Home » » Terjebak Hutang budi 3

Terjebak Hutang budi 3


Bandar Taruhan - Aku benar-benar tidak menyangka hal ini. Begitu pintu rumah pak Jamal terbuka, kulihat di ruang tamu duduk seorang pria yang pernah bertemu denganku beberapa minggu yang lalu. Pria itu tak lain adalah pak Bonar, yang waktu seminar sempat mendekatiku tapi diusir oleh pak Jamal yang waktu itu mengaku jadi suamiku.

Kulihat pak Bonar dengan senyum menjijikkan di wajahnya menyambut kedatanganku. Aku menoleh ke arah pak Jamal yang berdiri di sampingku, meminta penjelasan untuk ini semua, tapi dia hanya tersenyum dan mendorongku untuk melangkah masuk. Setelah itu dia kembali menutup pintu rumahnya. Saat ini aku berada di ruang tamu rumah ini bersama dengan 2 orang pria. Perasaanku jadi semakin takut. Aku membayangkan apa yang akan mereka lakukan padaku.

Aku dipaksa duduk oleh pak Jamal di salah satu kursi di ruang tamu itu. Dia kemudian masuk ke dalam, membiarkanku hanya berdua saja dengan Bonar.

“Apa kabar Arum sayang?”

“Baik,” jawabku singkat. Aku masih kaget dengan adanya pak Bonar di rumah ini.

“Kamu nggak usah tegang gitu, biar kontolku aja yang tegang, haha.”

Aku tak membalas ucapannya. Benar-benar menjijikkan. Sesantai itu dia mengucapkan kata-kata kotor seperti itu kepadaku. Tak lama kemudian pak Jamal kembali lagi ke ruang tamu ini, dia sudah berganti pakaian, hanya memakai kaos oblong dan celana pendek saja, sama seperti pak Bonar.

“Mal, kayaknya piaraanmu yang satu ini belum jinak ya?”

“Haha maklumlah Nar, baru hari itu aku entotin, belum nambah lagi. Makanya hari ini kita bikin dia teler, biar jinak, haha.”

Aku benar-benar risih dengan omongan mereka berdua. Piaraan? Emang mereka pikir aku ini hewan apa? Yang ada mereka berdua itu yang hewan. Aku hanyalah korban yang dipaksa untuk melayani nafsu hewani pak Jamal, dan mungkin sebentar lagi, pak Bonar juga.

Tapi aku masih bingung, kenapa mereka bisa begitu dekat? Bukankah waktu itu pak Jamal terlihat tak suka saat pak Bonar mendekatiku? Atau jangan-jangan, itu hanya skenario mereka berdua saja?

“Pak Jamal, apa maksud semua ini? Dan kenapa pak Bonar ada disini?”

“Kamu belum cerita Mal?” sahut pak Bonar.

“Belum, haha. Gini Arum sayang, Bonar ini sebenarnya adalah sahabat dekatku. Kalau kamu mikir dulu aku jauhin kamu dari dia, itu hanyalah sandiwara kami saja. Sama seperti begal yang menghadangmu waktu itu. Semua ini sudah aku atur, cuma buat dapetin kamu sayang. Dan sekarang, tiba waktunya buat kamu ngelayanin kamu berdua, bersamaan.”

Benar rupanya. Semua ini adalah akal-akalan mereka berdua. Aku benar-benar nggak menyangka dengan semua ini. Mereka sepertinya sudah sangat ahli dalam hal ini, dan aku percaya bukan sekali ini saja mereka melakukannya.

“Itu benar Arum. Aku dan Jamal adalah sahabat, kami punya hobi yang sama, yaitu menikmati tubuh wanita-wanita cantik kayak kamu. Kami juga sering bertukar wanita, seperti sekarang, kamu juga harus melayaniku.”

Aku hanya bisa diam, lidahku kelu. Tadinya aku pikir, aku hanya harus terus memenuhi nafsu bejat pak Jamal saja, ternyata dugaanku keliru. Selama ini aku selalu menjaga diriku, selalu menjaga tubuhku agar hanya suamiku saja yang bisa menyentuhnya. Tapi setelah kemarin dipaksa pak Jamal, sekarang aku harus melayani orang lain lagi. Dan entah apalagi nantinya, apakah ada orang lain lagi yang harus aku layani?

“Mal, kamu yakin si Arum ini sanggup ngeladenin kita berdua? Kamu bilang kemarin sama kamu aja dia udah klenger?”

“Haha tenang aja Nar. Kalau dia nggak kuat, aku panggilin lagi piaraanku yang lain. Yang penting hari ini kita bisa puas, haha.”

Sialan benar kedua orang ini. Mereka benar-benar menganggap aku, dan wanita lain sebagai piaraan mereka. Aku benar-benar marah dengan keadaan ini, tapi aku bisa apa? Lari dan menghindar? Sekarang saja sudah mustahil untuk bisa melawan mereka berdua. Belum lagi kalau pak Jamal benar-benar menyebarkan video waktu itu, mau ditaruh dimana mukaku? Bagaimana juga perasaan mas Krisna kalau tahu hal ini? Ah mas Krisna, maafin aku mas, sekali lagi harus menghianatimu, dan sepertinya aku nggak bisa ceritain ini semua ke kamu.

“Ya udahlah, aku udah nggak tahan ini. Yuk sayang kita ke dalam.”

Pak Bonar kemudian berdiri menghampiriku. Dia menarik tanganku dan mengajakku ke bagian dalam rumah ini. Akupun hanya bisa menurut tanpa membantah.

Pak Bonar ini, sepertinya seumuran dengan pak Jamal. Badannya juga tinggi besar seperti pak Jamal, tapi kulihat perutnya sedikit tambun, lebih dari pak Jamal. Yang terbayangkan olehku adalah, apakah kemaluan lelaki ini juga sebesar punya pak Jamal? Kalau iya, seperti apa rasa sakit yang akan aku terima nantinya?

Sampai di dalam, tepatnya di ruang tengah, pak Bonar duduk di sebuah kursi, sedangkan aku masih berdiri di depannya. Tak lama kemudian pak Jamal menyusul kami. Diapun duduk di samping pak Bonar. Aku tak tahu apa yang harus dilakukan, sehingga diam saja. Kedua pria jahanam itu hanya tersenyum melihatku. Tiba-tiba, pak Bonar menarik turun celananya hingga nampaklah batang kemaluannya, yang meskipun masih tertidur, tapi sudah terlihat besar. Aku bergidik ngeri melihatnya.

“Sini sayang, isepin punyaku,” perintahnya dengan santai.

Aku masih tak bergerak. Masih diam saja di tempat. Melihatku hanya diam, pak Jamal berdiri dan melangkah ke belakangku. Tiba-tiba dia mendorongku hingga terjatuh di tubuh pak Bonar.

“Hei, dia itu sama seperti aku, tuanmu. Apa yang dia perintah, kamu harus turutin, ngerti!”

Pak Jamal membentakku dengan kasar, sedangkan pak Bonar hanya tersenyum saja.

“Sudahlah Jamal, tak perlu kasar pada wanita secantik Arum. Nah ayo sayang, buruan isepin batangku, bikin dia keras, kamu suka kan yang keras-keras?”

Ucapan dan senyuman pak Bonar benar-benar menjijikkan buatku, tapi aku tak menjawab apapun. Aku berusaha bangkit, tapi pak Bonar menahan tubuhku.

“Kalau kamu nggak mau bersikap baik, aku bisa lebih kasar daripada Jamal,” bisiknya di telingaku.

Dia kemudian mendorong tubuhku hingga bersimpuh di depannya, di depan kedua kakinya yang sudah terbuka lebar. Aku masih diam, aku benar-benar tak rela melakukan hal ini.

“Hmmmpphh...”

Tiba-tiba saja pak Jamal mendorong kepalaku dari belakang, hingga wajahku menyentuh langsung penis pak Bonar.

“Cepat lakuin atau kamu pengen dikasarin?”

Bentakkan pak Jamal kembali ku dengar, dan akhirnya aku hanya bisa menangis pasrah. Perlahan kugerakkan tanganku, menyentuh batang penis yang masih terkulai lemas itu. Tanganku benar-benar bergetar saat menyentuhnya. Kulirik pak Bonar, dia tersenyum puas mengetahui aku sudah pasrah dan menyerah.

Perlahan kugerakkan tanganku, naik turun mengurut penis itu hingga perlahan-lahan mulai membesar. Penis itu akhirnya berdiri tegak meskipun aku tahu belum maksimal. Aku tahu tadi diperintah untuk mengulumnya, tapi aku belum mau, jadi aku masih terus mengocoknya saja, dan kocokanku semakin kupercepat.

“Arum, apa aku tadi nyuruh kamu ngocokin doang? Ayo sayang, jilatin, masukin ke mulut kamu yang seksi itu,” perintah pak Bonar.

Dengan amat ragu, mulai kudekatkan kepalaku menuju ke penis besar itu. Batinku berperang, haruskah aku melakukan ini lagi? Sementara suamiku saja tak pernah mendapat servis seperti ini dariku? Hanya pak Jamal yang pernah merasakan mulutku, dan kini, pak Bonarlah yang akan merasakannya.

Saking tak sabarnya pak Bonar meraih kepalaku dan menariknya, membuat wajahku kembali menyentuh penis itu. Aku memejamkan mataku, dan air mataku tak bisa kubendung lagi.

“Ayo cepet, atau kamu mau dikasarin aja?” ucapan pak Bonar sebenarnya terdengar santai dan lembut, tapi buatku itu adalah perintah tegas yang tak bisa kutolak.

Akhirnya, dengan sangat terpaksa aku mendekatkan bibirku di penis pak Bonar. Kucium kepala jamur yang besar itu. Kulirik lagi ke arah pak Bonar, dia menjulurkan lidahnya, memintaku untuk menjilati penisnya.

Aku menarik nafas dalam-dalam sambil terpejam, memantabkan diriku untuk melakukan ini. Maafkan aku mas Krisna, aku tidak pernah menginginkan hal ini, tapi aku tak punya pilihan untuk menolak. Sekali lagi, maafkan aku mas.

Selanjutnya yang terjadi adalah, lidahku mulai menyapu permukaan kulit penis pak Bonar. Dari ujung ke pangkal, kujilati semuanya. Setelah itu aku dengan susah payah memasukkan penis besar itu di mulutku. Kuhisap dan kukulum kejantanan pak Bonar, sesekali lidahku bermain, menjilati kepala penis pak Bonar yang ada di dalam mulutku.

“Uughh, luar biasa, isepanmu lumayan juga untuk seorang pemula, haha. Ayo terus sayang, puasin aku, aahhh..”

Aku tak peduli dengan apa yang dia katakan. Bagiku, aku hanya melakukan semua ini karena terpaksa, dan juga agar semua ini cepat berakhir.

Untuk beberapa saat aku terus mengulum penis pak Bonar. Desahannya terus terdengar di telingaku. Lama kelamaan aku bisa merasakan penis yang ada di dalam mulutku ini semakin mengeras, dan aku semakin kesulitan untuk mengulumnya. Tapi aku tak bisa melepaskannya karena tangan pak Bonar terus menahanku, bahkan kadang menggerakkannya kalau kepalaku berhenti.

Sekarang aku merasakan kedua tangan pak Bonar memegang kepalaku. Bukan hanya memegang, tapi dia memaksaku untuk menggerakkan kepalaku lebih cepat dan lebih dalam lagi. Ujung kepala penisnya beberapa kali menyentuh kerongkonganku membuatku tersedak dan ingin muntah. Aku berusaha meronta, apalagi saat kurasakan penis itu mulai berkedut. Tapi tenagaku jelas kalah jauh dibanding pak Bonar. Semakin sering aku tersedak, dan hampir saja aku muntah karenanya. Aku bahkan bisa merasakan air liurku keluar dari sela-sela bibirku saat pak Bonar menarik kepalaku menjauh, sebelum kemudian mendorong lagi hingga penis itu tertelan olehku.

“Aahh mulutmu enak banget sayang, aahh aku mau keluaarr..”

Aku menjadi panik. Aku memang pernah dipaksa oleh pak Jamal untuk menelan spermanya, dan aku sama sekali tak menyukai rasanya hingga kumuntahkan saat itu, meskipun sebagian terpaksa tertelan. Dan kali ini, pak Bonar sepertinya akan melakukan hal yang sama. Aku semakin berontak, tapi tetap saja tak bisa lepas, hingga saat akhirnya dia menekan kepalaku keras sekali hingga mentok.

“Aaaaaahhhhh...”

“Hooorrrkkk...”

Lenguhan panjang dari pak Bonar, dibarengi dengan aku yang hampir muntah, karena saat itu penisnya mengeluarkan banyak sekali cairan kental yang buatku sangat menjijikkan. Beberapa kali penis pak Bonar menyemprotkan spermanya di dalam mulutku. Aku mencoba menahan untuk tidak menelannya, tapi kepalaku terus ditahan hingga aku hampir kehabisan nafas. Mau tak mau, akupun menelan semua cairan yang ada di dalam mulutku itu. Rasanya benar-benar menjijikkan.

“Uhuuukk uhuuukk...”

Aku langsung terbatuk-batuk saat kepalaku dilepas oleh pak Bonar. Sisa-sisa sperma yang tak sampai tertelan langsung kuludahkan keluar. Aku terus terisak diperlakukan seperti itu, sedangkan kedua lelaki biadab itu malah tertawa penuh kepuasan.

Tapi penderitaanku belumlah selesai. Baru saja bisa menarik nafas panjang, tubuhku langsung ditarik oleh pak Jamal, yang bahkan sudah telanjang bulat. Dia juga memintaku untuk mengoral penisnya. Aku sempat ingin melawan tapi belum apa-apa dia sudah memaksakan penisnya untuk masuk ke dalam mulutku.

Pak Jamal menahan kepalaku, hingga aku tak bisa bergerak. Dia mendiamkan saja penisnya yang belum tegang maksimal itu di dalam mulutku. Waktu itu kugunakan untuk sedikit mengambil nafas lagi. Setelah itu, tanpa ampun penis pak Jamal menghajar mulutku. Aku tak diberi kesempatan untuk menghela nafas lagi, dia dengan kasar menyetubuhi mulutku. Aku hanya bisa pasrah, dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipiku.

Dan saat itu tubuhku mulai dijamah dari belakang. Itu pasti pak Bonar. Tangannya dengan nakal meraba kedua payudaraku yang masih tertutup rapi oleh pakaianku. Satu persatu kancing kemejaku dibuka dan disibakkan kesamping tanpa melepasnya. BH yang menutupi kedua payudaraku diangkat ke atas, membuat kedua bukit kembarku itu sekarang bebas dijamahnya.

“Wah tubuh kamu bagus juga Rum, dadamu kenyal, montok, haha. Bener-bener nggak salah milih mangsa kamu Mal,” ucap pak Bonar terdengar di telingaku.

“Haha, tentu saja. Mana pernah mangsaku mengecewakan, betul kan?”

“Baguslah, kita bisa nikmati wanita ini seharian sampai puas, haha.”

Aku hanya bisa menangis mendengar obrolan mereka disela-sela menggarap tubuhku. Tangan pak Bonar terus meraba dan meremas buah dadaku. Puting susuku juga tak lepas dari jamahannya. Dipelintir lembut, kadang ditarik kasar, lalu payudaraku diremas juga dengan kasar. Aku yang kesakitan tak bisa apa-apa karena sekarang masih terus dipaksa mengoral penis pak Jamal.

Tiba-tiba kurasakan tubuhku digerakkan oleh pak Bonar. Dia memaksaku berposisi menungging. Aku kini bertumpu pada kedua tangan dan lututku, sambil kepalaku yang tertahan terus digerakkan maju mundur oleh pak Jamal. Dalam posisi itu, bisa kurasakan rok panjangku disingkap ke atas oleh pak Bonar.

Plak... Plak... Plak...

“Eehhhmmpp...”

Beberapa kali pantatku dipukuli oleh pak Bonar. Teriakanku tertahan oleh penis pak Jamal yang masih bergerak maju mundur di dalam mulutku. Pak Bonar sepertinya suka sekali dengan pantatku dan masih terus menamparinya. Aku sampai merasakan kedua bongkah pantatku kini panas, mungkin sudah memerah.

Setelah beberapa kali menampari pantatku, kurasakan celana dalamku ditarik turun oleh pak Bonar. Aku tak bisa apa-apa untuk melawan, hanya air mataku yang semakin deras tak terbendung. Aku tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini. Apa yang terjadi antara aku dan pak Jamal beberapa minggu yang lalu, itu sudah kuanggap yang paling kasar yang pernah kualami, tapi kali ini, aku mendapatkan perlakuan yang lebih kasar dan lebih hina lagi, tanpa sedikitpun aku bisa melawan.

“Bener-bener sempurna. Untuk kali ini aku ngaku kalah Mal. Aku harus bisa cari mangsa yang melebihi si Arum ini.”

“Haha, gimana? Kualitas wahid kan?”

“Iya bener, ini top, kualitas wahid. Kalau aja aku tinggal di kota ini, pasti udah tiap hari aku entotin memek sempitnya si Arum ini, haha.”

Tak lama kemudian kurasakan daerah vitalku mulai diraba oleh pak Bonar. Jari-jarinya digesekan ke bibir vaginaku, hingga membuatku kegelian dan beberapa kali menggelinjang. Sesekali dia juga menusukkan jarinya ke dalam vaginaku, dan itu semakin membuatku menggelinjang. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah biji di daerah bibir vaginaku, dia gesek-gesek dengan jarinya, membuat tubuhku makin bergerak tak karuan.

Biji kecil klitoris itu adalah kelemahanku. Aku tak pernah bisa menahan jika biji itu sudah dirangsang. Mas Krisna selalu bisa membangkitkan gairahku dengan merangsang daerah itu. Dan kini, orang lain yang melakukannya.

