jadinya atas perkosaan yang menimpa dirinya hari ini.

Gino meninggalkan Isna yang masih menangis dikamar itu sendirian. Tak lama kemudian Gino kembali kekamar itu dan duduk disamping Isna. Isna hendak menghindar tapi kemudian tubuhnya ditahan oleh Gino. Isna hanya pasrah saja waktu Gino meraih tubuhnya dan memaksanya bangkit. Gino menarik lepas jilbab Isna lalu mendekap tubuh wanita itu, sambil tangannya sesekali membelai rambut hitam lurus Isna.

“Kamu tau kan kenapa aku merekam persetubuhan kita tadi?” tanya Gino, dan dijawab oleh anggukan dari Isna.
“Jadi kamu tau kan, mulai sekarang kamu harus nurut sama aku?” kembali Isna hanya mengangguk.
“Mulai sekarang tubuh kamu itu miliku sepenuhnya. Kapanpun aku butuh dan aku panggil, kamu harus siap dan harus langsung datang, nggak peduli itu hari libur atau hari kerja. Terserah kamu mau bikin alasan apa, tapi aku yang harus kamu dahulukan, mengerti?” lagi-lagi Isna hanya mengangguk.
“Bagus, sekarang kamu bersihkan diri lalu makan, aku nggak mau ngentotin kamu dalam kondisi lemes gini”

Isna kembali hanya menurut apa perkataan Gino. Dia beranjak kekamar mandi dan membersihkan dirinya, membasuh wajahnya dan membersihkan vaginanya dari sisa-sisa cairan sperma Gino yang masih belum keluar. Sekitar 10 menit kemudian Isna kembali menghampiri Gino. Lelaki itu lalu mengajak Isna untuk makan karena tak terasa sekarang memang sudah jam makan siang. Isna sebenarnya tidak bernafsu makan, tapi perutnya terasa sangat lapar hingga mau tak mau dia ikut makan juga.

Setelah selesai makan dan beristirahat sejenak, Gino kemudian meminta Isna untuk melayaninya lagi. Isna yang masih enggan perlu sedikit paksaan hingga akhirnya mau menerima penis Gino masuk kemulutnya bahkan sampai mengeluarkan sperma dimulutnya. Hampir saja Isna memuntahkannya namun Gino mengancam sehingga mau tak mau dia telan habis semua sperma lelaki itu. Gino kembali menyetubuhi Isna namun kali ini tidak sekasar tadi sehingga Isna bisa sampai dua kali mendapatkan orgasme.

Isna baru diperbolehkan pulang oleh Gino sekitar jam 3 sore karena dia harus kembali kekantor untuk melaporkan hasil surveynya itu. Beruntung Gino tak aneh-aneh dengan melarang Isna memakai pakaian dalamnya. Untuk pertama ini Gino memang tak ingin terlalu macam-macam, karena sekarang Isnapun sudah mulai menurut kepadanya.

“Saya balik dulu kekantor pak” ucap Isna setelah memakai semua pakaiannya, dan merias tipis wajahnya.
“Yaudah, hati-hati. Ingat kapanpun aku panggil kamu harus datang kesini”
“Baik pak”
“Oh iya, soal pinjaman itu, terserah kamu mau setujui berapa, karena sebenarnya aku tak terlalu membutuhkannya. Aku melakukan itu cuma biar kamu bisa kunikmati saja. Tapi kalo kamu setujui jumlah yang aku ajukan kemarin, itu lebih baik”
“Iya, saya bakal setujui semuanya kok”
“Yaudah kalo gitu, sekarang kamu berangkat aja, entar dicari-cari orang kantor”

Isna kemudian meninggalkan rumah Gino menuju kantornya. Dalam perjalanan dia kembali teringat tadi pagi yang membuatnya sekarang menyesal. Sebenanrya tadi pagi ada salah satu juniornya yang menawari untuk menemaninya melakukan survey ini. Tapi karena Isna merasa risih kepada juniornya yang sering menggodanya itu, dia memilih untuk pergi sendiri. Tapi ternyata dia mengalami hal yang lebih mengerikan lagi, kehormatan dan kesetiaan yang selama ini dia jaga untuk suaminya direnggut paksa oleh Gino, nasabah barunya.

Seandainya tadi Isna setuju untuk ditemani juniornya itu, paling hanya telinganya saja yang panas mendengar gombalan dan rayuan dari juniornya. Atau paling parah, beberapa bagian tubuhnya terpegang oleh juniornya itu, seperti beberapa waktu yang lalu, namun Isna tak bisa marah karena juniornya berdalih kalo itu tidak sengaja. Seandainya Isna mau ditemani, dia tidak akan kehilangan kehormatanya seperti sekarang ini. Dan lebih parahnya lagi, dia sudah menjadi budak nasabah barunya itu, seperti halnya temannya, dokter Sari. Meskipun Isna belum tahu apa yang terjadi kepada dokter Sari, tapi dari cerita Gino tadi tampaknya dokter Sari mengalami hal yang serupa dengan dirinya.

Sekarang Isna tak tahu lagi bagaimana hari-hari kedepan akan dia lalui. Dia tak punya pilihan lain untuk menurut kepada Gino, yang artinya semakin jauh menghianati suaminya. Dia tak tahu bagaimana harus bersikap kepada suami yang sangat dicintainya itu, karena sekarang tubuhnya telah terjamah oleh orang lain.

Isna mengela nafas panjang. Semua sudah terlanjur terjadi, dan tak bisa diubah lagi. Dia hanya berharap Gino tidak sering-sering memanggilnya. Mungkin setelah ini dia akan menemui dokter Sari untuk berbagi beban ini, karena sekarang posisi mereka sama, sebagai budah seks dari Gino.

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam


Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger