Home » » Menodai Bidadari Kampus 1

Menodai Bidadari Kampus 1


Bandar Taruhan - Kutuntun tangan lembut itu menyusuri jalan setapak yang sunyi senyap. Sesekali kupandangi wajah gadis yang walaupun nampak sangat lelah dan kesakitan, namun masih memancarkan kecantikan yang belum pernah aku temukan semasa enam puluh tahun aku menghembuskan napas. Langkahnya terseok-seok, mungkin karena kakinya yang telanjang itu kesakitan saat menginjak jalan yang berkerikil. Dari balik sarung yang membungkus tubuhnya, kuintip belahan dadanya yang sangat merangsang siapapun yang melihatnya. Ingin rasanya kusetubuhi gadis itu sekali lagi, namun aku sudah terlanjur berjanji membawanya ke kantor polisi di desa terdekat.

Terbukti bukan hanya aku yang mengagumi kecantikan gadis itu. Pak polisi yang membukakan pintu kantornya pun terperanjat saat melihat seorang kakek tua yang menuntun sesosok bidadari yang hampir telanjang bulat, hanya dibungkus sarung yang menutupi sebagan payudaranya, sampai beberapa senti di bawah selangkangannya.

"Ada apa ini Kek?" tanya sang polisi dengan muka yang kebingungan; antara dikuasai nafsu dan rasa simpati terhadap sosok bidadari malang di depannya.

"Ini Pak, tadi saya temukan anak ini tergantung di pohon dekat rumah. Kasihan dia, Pak, kayaknya korban pemerkosaan dan penganiayaan."

"Siapa nama kamu, nak?"

"Harumi..." ujar gadis itu lirih. Jujur selama semalaman kunikmati gadis itu, aku belum mengetahui namanya. Sekarang aku tahu mengapa ia begitu mirip gadis Jepang seperti yang di film-film porno karena ia memang seorang gadis Jepang! Gila, mimpi apa aku semalam bisa meniduri gadis Jepang yang cantik seperti Harumi? Walaupun selama tinggal di kota aku sering "jajan", belum pernah kutemukan gadis yang sesempurna Harumi ini. Aku sedikit menyesal mengantarkan Harumi ke kantor polisi. Harusnya aku simpan gadis ini di rumahku sebagai budak seks pribadiku. Namun kupikir hal itu akan terlalu beresiko.

"Silakan duduk, Neng. Ambil minuman kalau kamu haus," kata pak polisi

"Sekarang kamu bisa ceritakan apa yang terjadi sama kamu?" lanjutnya.

Harumi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Matanya yang sipit menatap tembok dengan tatapan kosong. Aku yakin dia sangat trauma atas apa yang menimpa dirinya sebelum aku menemukan dia di hutan dalam keadaan yang mengenaskan. Aku juga berharap agar dia tidak menceritakan kalau akulah yang terakhir menikmati tubuhnya, toh aku sudah memaksa dia berjanji untuk tidak melaporkan perbuatanku asalkan kuantar dia ke kantor polisi.

Keheningan yang panjang itu terganggu saat kami mendengar suara ketukan di pintu. Seorang lelaki muda mungkin seumuran dengan Harumi masuk ke dalam ruangan itu setelah pak polisi membukakan pintunya.

"Pak, saya mau mencari teman saya yang hilang. Kemarin saat... Loh, Harumi, kamu kok bisa di sini??" tanya lelaki itu dengan wajah panik.

Tangisan Harumi langsung meledak saat ia menatap lelaki itu. "Itu orangnya Pak! Dia yang memperkosa saya!" teriak Harumi sambil menunjuk-nunjuk orang tersebut.

Lelaki itu hendak kabur, namun aku dan pak polisi segera menghalangi langkahnya dan menyeret dia ke kursi di sebelah Harumi.

"Siapa nama kamu?!" tanya sang polisi.

"Dimas, Pak. Pak sumpah bukan saya, saya bisa ceritain semua."

"Wah, saya tau dari mana nih mana yang benar. Kita harus periksa kalian bertiga dulu."

"Pak, anak itu bawa tas. Coba diperiksa tasnya, siapa tau ada barang bukti," ujarku menyela percakapan mereka. Aku takut kalau diperiksa, nanti ketahuan kalau aku juga telah memperkosa Harumi. Maka itu aku berusaha untuk membuat Dimas sebagai sosok yang bersalah. Kubuka resleting tasnya, lalu kusibak isinya. Isinya hanya ada dompet, botol minum, dan sebuah buku notes. Kukeluarkan buku itu, lalu kubaca isinya bersama dengan pak polisi. Dari situlah aku mengetahui apa yang telah menimpa Harumi sebelum aku berjumpa dengannya. Bodoh sekali anak ini, pikirku dalam hati, masak ia menuliskan semua yang ia lakukan di buku, kan bisa jadi barang bukti. Entahlah, mungkin ia ingin menjadi penulis cerita seks.

Kami melangkah turun dari mobil van yang membawa kami dari Jakarta hingga ke tempat kamping ini. Kutunggu sampai mobil van kedua sampai beberapa menit kemudian. Saat pintunya terbuka, turunlah sang bidadari kampus itu dengan senyumnya yang mempesona. Aku benar-benar tidak percaya, mau-maunya gadis lugu ini kita ajak ikut ke tempat ini, padalah kami belum kenal terlalu lama dengannya. Semuanya berawal dari ide Devi, juara kedua lomba Miss University 2014. Ia berencana untuk balas dendam kepada Harumi yang berhasil menjadi juara pertama kontes kecantikan tersebut. Katanya sih Harumi curang karena menjilat para juri, namun kalau aku jadi juri pun aku pasti memenangkan Harumi tanpa harus dijilat, kecuali dia mau "menjilat" penisku, tentu aku tidak menolak hehe.. Devi mengajak teman-temannya dan beberapa cowok yang terkenal berandal di kampus termasuk aku untuk mengerjai Harumi. Kapan lagi aku bisa mengerjai cewek paling cantik di kampus, pikirku. Maka akupun tidak akan melewatkan kesempatan ini.

Aku yakin Harumi sama sekali tidak curiga saat Devi dan teman-teman ceweknya mengajak Harumi untuk ngobrol bareng di dalam pondok yang kami sewa itu. Sementara mereka mengobrol di kamar, kami para cowok mulai merencanakan apa saja yang akan kami lakukan terhadap Harumi.

"Pokoknya gue yang dapet duluan ya! Gue kan yang paling tua!" kata Deni, si mahasiswa abadi yang gak lulus-lulus.

"Terserah lu bro, kita mah ngalah sama orang tua," ujar Roy, disambut dengan tawa anak-anak lainnya.

"Pokoknya gue mau ngerasain pantatnya yang montok nih, penasaran selama ini gue liatnya ketutupan celana melulu," sahut Evan.

"Lu kebiasaan maen sama cowok sih, demennya dari belakang!"

"Ah yang ini kan beda bro, pantat Jepang nih, kapan lagi bisa ngerasain coy!"

"Diem lah lu semua, udah paling enak jadi gue yang merawanin, udah lama nih gue gak ngerasain memek perawan!"

"Salah lu tiap kali pacaran sama lonte melulu"

Percakapan ngelantur kami dihentikan saat cewek-cewek itu mulai keluar dari dalam pondok. Mereka menggandeng tangan Harumi untuk berjalan menuju ke pepohonan yang ada di depan pondok.

"Harumi, kita mau kasih hadiah spesial nih buat kamu yang udah menang Miss University," ujar Devi.

"Wihh apaan nih hadiahnya?" jawab Harumi.

"Kamu tutup mata dulu dong, biar surprise nih," sahut Mita.

Saat Harumi sedang menutup matanya, aku dan Deni langsung memegang kedua tangan Harumi, lalu menyandarkan tubuh Harumi ke sebatang pohon. Dengan cepat kami melingkarkan tangan Harumi ke belakang pohon itu, lalu mengikatnya dengan tali yang kami siapkan.

"Apa-apaan nih, gue mau diapain?" tanya Harumi dengan polosnya.

"Kita mau kasih lo pelajaran, goblok!" teriak Mita, dengan nada yang sangat bertentangan dengan caranya bicara sebelumnya.

"Lo kira lo pantes jadi ratu kecantikan di kampus? Lo kan orang asing, bangsa penjajah pula!" tambah Devi, sambil tangannya menampar pipi Harumi.

"Ouch! Heh denger ya, walaupun bokap gue Chinese dan nyokap gue orang Jepang, gue tetep orang Indonesia yah! Gue lahir di Indonesia, tumbuh di sini, bahkan ngomong Jepang atau Mandarin gue gak bisa! Gue kan...mmmphh!" ceramah Harumi terputus saat kami membekap mulutnya dengan sapu tangan.

"Berisik lo jablay, kita gak mau denger khotbah lo! Pokoknya buat kita lo gak pantes menang, dasar tukang curang!" bentak Rina.

"Guys, silakan lakukan tugas kalian!" perintah Devi.

Aku mengeluarkan cutter dari kantong celanaku, lalu mengacungkannya tepat di depan wajah Harumi.

"Denger yah blay, kalo lo berani ngelawan, pentil lo gue potong pake ini!" ujarku dengan nada yang dibuat seolah mengancam. Padalah belum pernah aku mengancam orang seperti itu.

"Mmmmphhhh!" teriakan Harumi tersumbat oleh sapu tangan yang terikat menutup mulutnya, sementara kami mulai mengikat kakinya supaya tidak terus menendang-nendang. Ia semakin histeris saat aku mencengkeram kaosnya dan mengarahkan cutter ke sana. Dengan kasar kusobek kaosnya hingga bagian atas tubuhnya hanya tertutup bra warna putih yang berenda. Aku berhenti sebentar sambil mengagumi pemandangan luar biasa di depanku ini. Dua buah bukit indah yang putih mulus itu berguncang-guncang saat pemiliknya meronta-ronta ingin melepaskan diri, yang rupanya hanya menambah nafsu para penontonnya. Tidak sabar menanti diriku yang hanya terbengong-bengong, Roy segera memeloroti celana pendek Harumi, sementara Evan menarik bra Harumi hingga lepas.

Kini tubuh molek itu hanya ditutupi oleh celana dalam berwarna putih, dengan pita pink yang tepat berada di atas kemaluannya. Tidak mau kecolongan bagian yang paling mengasyikkan, aku segera memeloroti celana dalam itu hingga ke lututnya. Kami mundur beberapa langkah untuk menyaksikan sang bidadari kampus yang kini telanjang bulat sambil terus menangis dan berusaha melepaskan diri, namun ikatan yang kami buat cukup kuat untuk menahan dirinya.

"Ih jorok banget mekinya banyak bulu gitu, cantik-cantik kok males cukuran sih," ujar Rina sambil tertawa-tawa. "Nih gue punya silet, tolong cukurin dong, Van!" lanjut Rina, sambil menyerahkan sebuah silet ke tangan Evan. Evan pun langsung mendekatkan kepalanya ke depan selangkangan Harumi, kemudian mengendus aroma organ kewanitaannya itu. Lalu dengan kasar ia mulai mencukur rambut kemaluan Harumi, tanpa mengoleskan krim dan tanpa belas kasihan. Badan Harumi yang senantiasa menggelinjang membuat ujung silet yang tajam itu melukai kulit Harumi, namun nampaknya hal tersebut membuat Evan semakin menikmati pekerjaannya, demikian juga dengan para penonton. Dalam beberapa menit, kami dapat melihat garis tipis di selangkangan Harumi yang tidak ditutupi sehelai rambut pun. Benar-benar luar biasa pemandangan itu, sungguh berbeda dengan punya pacarku yang bentuknya sudah amburadul.

Devi segera mengeluarkan HP-nya untuk mengabadikan momen itu, namun segera dicegah oleh Mita. "Sebentar, gue punya aksesoris nih," katanya. Ia mengeluarkan sebuah mahkota perak yang terbuat dari plastik, lalu meletakannya di kepala Harumi, membuatnya terlihat seperti di malam saat ia memenangkan kontes kecantikan. Selain itu, Mita juga mengeluarkan secarik kertas yang bertuliskan "Ayam Kampus", namun ia kebingungan untuk menempelkannya di tubuh Harumi.

"Nih, gue punya peniti," ujar Rina seraya menyodorkan sebuah peniti ke Mita. Mita menancapkan kertas itu ke peniti, lalu mendekatkannya ke payudara Harumi. Kontan bidadari itu pun menggelengkan kepalanya dengan keras dan berusaha untuk menjerit, namun usahanya sia-sia; Mita tetap menancapkan peniti itu, menembus puting susu Harumi yang sebelah kanan. Aku dapat mendengar jeritan Harumi yang membangkitkan gairahku, di saat darah menetes dari puting susunya yang terluka. Tidak hanya Devi, kami semua mengeluarkan HP untuk memotret si ratu kecantikan yang kini telanjang bulat dan tidak berdaya, lengkap dengan mahkotanya, bahkan dengan kertas "Ayam Kampus" yang menggantikan selendang "Juara I" yang ia kenakan di malam kemenangannya. Cewek-cewek itu terlihat begitu puas karena dapat mempermalukan saingannya itu.

"Sebentar lagi lo jadi artis bokep nih, semua anak di kampus bakal punya foto bugil lo! Kalo perlu kita jual yah, emangnya lo doang yang bisa buka online shop!" kata Devi.

"Jangan lupa cek IG kita ya sis, ada foto cewek Jepang bugil loh," canda Rina, disambut dengan tawa teman-temannya.

"Dim, gue pinjem ikat pinggang lo dong," ujar Mita.

"Buat apaan Mit?" jawabku, sembari melepaskan ikat pinggang.

"Gue pengen bikin adegan kayak di film Fifty Shades nih, kayaknya asik yah."

"Wah ide bagus Mit!" sahut Devi. Para cewek itu pun segera meminjam ikat pinggang kami. Karena tidak semuanya memakai ikat pinggang, beberapa dari mereka mencari ranting atau rotan yang berserakkan di sekitar pohon. Setelah semuanya mendapatkan cambuknya masing-masing, Mita mulai memberi aba-aba.

"Satu... dua... tiga!"

"Ctarrrr!" lecutan ikat pinggang pertama mendarat di perut Harumi yang rata.

"Mmmphhhhhhhhh!" jeritan Harumi tertahan oleh sapu tangan yang membekap mulutnya.

"Gue pengen denger dia teriak dong. Bodo amat toh gak ada yang denger kan di tengah hutan?" usul Deni. Semuanya menyetujui ide tersebut, lalu Deni segera melepas sapu tangan dari mulut Harumi.

"Anjing lo semua! Gue laporin ke rektor lo semua! Gue bakal ..."

"Ctarrrr!" ujung ikat pinggangku yang berbahan kulit itu kembali mendarat di tubuh Harumi, kali ini di buah dadanya. Bukit putih mulus itu kini dinodai oleh sebuah garis merah yang membentang dari puting susu hingga ke pangkal payudaranya.

"AAAAAKKHHHH SAKITTTT ANJENGGG!"

"Makanya jangan berisik, blay! Coba pukul pake rotan, gue mau liat bedanya!" ujar Evan.

"Ctarrrr!" Rina mengayunkan batang rotan tipis di tangannya ke arah paha Harumi. Kali ini bekasnya lebih dari sekedar garis merah, melainkan luka lecet dengan warna merah yang lebih gelap.

"Sakit gilaaa, lepasin gueee!"

Tentu saja tidak ada yang menggubris permintaan gadis lugu itu. Jeritan demi jeritan terus keluar dari mulutnya yang mungil tiap kali tubuhnya yang mulus dilukai oleh sabuk dan rotan.

"Ssshhh... udah please stop, kalian mau minta apa aja gue kasih deh! Gue gak bakal lapor siapa-siapa asal kalian lepasin gue tolonggg.." ujar Harumi sambil menahan sakit yang mendera tubuhnya. Caci maki yang tadinya ia lontarkan mulai berubah menjadi tawaran halus yang terkesan mengiba, walaupun tetap saja sia-sia. Tidak mungkin kami melepaskan bidadari ini begitu saja, sebelum kami menikmati tiap jengkal tubuhnya yang sempurna, sebelum kami menggagahi setiap lubang yang bisa kami manfaatkan.

Cewek-cewek itu juga semakin bernafsu mencambuki tubuh Harumi tanpa mau gantian dengan kami para cowok. Merupakan suatu kebahagiaan bagi mereka untuk menghancurkan tubuh yang konon katanya paling indah di kampus kami. Namun tubuh molek itu kini tampak sangat mengenaskan, kulitnya yang putih mulus dihiasi oleh garis-garis merah dan lecet-lecet, beberapa luka bahkan hingga meneteskan darah. Sebelum tubuh itu semakin tak karuan, aku segera menghentikan mereka.

"Udah woy, kalo sampe terlalu rusak entar gue gak nafsu pakenya ah."

"Ah ga seru lo Dim," ujar Rina. Sementara itu mata Harumi yang berkaca-kaca menatapku dalam-dalam, seolah ingin berterimakasih. Namun ia tidak tahu bahwa itu hanyalah permulaan dari pesta kami para cowok. Kubalas tatapan itu dengan tatapan penuh nafsu, tatapan yang seakan memperkosanya dari jauh. Tanpa basa-basi, Deni yang sudah booking untuk giliran pertama segera melepaskan pakaiannya, lalu mendekati Harumi yang masih terikat di pohon sambil menangis tersedu-sedu. Mulutnya mendekat ke bibir Harumi yang sensual, lalu Deni mulai menciumi bidadari itu dengan paksa, sementara tangannya meremas-remas payudara Harumi.

"Jangan please Den, gue masih perawan Den. Gue bisa nggak dianggep anak kalo gini ceritanya, please.." tutur Harumi dengan lemah.

"Sekali lagi lo berisik, peniti ini gue pindahin ke meki lo ya!" bentak Deni sambil mencabut peniti yang tadi digunakan untuk menancapkan kertas ke puting susu Harumi. Gadisi itu hanya menggeleng pasrah sementara Deni kembali melumat bibirnya, kemudian tangannya mulai mengusap-usap kemaluan Harumi yang baru saja digunduli itu. Tidak lama kemudian, dapat kulihat jari-jarinya mulai bermain di dalam liang vagina Harumi. Gadis itu mulai mendesah tak karuan, kuyakin ini pertama kalinya ia dirangsang seperti itu. Aku yakin pacarnya yang kuliah di luar negeri tidak pernah sampai sejauh ini, ia kelihatannya seperti anak baik-baik. Kasihan sekali cowok polos itu ketika tahu pacarnya yang cantik ini akan kehilangan keperawanannya dengan cara yang menyedihkan. Bodo amat, pasti cowok itu tidak dapat memberikan kenikmatan yang dapat kami berikan.

Permainan jari Deni di dalam liang vagina Harumi semakin liar. Jari-jari Deni mengobok-obok lubang yang kuyakin masih sangat sempit itu. Ekspresi wajah Harumi sungguh luar biasa, antara menahan gairah dan menahan malu karena ditontoni oleh teman-teman kampusnya. Harga dirinya pasti sudah benar-benar hancur pada saat itu, terlihat dari matanya yang terus mengucurkan air mata walaupun ia sedang mengalami kenikmatan yang sebelumnya belum pernah ia rasakan.
Tiba-tiba Deni mengeluarkan jari-jarinya dari liang vagina Harumi, lalu menciumi jari-jarinya itu.

"Gila, udah basah banget dia! Baru juga bentar, dasar jablay amatir hahahaha" ledeknya. "Nih, kalo ada yang mau cium meki Jepang wanginya kayak gimana, cium tangan gue nih!"

Benar saja, Harumi mengalami orgasme pertamanya dalam hitungan beberapa menit. Maklum, namanya juga baru pertama kali. Tapi dalam hati aku ingin membuatnya sampai orgasme berkali-kali. Aku ingin membuat sampai orgasmenya terasa menyakitkan. Namun aku harus menunggu giliranku sementara Deni mulai menyodokkan batang penisnya ke dalam vagina Harumi.

"Akkkhhhh... jangannnn, pleaaaseeee!"

Deni mulai memompa penisnya dengan brutal, membuat tubuh Harumi tersentak dan terbentur-bentur ke batang pohon di belakangnya. Cewek-cewek segera mengeluarkan HPnya dan merekam adegan persenggamaan itu dari berbagai sudut. Sementara para cowok mulai memegangi penis kami dari balik celana, karena begitu menggairahkannya pemandangan di depan kami. Deni mempercepat gerakannya, hingga tiba-tiba ia mendorong pantatnya kuat-kuat agar penisnya semakin menancap di vagina Harumi dan menembus selaput dara sang bidadari kampus itu.

"Gilaaa enak banget nih merawanin lonte Jepang.. ahhhh sempit bangettt" Deni mulai merancau penuh nikmat.

"Awwwwhhhh sakittt....sialann...akh..akhh..bangsat looo...akh.." sahut Harumi di tengah desahan-desahannya yang tidak dapat ia tahan. Selain penisnya yang semakin brutal, tangan Deni juga semakin brutal meremas dan memilin-milin payudara Harumi yang membusung di hadapannya. Jari-jarinya memencet-mencet puting susu Harumi yang tadi ditancapkan peniti, hingga darah mulai keluar dari putingnya yang terluka itu. Deni juga mengelus-elus luka bekas cambukan yang menghiasi payudara dan perut Harumi, kadang-kadang ia juga mencubit luka yang masih terbuka sehinga Harumi mendesis akibat rasa perihnya.

Beberapa kali Deni berhenti sejenak berusaha untuk menahan orgasme, namun bidadari di hadapannya itu terlalu sulit untuk ditahan, hingga akhirnya Deni memompa vagina Harumi dengan kecepatan maksimum sampai ia mencapai orgasmenya. Ia menyemprotkan spermanya ke dalam vagina Harumi, walaupun gadis itu telah memohon-mohon supaya Deni tidak mengeluarkan spermanya di dalam. Tangisan Harumi kembali memecah kesunyian hutan itu ketika Deni mencabut batang penisnya dari vagina Harumi. Dengan ekspresi yang sangat kesal, Harumi meludah ke arah Deni hingga mengenai dadanya.

"Plakkk!" sebuah tamparan mendarat di pipi Harumi, hingga bibirnya berdarah. "Kurang ajar yah lo cewek jalang! Udah gue kasih kenikmatan, lo bales gue kayak begini?!" bentak Deni. Tersulut emosi, Deni memungut peniti yang tadi ia lempar ke tanah, lalu berlutut dan menjepit klitoris Harumi.

"Ahhh.. jangan, jangan, ampun gue gak maksud," pinta Harumi setelah menyadari apa yang akan dilakukan Deni. Deni tidak peduli, dengan sadis ia menancapkan peniti itu hingga menembus bagian paling sensitif itu. "Awwwwwhhhh sakitttttt!" pekik Harumi ketika peniti itu melukai klitorisnya sampai mengeluarkan darah, bercampur dengan darah keperawanan dan sperma yang keluar dari vaginanya. Senyum lebar menghiasi wajah Devi dan teman-temannya. Pasti mereka merasa amat puas karena telah memilih para berandalan sadis seperti kami untuk memberi pelajaran kepada gadis malang yang menjadi musuhnya itu.

"Minggir lo Den, sumringah amat abis nindik meki aja. Sekarang giliran gue," ujar Evan sambil menepuk pundak Deni yang masih asyik memainkan peniti yang menancap di klitoris Harumi.

"Bantuin gue lepasin iketan lontenya dong, kita puter arahnya ke belakang."

Ternyata Evan tidak bercanda waktu dia bilang kalau dia mau merasakan pantat Harumi. Kasian juga cewe ini, baru saja vaginanya diperawani, kini lubang pantatnya juga harus diterobos oleh seorang maniak seks. Untuk memastikan agar Harumi tidak kabur, kami semua memegangi tangan Harumi saat Evan melepaskan ikatannya, lalu memaksa Harumi untuk berbalik menghadap pohon, sambil tangannya memeluk batang pohon itu. Sebelum Harumi sempat berusaha untuk melepaskan diri, kami kembali mengikat tangan dan kakinya. Mengetahui apa yang akan terjadi dengan pantatnya, ia mulai menangis kembali dan mengiba untuk dilepaskan, yang tentu saja tidak kami hiraukan.

Dengan posisi seperti itu, aku dapat melihat punggungnya yang masih putih bersih, tidak seperti bagian depan tubuhnya yang sudah kami hiasi dengan luka-luka cambukan. DI bawah punggung itu terdapat dua buah bulatan daging yang tampak begitu sekal dan padat, yang terus bergoyang seirama dengan nafas pemiliknya yang tersengal-sengal. Pahanya juga tidak kalah menggugah selera dari belakang. Pokoknya gadis ini benar-benar makhluk paling sempurna yang pernah aku lihat! Sayang sekali tubuh cantik itu kini tidak memiliki masa depan secerah yang sepantasnya ia dapatkan, apalagi kalau ternyata ia hamil akibat perkosaan ini Namun masa bodoh, itu bukan urusanku, yang penting aku akan mengalami kenikmatan yang luar biasa. Sialnya aku harus mengalah sama cowok-cowok ini, karena mereka adalah kakak kelasku.

Evan mulai berlutut di belakang tubuh Harumi, sambil tangannya meremas-remas pantat Harumi yang montok. Remasannya makin lama makin brutal, bahkan hinga kuku-kukunya menancap di pantat Harumi dan meninggalkan bekas merah. Tidak hanya itu, Evan juga menjilati bongkahan daging kenyal di hadapannya itu, bahkan sekali-sekali ia menggigit dan seolah berusaha mencabik pantat Harumi, hingga gadis itu menjerit kesakitan. Mulai bosan dengan permainannya, Evan mulai menggunakan telunjuknya untuk menusuk-nusuk lubang pantat Harumi.

"Van please jangan di pantat, sakittt.."

"Oh bagus dong kalo sakit, tugas kita kan emang bikin lo sakit! Masalahnya lobang pantat lo sempit banget gila, gimana masukinnya nih, malah peret banget lagi.."

"Lo kurang pengalaman ya Van! Lo lebarin dulu lah pake apa kek," sahut Roy memberi saran.

"Nih, pake ranting-ranting aja kan banyak sekitar sini. Cari yang agak gedean," Mita memberi ide, yang langsung disambut dengan penolakan Harumi.

"Lo pada gila apa yah? Jangannn... tolong...please.. gue mohon.." gadis itu berusaha untuk mengucapkan setiap kata tolong yang ada di kepalanya. Tidak ada yang peduli dengan permintaannya, bahkan cewek-cewek mulai mencari ranting yang paling besar yang bisa mendobrak anus Harumi. Akhirnya Devi menemukan ranting mungkin lebih tepat disebut cabang, entahlah dengan diameter sekitar 4 cm, lalu menyerahkannya pada Evan.

Dengan tangan kirinya, Evan merekahkan pantat Harumi hingga lubang dengan dinding luar yang berkerut itu mulai terlihat. Kemudian ia menyodokkan ranting pohon itu ke dalam anus Harumi, disambut dengan jerit kesakitan gadis cantik itu. Jeritan yang memekakan telinga itu nampaknya membuat Evan semakin bernafsu menyodok-nyodok anus Harumi, hingga ujung ranting itu terlihat berwarna merah karena darah dari dalam anusnya. Setelah dirasanya cukup, ia mulai memposisikan batang penisnya di antara kedua belah pantat Harumi. Ia mencengkeram pinggul Harumi dengan erat untuk memantapkan posisinya itu.

"Siap-siap ya sayangg, satu..dua..tigaa!"

"Akhh..." Harumi mendesah pelan. Padahal aku berharap ia menjerit sekaras-kerasnya. Namun tampangnya ranting pohon yang berukuran lebih besar daripada penis Evan telah menghabiskan jeritannya, sehingga penis Evan menjadi perkara yang lebih mudah baginya. Namun sodokan-sodokan brutal dari penis Evan lama-lama mulai mengenai dinding anusnya yang tadi terluka akibat disodok dengan ranting kayu dengan brutal, sehingga Harumi mulai kembali menangis kesakitan.

"Udahan dong please, sakit banget Van, ampunn.."

"Lo kira lo doang yang sakit? Kontol gue juga sakit tau nerobos pantat lo yang sempit banget, kayaknya ampe lecet nih. Abisnya enak banget nyodomi cewek Jepang, gimana dong hahahaha..."

Dari pinggul Harumi, tangan Evan mulai bergerilya ke atas, menyusuri lekuk tubuh sempurna sang bidadari. Tangan Evan berhenti di payudara Harumi, lalu ia mulai meremas-remasnya dari belakang. Sementara itu, bibir Evan menciumi leher Harumi yang jenjang, sambil sesekali menggigitnya hingga meninggalkan bekas-bekas letupan asmara.

"Plop..plop..plop.." terdengar bunyi pinggang Evan yang menghantam pantat montok Harumi dengan irama yang semakin lama semakin cepat. Hanya bunyi tersebut yang dapat kudengar di hutan yang sunyi itu, tentunya selain desahan dan tangisan Harumi yang semakin lama semakin melemah. Pada saat Evan mencapai klimaksnya dan menyemburkan spermanya ke dalam pantat Harumi, gadis itu tidak memberikan respon apapun, bahkan tidak terdengar desahan atau rintihan dari mulutnya. Benar saja, ternyata Harumi jatuh pingsan. Namun karena ikatannya cukup kuat, ia tidak terjatuh sama sekali.

"Yah pingsan bro, gimana nih, gue belom juga pake," keluh Roy.

"Yaelah tenang aja sih, pingsan doang kok bukan mati. Mending kita lepasin dulu deh," Rina memberi ide. Kami mulai melepaskan tali-tali yang mengikat kaki dan tangan Harumi, yang ternyata meninggalkan bekas-bekas merah, membuktikan bahwa ikatan yang kami buat sangat kuat. Kami baringkan gadis yang tidak sadarkan diri itu di atas tanah.

"Bangun woy, kerjaan lo belom selesai di sini!" bentak Devi sambil menggoyang-goyangkan kepala Harumi. Masih tidak ada jawaban, Devi mulai menampar pipi Harumi, kemudian payudaranya juga ditampari. Akhirnya Harumi membuka matanya saat Devi menampar pipinya sekuat tenaga hingga bibirnya kembali berdarah.

"Awhhh sakitt! Ini di mana ya?"

"Jangan pura-pura bego deh! Buruan lanjutin kerjaan lo, udah mulai gelap nih!"

"Udah dong please, gue capek banget. Badan gue udah sakit semua. Kenapa gak lo bunuh gue aja sekalian sih.."

"Apa untungnya kita bunuh lo, blay? Kita cuma pengen liat lo menderita aja kok, simple kan? Udah buruan siapin diri lo, client berikutnya udah antri nih."

Roy tersenyum mendengar aba-aba dari Devi. "Hai cantik, udah siap kan nerima kontol gue?"

"Jangan Roy ampun, gue udah gak sanggup lagi.."

"Bukkk..!Sebuah tinju mendarat di perut Harumi yang rata. "Buruan ikutin perintah gue, lo mau gue siksa sampe mati? Kalo emang elo mau mati, bukannya kita gak bisa bunuh lo, tau gak?! Sekarang buruan nungging, gue mau perkosa lo kayak anjing, soalnya emang orang-orang macem lo itu emang anjing!"

Belum pernah aku melihat Roy marah sekeras itu, padahal biasanya ia cenderung kalem walaupun rada bejat. Harumi juga pasti merasakan hal yang sama, tanpa berkata-kata ia memposisikan tubuhnya sendiri hingga menungging. Pantat sekal itu kini semakin terlihat menggoda, menjulang tinggi ditopang oleh pahanya yang mulus. Tanpa basa-basi, Roy memposisikan penisnya persis di depan vagina Harumi, lalu menyodoknya dari belakang. Roy memaju-mundurkan pinggulnya dengan sangat cepat, tanpa peduli rintihan korbannya yang nampaknya sama sekali tidak menikmati persetubuhan itu. Tangan Roy meremas-remas pantat Harumi yang kenyal, sambil sesekali menampar bongkahan daging itu keras-keras hingga memerah.

Dari atas dapat kulihat batang penis Roy yang rupanya lebih besar dari cowok-cowok yang lain, batang hitam yang berurat itu dijepit oleh kulit yang sangat putih, sungguh pemandangan yang membangkitkan gairahku. Aku tidak dapat menahan gairah ini lagi, pikirku dalam hati. Aku pun segera melepaskan pakaianku, kemudian duduk mengangkang persis di depan kepala Harumi.

"Isep kontol gue," ujarku dengan tenang. Namun gadis itu hanya menatap mataku sebentar, lalu membenamkan wajahnya ke tanah untuk menghindari tatapanku yang penuh nafsu.

"Lo budek apa bego sih? Gue bilang isep kontol gue, goblok!" bentakku sambil menjambak rambut Harumi yang hitam bergelombang, hingga kepalanya terangkat. Harumi memperbaiki posisi tangannya supaya tubuhnya tetap stabil, lalu ia mendekatkan kepalanya ke arah selangkanganku. Dengan ragu-ragu ia mulai membuka mulutnya, kemudian melahap penisku perlahan-lahan layaknya memakan buah pisang. Namun kecepatan permainan Roy di belakang tubuh Harumi membuat gadis itu kesulitan menjaga keseimbangannya, hingga akhirnya kuperintahkan Roy untuk menarik tangan Harumi ke belakang dan memeganginya. Kini Roy tampak seperti sedang mengendarai kuda, kuda putih yang begitu seksi dan menantang.

Gila, kini aku benar-benar terangsang. Belum sempat ia mengulum penisku, baru masuk ke rongga mulutnya saja aku sudah merasakan nikmat yang luar biasa. Apalagi saat ia mulai menggunakan lidahnya untuk memainkan batang penisku, aku serasa ada di langit ketujuh. Entah kenapa pacarku tidak bisa memberikan kenikmatan yang seperti ini, padahal gadis di depanku ini kelihatannya anak baik-baik yang tidak pernah mengulum batang penis pria lain. Mungkin cewek-cewek Jepang memang terlahir dengan bakat seperti ini. Namun aku tidak ingin terlihat terlalu mudah dipuaskan.

"Lo bisa nyepong gak sih woy? Roy, pukulin pantatnya sampe dia bisa nyepong yang bener!"

"Dengan senang hati masbro," sahut Roy sambil mulai menampar pantat Harumi, kali ini lebih keras dari tamparan-tamparan sebelumnya. Jeritan Harumi tertahan karena mulutnya penuh dengan batang penisku, namun aku dapat merasakan sensasi nikmat yang luar biasa saat ia menjerit sambil mengulum penisku. Nampaknya pukulan-pukulan di pantatnya berhasil membuat Harumi berusaha untuk memuaskan gairahku lebih lagi, namun aku tidak peduli. Aku terus perintahkan Roy untuk menyakiti gadis itu agar ia kembali menjerit, jeritan yang mengalir dari tenggorokannya sampai ke batang penisku, yang memberikan rasa nikmat tak terbayangkan.

Baru beberapa menit, aku sudah tidak tahan lagi. Begitu juga dengan Roy yang segera mempercepat gerakan pinggulnya, serta nafasnya yang semakin cepat menandakan bahwa ia akan segera berejakulasi. Di saat yang bersamaan, kami menyemburkan sperma kami di vagina dan mulut Harumi. Bedanya, aku tidak ingin menghabiskan spermaku di mulutnya. Kucabut penisku dari mulut Harumi, lalu kusemburkan sisa-sisa cairan nikmat itu ke wajah Harumi yang cantik jelita. Ternyata banyak sekali sperma yang keluar dari penisku, rasanya belum pernah aku berejakulasi sebanyak itu. Wajah Harumi kelihatan penuh oleh spermaku, bahkan sampai turun mengalir ke dagunya.

"Lo harus liat muka lo, makin cantik loh pake make-up peju!" canda Mita. Ia kemudian menyodorkan HP-nya ke depan wajah Harumi dengan posisi kamera depan yang menyala, hingga Harumi dapat melihat wajahnya sendiri yang dipenuhi oleh sperma. Raut mukanya menunjukkan rasa malu yang luar biasa, apalagi saat kupaksa ia menjulurkan lidahnya dan menjilati sperma yang menempel di sekitar mulutnya.

"Dim, lo masih punya giliran satu kali lagi loh. Kasian amat lo yang laen dapet meki ama pantat, masa lo cuma kebagian mulutnya," kata Devi.

"Ahh curang enak amat masa dia dua kali sih?" sahut cowok-cowok lainnya layaknya anak kecil yang cemburuan.

"Ga usah iri lo pada, makanya jadi orang ngalah kayak gue. Har, kita masuk ke dalem aja yuk, di luar udah mulai gelap, gue mau liat badan lu dengan jelas," jawabku sambil beranjak dan menarik tangan Harumi supaya bangun dari tempatnya. Kugiring bidadari itu ke dalam pondok, kubawa ia menuju salah satu kamar di dalamnya, di mana terdapat barang-barang bawaanku. Sebelum teman-temanku mengikuti kami masuk ke kamar itu, segera kututup pintunya dan kuputar kuncinya.

"Woyy ngapain lo pake kunci pintu segala? Kita mau nonton kali!" teriak mereka sambil menggedor-gedor pintu kamar.

"Udah lah biarin aja, mungkin dia punya rencana spesial kali. Dim, asal jangan dibunuh ya!" teriak Devi dari luar. Yep, benar sekali, aku memang punya rencana spesial untuk menikmati gadis cantik ini. Kini gadis cantik itu berdiri diam di hadapanku, tangannya berusaha menutupi kemaluannya walaupun tentu saja tidak mengurangi ketelanjangannya. Matanya yang sembab memandangi mataku, seolah mengiba untuk berhenti menyiksa dirinya.

Kusuruh Harumi berbaring di atas kasur, kemudian kuikat kedua tangannya ke tiang ranjang di atas kepalanya, sementara kedua kakinya kurentangkan dan kuikat ke ujung-ujung ranjang. Harumi sama sekali tidak melawan, mungkin ia tahu kalau perlawanannya hanya akan membuatku semakin bernafsu menyiksanya. Kendati demikian, ia tetap memelas supaya aku menyudahi penderitaannya.

"Dim, gue kan anggep lo temen, dulu pas tugas UTS teori warna kan kita pernah sekelompok and gue bantuin lo banyak kan. Kok lo tega sih bales gue kayak gini.."

Aku terhenti sejenak mendengar ucapannya. Walaupun aku cuma satu semester sekelas sama dia, tapi selama itu dia sangat baik kepadaku. Kasihan juga gadis yang tidak bersalah ini. Kupandangi sosok telanjang bulat yang terikat di atas kasur itu. Wajahnya memancarkan kelelahan, namun paras cantiknya sama sekali tidak berkurang, malah dengan rambutnya yang basah berkeringat membuatnya terlihat semakin menggairahkan. Ketiaknya terpampang jelas akibat posisi tangannya yang terikat ke atas, nampak bahwa ia rajin merawat daerah tersebut sehingga tampak sangat mulus. Nafasnya yang tersengal-sengal membuat payudaranya naik turun; menurutku payudaranya agak terlalu besar dibandingkan badannya yang agak kecil. Vaginanya yang telah dicukur bersih seolah mengundang penisku untuk masuk menerobos ke dalamnya. Pemandangan itu benar-benar membuatku gila. Nafsu bejatku telah mengalahkan rasa kasihan yang sempat muncul sebelumnya.

"Oke karena lo baik sama gue, gue kasih lo pilihan deh. Pilih yang di seleting depan apa belakang?"

"Errr.. depan? Buat apa emangnya?"

Tanpa menjawab pertanyaan Harumi, kubuka seleting depan tasku, lalu kukeluarkan sebuah cambuk yang kupinjam dari temanku Adi, si masochist itu. Cambuk itu terdiri dari beberapa jalinan kulit yang ujungnya terikat ke sebuah gagang plastik. Kuayun-ayunkan cambuk itu di depan wajah Harumi.

"Jangan please, tadi udah cukup kan.." ujar Harumi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia juga berusaha untuk melepaskan ikatan tangan dan kakinya, namun ikatan yang kubuat cukup kuat sehinga usahanya sia-sia.

"Ctarrr!" cambukan pertama mendarat di perut Harumi yang rata. Aku menunggu jeritan gadis itu, namun yang kudengar hanya sebuah rintihan kecil. Bekas cambukannya pun hanya berupa garis-garis merah halus, tidak sebrutal