Pak Bonar lalu menarik jarinya dari daerah vitalku, tapi tak lama kemudian kurasakan sapuan lidahnya di sekujur bibir vaginaku. Aku yang terkejut langsung berusaha meronta, tapi lagi-lagi karena masih dipegangi oleh pak Jamal, aku tak bisa apa-apa.

Jilatan lidah pak Bonar sampai juga di klitorisku. Dijilat dan dihisapinya biji itu hingga membuat tubuhku benar-benar geli. Disaat yang bersamaan, dia masukkan jarinya menusuk lubang vaginaku.

“Eeeemmppphhh...”

Crok... Crok... Crok...

Desahanku tertahan lagi. Suara becek rajahan jari pak Bonar di lubang vaginaku bahkan sampai terdengar olehku. Vaginaku sudah basah. Bukan karena aku menginginkannya. Tapi aku hanyalah wanita biasa, yang punya kelemahan. Dan sekarang pak Bonar sedang mengeksplor kelemahanku itu.

Cukup lama pak Bonar melakukan itu, hingga membuatku semakin tak tahan. Akhirnya aku melampiaskan semuanya dengan menghisap lebih dalam dan keras penis pak Jamal yang masih ada di mulutku. Aku dipaksa menyerah kalah oleh kedua lelaki itu, hingga akhirnya sebuah desahan panjang yang tertahan mewarnai orgasme pertamaku hari itu. Tubuhku menegang. Mataku terpejam dan mulutku masih menghisap kuat penis pak Jamal.

“Uuugghh isepanmu mantep banget Rum. Punya bakat merek juga kamu ternyata, haha.”

Aku tak peduli dengan kata-kata pak Jamal. Aku hanya melampiaskan apa yang aku rasakan, itupun karena dipaksa oleh mereka. Aku mau menarik kepalaku untuk mengambil nafas dulu, tapi pak Jamal masih saja menahan kepalaku. Dia yang sedari tadi dalam posisi berdiri, malah menarikku saat dia berjalan mundur, hingga membuatku merangkak. Aku benar-benar merasa hina, merangkak ke depan dengan sebuah penis masih berada di dalam mulutku.

Akhirnya pak Jamal duduk di kursi, dan aku masih tetap tak dilepaskannya. Posisiku masih menungging. Lalu aku dipaksa lagi oleh pak Jamal menaik turunkan kepalaku, memberikan servis pada penisnya. Aku sudah pasrah, hanya menurut saja.

Saat itulah kurasakan pak Bonar kembali memegang kedua bongkahan pantatku. Kemudian aku merasakan sesuatu menyentuh bibir vaginaku yang masih basah. Aku tahu itu penis pak Bonar. Sebentar lagi dia akan memasukiku. Sebentar lagi dia akan semakin menghancurkan kehormatanku sebagai istri mas Krisna. Dan aku, tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya.

“Hmmmpphhh...”

Aku hanya bisa mendesah tertahan saat kepala penis yang cukup besar itu memaksa menguak bibir vaginaku. Perlahan-lahan bisa kurasakan penis itu mulai masuk. Tidak dalam, mungkin hanya kepalanya saja. Lalu dia menariknya lagi sedikit, dan mendorongnya sedikit. Mungkin dia sedang membuka jalan agar penisnya bisa masuk semua di dalam vaginaku.

“Hhmm aaarrrkkkk...”

Aku menjerit histeris saat tiba-tiba dengan kasar dia menghentakkan penisnya ke dalam vaginaku. Kepalaku yang tak lagi dipegang oleh pak Jamal, atau mungkin memang dia sengaja melepaskannya, langsung terangkat hingga mulutku terbebas dari penisnya, dan suaraku bisa keluar dengan nyaringnya.

“Paaaakkk aaaahhhkkk pelaaannn...”

Tapi pak Bonar tak mendengarkan permintaanku. Dia terus saja menyetubuhiku dengan kasar, membuat tubuhku tersentak-sentak kedepan.

“Oouhh bener-bener masih sempit Mal, padahal udah kamu entotin dia, oohh enaak bangeett..”

“Haha, emang udah aku entot. Tapi sejak pulang dari sana belum lagi kusentuh dia, pasti udah mulai sempit lagi kan, haha.”

“Bener-bener Mal, ini enaak banget.. aaahh aaahhh...”

“Aarkk paaakk aahhh pelaan pelaaannn...”

Kembali pintaku tak didengarnya. Dia masih memperlakukanku dengan kasar. Bahkan beberapa kali tangannya menampar-nampar pantatku lagi. Dia juga meraih payudaraku yang menggantung dan meremasnya dengan kasar. Aku benar-benar merasa kesakitan saat ini. Sementara pak Jamal yang berada di depanku malah tertawa puas melihatku diperkosa dengan kasar begini.

Tak mau hanya diam, pak Jamal kemudian meraih kepalaku lagi, lalu memaksaku untuk mengoral lagi penisnya. Aku hanya bisa menurut. Rasa sakit yang kurasakan ini kulampiaskan dengan menghisap penis pak Jamal kuat-kuat. Tanpa dipegangi lagi kepalaku naik turun dengan sendirinya. Bukan aku ingin memberikan kepuasan pada pak Jamal, hanya saja ini kulakukan agar aku bisa sedikit mengurangi rasa sakitku.

Penis pak Bonar yang besar terus merojok lubang kemaluanku. Kurasa besarnya hampir sama dengan milik pak Jamal, begitu juga dengan panjangnya. Aku benar-benar tersiksa dengan ukuran penis itu.

Cukup lama pak Bonar memperkosaku dari belakang, dan aku mulai merasakan kalau rasa sakitku mulai berkurang. Tapi tetap saja aku tidak ingin menikmati persetubuhan ini, meskipun vaginaku mulai bereaksi sebaliknya. Vaginaku semakin banjir, aku bisa merasakan itu. Tapi ini bukan karena menikmati, ini hanya reaksi alami vaginaku untuk memberikan pelumas, agar aku tak lagi kesakitan. Ya, pasti begitu, aku yakin itu.

“Aaahh aaahh, Mal, kayaknya ni cewek udah mulai nikmatin kontolku. Memeknya udah makin basah.”

“Haha benar, cewek mana yang tahan dientot, iya kan Arum sayang?”

Aku yang masih terus mengulum penis pak Jamal menggelengkan kepalaku, menolak untuk membenarkan semua itu. Tidak! Aku tidak menikmatinya. Tidak akan pernah!

Tapi kembali, tubuhku berkhianat. Semakin lama kurasakan sakit di vaginaku mulai menghilang, berganti dengan, geli, bercampur nikmat. Ah tidak, ini bukan nikmat, tapi ini... Aahh tidak, maafkan aku mas Krisna..

Aku hanya bisa terus menangis. Aku sekuat tenaga menjaga agar tak menikmati semua ini. Tapi apalagi dayaku, aku hanya perempuan biasa. Diperlakukan seperti ini, lama-lama pertahananku jebol juga. Vaginaku mulai berkedut, dan aku yakin pak Bonar bisa merasakan itu. Terbukti, dia semakin mempercepat goyangannya, yang membuatku tak mampu lagi bertahan, hingga melepaskan penis pak Jamal dari mulutku.

“Aaah paaak.. udaaahh.. aahh pelaan.. aku... aahh aku mau.... aaahhhh...”

Sebuah desahan panjang akhirnya tak bisa kutahan saat kurasakan gelombang dahsyat menerpaku. Aku kembali orgasme, saat disetubuhi oleh pria lain yang bukan suamiku. Tubuhku beberapa kali mengejang. Mataku tertutup dan mulutku terbuka lebar. Nafasku sudah tak beraturan. Aku kalah, benar-benar kalah.

“Haha gimana Arum sayang? Nikmat kan dientot sama Bonar? Ini belum seberapa sayang, nanti ada yang lebih nikmat lagi.”

Kembali aku tak menjawab ucapan pak Jamal. Aku masih terdiam, menikmati sisa-sisa orgasmeku. Iya, aku menikmatinya pada akhirnya. Entahlah, hatiku tak ingin mengakuinya, tapi tubuhku berkata lain.

Setelah membiarkanku menikmati orgasmeku, pak Bonar menarik lepas penisnya, meninggalkan kekosongan di dalam vaginaku. Tapi itu tak bertahan lama. Tubuhku ditarik oleh pak Jamal hingga kini posisiku mendudukinya. Dia melepaskan kemeja, bh, rok panjang dan celana dalamku. Aku sudah telanjang kini, hanya menyisakan jilbab yang masih terpasang di kepalaku, yang entah sudah seperti apa kondisinya sekarang. Aku tahu pak Jamal tak akan melepaskannya sekarang. Dia bilang, lebih bernafsu menyetubuhku yang memakai jilbab. Aku juga sudah tidak punya tenaga lagi, karena itu aku membiarkannya saja.

Setelah aku telanjang, pak Jamal memposisikan penisnya ke bibir vaginaku. Karena memang sudah basah, dan sudah terbuka oleh penis pak Bonar tadi, kini penis pak Jamal dengan cukup mudah masuk ke dalam vaginaku.

“Uuugghh udah paaak, Arum capeekk...”

“Capek? Belum sayang, kamu belum boleh capek. Ini masih pagi, kita akan kayak gini terus sampai sore, haha.”

Sampai sore? Gila! Melayani kedua orang ini sampai sore? Mau dibikin jadi apa nanti aku? Baru sekali ini saja aku sudah secapek ini, apalagi sampai sore?

“Ayo, gerakin pantat kamu sayang, naik turun, kayak yang waktu itu,” perintah pak Jamal.

Aku tak punya pilihan lain kecuali menurutinya. Aku tahu, menolakpun percuma, yang ada malah dia akan mengasariku lagi. Aku tak mau dikasari, tak mau disakiti lagi. Akhirnya dengan sangat terpaksa aku gerakkan tubuhku naik turun. Aku tumpukan kedua tanganku di pundak pak Jamal. Dia sendiri kedua tangannya terus bermain di kedua buah dadaku, yang sudah terbuka karena jilbabku disingkap ke belakang.

Saat itu tiba-tiba kurasakan ada yang menyentuh pantatku. Aku menoleh ke belakang. Pak Bonar, tampak tersenyum melihatku. Aku lirik ke bawah. Astaga, aku lupa, dia kan belum orgasme. Dan sekarang tangannya meraba pantatku, jarinya mengarah ke lubang belakangku. Apa yang dia mau? Jangan-jangan....

“Kita main sama-sama yang sayang, hehe.”

“Paak jangan disitu pak, saya nggak mau..”

Aku hendak menarik tubuhku menjauh, tapi malah dipegangi pak Jamal dari bawah. Dia memeluk tubuhku erat sekali, membuatku menghentikan gerakkan pantatku. Saat itu pak Bonar mengarahkan kepala penisnya ke lubangku yang satunya. Aku benar-benar takut. Meskipun lubang itu sudah diperawani oleh pak Jamal, tapi melakukan ini bersamaan, diperkosa depan belakang, aku belum pernah melakukannya.

Bayang-bayang rasa sakit yang teramat sangat membuatku mencoba meronta dengan keras. Tapi tak menghasilkan apa-apa karena saking kuatnya pak Jamal memelukku. Pak Bonar sendiri mulai meludahi tangannya sendiri, lalu diusapkan ke lubang belakangku. Jarinya bahkan dipaksa masuk, untuk membuatnya lebar, membuka jalan.

“Paak jangan disitu, jangan gini paak.. Arum nggak mau...”

Tapi kedua lelaki itu tak menggubrisku. Yang ada, sekarang malah 2 jari pak Bonar dimasukkan untuk mengobok-obok lubang anusku.

“Aaahh jangan paak, sakiiiit...”

“Udah sayang, dinikmati aja..”

“Nggak, nggak mau, sakiiiiitt...”

Pak Bonar menarik kedua jarinya. Tapi aku bukannya lega, tapi justru semakin takut. Kulihat lagi ke belakang, pak Bonar kembali mendekatkan kepala penisnya di bibir anusku. Dia mulai memaksanya untuk masuk. Sementara aku menggigit bibirku sendiri, menahan rasa sakit yang mulai kurasakan.

“Aaarrkkk udaaahh paaak, sakiiiiittt...”

Kepala penis itu sudah masuk, dan sakitnya luar biasa. Kembali aku mencoba meronta, tapi tubuhku dipegangi dengan sangat kuat, terlalu kuat.

Blesss...

“Aaaaaaaarrrrkkkkkhhhh...”

Aku menjerit sekeras-kerasnya saat tiba-tiba pak Bonar menghentak penisnya di lubang anusku yang sempit dan kering. Pinggangnya sampai membentur bongkahan pantatku, artinya penisnya masuk semuanya. Ini benar-benar sakit, lebih sakit daripada saat lubang itu diperawani oleh pak Jamal.

“Anjiiiing, sempiit bangeeet.. oouuhhh...”

Kedua lelaki biadab itu masih diam tak bergerak. Mereka seperti sedang menikmati jepitan kedua lubangku. Pak Bonar pastinya menikmati betapa sempitnya lubang anusku. Sedangkan pak Jamal juga merasakan lubang vaginaku semakin menyempit karena aku yang kesakitan.

Aku sendiri, merasakan tubuhku terbelah. Entah lecet atau seperti apa di dalam, tapi yang pasti ini sakit sekali. Pandanganku sampai berkunang-kunang. Ingin rasanya aku pingsan saja, agar tak lagi merasakan sakit ini.

Setelah beberapa saat, mungkin hampir semenit lamanya terdiam, pak Bonar mulai bergerak maju mundur. Liang anusku yang masih kering itu membuatku kembali merasakan sakit yang teramat. Tapi sebelum aku sempat berteriak lagi, pak Jamal sudah langsung menyambar bibirku. Dia menciumiku dengan buas. Akupun membalasnya tak kalah buas. Sekali lagi, bukan aku ingin melayani atau memuaskannya, hanya sebagai pelampiasan dari rasa sakitku.

Pak Jamal sendiri kemudian mulai bergerak dari bawah, tapi dia bergerak lebih pelan daripada pak Bonar. Kedua tangan pak Jamal juga mulai meremas payudaraku dengan lembut, sambil terus menciumi bibirku. Lidah kamu bertemu, saling mengait satu sama lain. Sedangkan pak Bonar yang terus bergerak memperkosa liang anusku, tangannya mulai meremas pantatku yang montok. Tidak lagi dia menamparnya, hanya meremasi saja.

Cukup lama kami dalam posisi ini. Meskipun sudah agak berkurang, tapi tetap saja masih terasa sakit di lubang anusku. Aku sudah tak mencium pak Jamal lagi. Aku merebahkan kepalaku di samping kepalanya. Bibirku terus mengeluarkan rintihan, yang mungkin bagi pak Jamal malah terdengar sebagai alunan yang indah.

Sampai akhirnya aku merasakan gerakan pak Bonar dan pak Jamal mulai semakin cepat. Keduanya juga mulai melenguh, tanda begitu menikmati kedua lubangku itu. Aku sendiri masih terus merintih dari tadi. Campuran antara kenikmatan yang diberikan pak Jamal di lubang vaginaku, dan rasa sakit yang masih terasa di lubang anusku.

Aku tahu mereka sudah akan orgasme, dan aku tahu mereka tak akan mencabut penisnya dari kedua lubangku. Beruntung tadi pagi aku sudah persiapan, sudah meminum pil KB yang diberikan oleh temanku. Akupun membantu mereka dengan menggerakkan otot-otot di dinding kedua lubangku itu untuk meremas penis mereka. Aku ingin semua ini cepat selesai, agar segera selesai juga rasa sakitku.

“Aaahh gilaa, aku nggak tahan lagi, lubang wanita ini enak bangeett...”

“Aku juga Nar, memeknya masih enak banget, aku nggak tahan...”

Kudengar keduanya mulai meracau. Aku sendiri, jujur saja aku juga sudah mulai dekat dengan orgasmeku. Titik-titik tertentu di dalam vaginaku berkali-kali tersentuh oleh penis pak Jamal, dan itu membuat pertahananku rasanya tak sanggup bertahan lebih lama lagi. Meskipun anusku masih terasa sakit, tapi tak bisa kupungkiri, aku juga merasakan nikmat.

Gerakan mereka berdua semakin cepat dan cenderung kasar. Aku semakin mengencangkan otot di kedua lubangku, meskipun akibatnya kembali aku harus menerima rasa sakit di anusku. Pak Jamal kemudian meremas kedua buah dadaku dengan kasar, begitu juga dengan pak Bonar di kedua pantatku.

“Aku keluaaaaaaarrrr... Aaaaahhhhh...”

“Aaaaaahhhhhh...”

Desahan dan rintihan kami bertiga terdengar bersamaan. Bersama dengan itu aku merasakan kedua lubangku disiram oleh cairan hangat mereka. Aku sendiri tak mampu bertahan, akupun orgasme bersama dengan kedua pemerkosaku itu.

Entah berapa banyak cairan sperma yang masuk ke dalam rahim dan anusku, yang kurasakan hanya hangat saja di dalam sana. Tubuhku yang sempat menegang beberapa kali, langsung ambruk menimpa tubuh pak Jamal.

Nafas kami bertiga terengah-engah, terutama aku, yang digarap oleh kedua lelaki ini. Mereka juga tak langsung mencabut penisnya, masih mendiamkan dulu untuk beberapa saat. Baru kemudian pak Bonar menarik lepas penisnya, disusul pak Jamal tak lama kemudian. Aku merasakan kedua lubangku terbuka lebar, dan cairan sperma mereka cukup banyak mengalir keluar.

Pak Jamal mengangkat tubuhku dan menidurkan di sampingnya. Penampilanku sudah entah seperti apa, aku sudah tak peduli lagi. Aku hanya memejamkan mataku, dan air mataku juga masih mengalir membasahi pipiku. Tubuhku rasanya remuk, lemas, hingga aku tak sanggup bergerak lagi.

Tapi itu hanya awal dari penderitaanku hari itu. Setelah membiarkanku beristirahat selama beberapa menit, mereka kemudian menggarapku lagi habis-habisan. Kadang bergantian, kadang aku dihajar depan belakang, hingga rasanya aku sudah mau pingsan saja. Mereka menyemprotkan spermanya ke sekujur tubuhku, hingga jilbabku yang belum dilepas ikut basah juga oleh sperma mereka.

“Sudaaah paak, Arum udah nggak sanggup lagii..”

Aku hanya bisa merintih saat kulihat pak Bonar kembali menjamah tubuhku. Entah bagaimana lelaki ini masih begitu kuat. Kulihat penisnya juga sudah tegang lagi. Padahal dia sudah berkali-kali menyetubuhiku hari ini. Aku sempat melirik jam, sudah hampir jam 2 siang, artinya sudah lebih dari 4 jam aku berada disini dan digarap oleh mereka.

Aku hanya bisa pasrah saat penis pak Bonar dengan mudahnya memasuki lubang vaginaku. Aku sudah tak punya tenaga lagi untuk melawannya. Aku biarkan saja dia berbuat apapun pada tubuhku. Saat itu samar-samar ku dengan bel rumah ini berbunyi. Aku menoleh, kulihat pak Jamal dengan santainya, masih dalam keadaan telanjang bulat berjalan ke depan untuk membukakan pintu.

“Siang pak,” kudengar suara seorang perempuan. Kalau aku tidak salah, itu adalah suara Sarah. Kenapa Sarah kesini? Apa disuruh pak Jamal?

Dan ternyata benar, tak lama kemudian kulihat Sarah berjalan kemari ditarik tangannya oleh pak Jamal. Dia begitu kaget melihatku, begitu juga aku.

“Pak Jamal, ini apa?” tanya Sarah.

Pak Jamal tak menjawabnya, tapi langsung menyergap tubuh Sarah. Kulihat tak ada perlawanan berarti dari Sarah. Karena mungkin dia sama sepertiku, sudah menjadi budak nafsu pak Jamal, seperti yang kemarin dia ceritakan padaku.

Sarah hanya diam saja ketika dia ditelanjangi. Pakaian dinasnya satu persatu lepas dari tubuhnya, begitu juga dengan pakaian dalamnya. Dia sekarang sama sepertiku, hanya menyisakan jilbab di kepalanya saja. Dan ternyata benar perkiraanku selama ini, tubuh Sarah terlihat lebih seksi dan montok dibandingkan aku. Payudaranya lebih besar dariku, begitu juga bongkahan pantatnya.

Tanpa banyak bicara, pak Jamal menyeret Sarah dan dibaringkan di sampingku. Dia sempat menatapku dengan tatapan nanar, begitu juga denganku. Sepertinya pak Jamal tidak ingin berlama-lama, tidak ingin pemanasan dulu dengan Sarah, mau langsung tancap gas.

“Aaahh paaakk pelaan, masih keriiing...”

Kudengar Sarah menjerit dan tubuhnya mengejang.

“Ah diem kamu Sar, biasa juga gitu..”

Pak Jamal langsung saja menghentak-hentakkan penisnya di vagina Sarah. Tubuhnya melonjak-lonjak membuat kedua buah dadanya bergerak naik turun. Pak Bonar rupanya tak mau kalah, dia yang tadinya menyetubuhiku dengan lembut, tiba-tiba berubah kasar. Sarah masih terus merintih dan menjerit, tapi tak melakukan perlawanan. Sedangkan aku, bahkan untuk merintih saja sudah terlalu lemas, sudah tidak ada tenaga lagi.

Beberapa menit disetubuhi seperti itu, kurasakan pak Bonar menarik lepas penisnya. Aku membuka mataku, melihat apa yang dia lakukan. Ternyata dia bertukar dengan pak Jamal. Dia ganti menyetubuhi Sarah, sedangkan pak Jamal menyetubuhiku.

“Halo Sarah sayang, udah lama nggak ngerasain memekmu, haha.”

Aku terkejut mendengar ucapan pak Bonar. Berarti ini bukan pertama kalinya dia menyetubuhi Sarah? Tapi kenapa kemarin Sarah tidak cerita padaku? Apa karena hanya ingin menutupi dan menganggap hal ini tak perlu diceritakan? Sepertinya memang begitu, akupun mungkin tak akan menceritakan jika berada di posisi Sarah. Sarah hanya cerita tentang perlakuan pak Jamal karena sudah tahu aku juga diperkosa olehnya.

Kedua lelaki itu terus menerus menyetubuhi kami. Mereka beberapa kali bergantian. Sarahpun kulihat beberapa kali vaginanya disembur oleh sperma pak Jamal dan pak Bonar, sama sepertiku.

Saat kulihat jam sudah jam 4 sore, aku sudah benar-benar lemas, sama sekali tak ada tenaga lagi, dibiarkan terbaring begitu saja. Sekarang ini pak Bonar dan pak Jamal sedang menyetubuhi Sarah depan belakang. Pak Jamal berada di bawah dengan penisnya di vagina Sarah, sedangkan pak Bonar di atas dengan penisnya di anus Sarah.

Bisa kulihat Sarah terus menerus merintih dan mendesah, tapi sepertinya dia tidak terlalu kesakitan seperti aku tadi. Mungkin karena dia pernah merasakan yang seperti itu, berbeda dengan aku yang baru tadi pagi dihajar depan belakang seperti itu.

Beberapa menit lamanya mereka dalam posisi itu, sampai akhirnya badan pak Jamal dan pak Bonar mengejang, diikuti tak lama kemudian oleh Sarah. Ketiganya orgasme. Setelah itu mereka tampak beristirahat. Aku benar-benar berharap, acara gila ini selesai sampai disini. Sudah sore, aku ingin segera pulang. Meskipun aku tahu mas Krisna pulangnya masih malam, tapi aku ingin segera pergi dari rumah terkutuk ini. Dan untungnya, harapanku ini terkabul.

“Sar, kamu masih kuat nganterin Arum pulang kan?”

“Iya pak, masih,” jawab Sarah, meskipun nafasnya masih tersengal.

“Ya udah, sana pake pakaianmu, habis itu pakein pakaian Arum juga. Terus antar dia pulang.”

“Baik pak.”

Sarah terlihat begitu menurut pada pak Jamal. Dia segera memakai pakaiannya, tanpa membersihkan dulu bercak sperma di tubuhnya. Setelah itu dia membantuku yang masih lemas untuk berpakaian. Dia juga tak membersihkan bercak-bercak yang menempel di tubuhku. Setelah aku selesai dipakaikan pakaian, Sarah kemudian memapahku keluar rumah. Ternyata hari ini membawa mobil, entah mobil siapa karena setahuku Sarah tak punya mobil. Tapi aku tak ambil pusing, yang penting aku segera sampai rumah.

Sepanjang perjalanan kami sama sekali tak ada yang bicara. Aku masih terlalu capek, kalau Sarah, entahlah. Tak lama kemudian, aku sudah sampai di rumah. Sarah kembali membantuku turun dari mobil dan memapahku masuk ke dalam rumah.

“Mau mandi sekalian Rum?”

Aku hanya mengangguk. Sarah hanya tersenyum, lalu membawaku ke kamar mandi. Oh iya, Sarah ini sudah pernah beberapa kali ke rumahku, jadi dia sudah tahu dimana kamarku dan juga kamar-kamar lain. Disana dia menelanjangiku, dan menelanjangi dirinya sendiri. Kami mandi bersama. Bukan, lebih tempatnya, dia memandikanku sambil dia juga mandi sendiri. Agak aneh juga rasanya. Aku hanya pernah mandi berdua dengan mas Krisna saja, dan sekarang dengan orang lain, tapi sama-sama cewek. Setelah mandi, Sarah membawaku ke kamar. Dia mengambilkan pakaianku dan memakaikannya.

“Rum, aku pinjem bajumu ya? Aku nggak bawa ganti soalnya.”

“Iya Sar, silahkan. Tapi mungkin kekecilan buat kamu.”

“Ah enggak kok. Aku pinjem baju luar aja, nggak perlu pake daleman lagi.”

“Ya udah, terserah kamu aja.”

Selesai Sarah berpakaian, dia duduk di sampingku yang terbaring di ranjang.

“Kamu mau makan? Aku pesenin ya?”

Aku hanya mengangguk. Sarah kemudian keluar dari kamar, entah apa yang dia lakukan. Agak lama dia berada di luar, kemudian masuk lagi. Dia membawaku ke meja makan, ternyata sudah tersedia makanan di sana. Kalau kulihat itu adalah menu makanan dari warung yang tak jauh dari rumahku.

Setelah selesai makan, dia membereskannya. Sebenarnya sudah kularang, tapi dia memaksa, jadi aku biarkan saja. Setelah itu kamu duduk di ruang keluarga. Setelah makan ini aku merasa sudah punya cukup tenaga, tak lemas seperti sebelumnya.

“Sar..”

“Iya, kenapa Rum?”

“Hmm, kamu tadi, kok bisa ada di rumah pak Jamal?”

Dia tak menjawab, tapi mengambil handphonenya, tak lama kemudian memberikannya kepadaku. Kulihat disitu ada chat dari pak Jamal kepadanya.

‘Sar, kamu cepet ke rumahku sekarang. Si Arum udah nggak kuat lagi itu. Aku sama Bonar ini.’

Begitu isi pesannya.

“Sebenarnya dari kemarin aku udah nebak, pasti kamu bakal dibawa ke rumahnya. Tapi aku sama sekali nggak kepikiran kalau ternyata ada pak Bonar juga.”

“Apa kamu, juga kayak gitu dulu Sar?”

“Iya Rum. Yang aku tau, pak Jamal sama pak Bonar itu suka tukaran wanita. Kalau dulu, aku dibawa pak Jamal ke rumahnya pak Bonar diluar kota. Disana aku juga dihajar habis-habisan sama mereka, kayak kamu tadi. Bedanya waktu itu, aku perginya 2 hari, tapi disana ada ceweknya pak Bonar juga.”

“Pantesan, dia kayak nggak kaget waktu kamu dateng tadi.”

“Iyalah, dia udah pernah ngentotin aku.”

“Sarah, kok ngomongnya gitu sih.”

“Hehe maaf Rum. Habis aku jengkel sama mereka berdua. Lagian, aku juga udah kebawa pak Jamal. Tiap gituan pasti ngomongnya gitu, lama-lama kan jadi ngikut-ngikut.”

“Ya tapi jangan dibiasain lah Sar. Entar gimana kalau misalnya kamu keceplosan waktu lagi sama suami kamu?”

“Hmm, jujur aja sih, aku kalau lagi sama suami, emang suka ngomong jorok kalau lagi gituan Rum, jadi suamiku nggak bakal kaget kalau aku jadi vulgar.”

“Ooh gitu, pantesan. Hmm, tapi, sampai kapan ya kira-kira kita bakal kayak gini Sar? Aku takutnya, mereka nanti bakal ngelakuin hal yang lebih gila dari ini.”

“Entahlah Rum. Tapi aku juga berharap, yang kamu ceritain kemarin, soal suamimu yang mau balas dendam itu, beneran terwujud, jadi kita bisa bener-bener lepas dari mereka berdua.”

“Iya Sar, semoga aja.”

“Ya udah kalau gitu Rum. Kamu istirahat aja, kamu pasti capek banget. Aku mau pulang dulu. Oh iya, baju kotor kita tadi udah kurendam, aku nitip cuciin sekalian ya?”

“Iya, nanti aku cuciin. Makasih ya Sar.”

Setelah Sarah berpamintan dan pulang, akupun menuju ke kamarku. Masih jam 6 sore, dan sepertinya mas Krisna masih lama pulangnya. Tapi sepertinya aku ingin istirahat saja, aku benar-benar lelah hari ini. Maafin aku mas Krisna, tidak menyambutmu pulang malam ini, maafin juga nggak masakin makan malam buat kamu, semoga kamu udah makan di kantor. Dan maafin aku juga, karena hari ini aku kembali harus dipaksa melayani orang lain, dan sepertinya aku tidak akan menceritakan ini semua ke kamu. Maaf.

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam


Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger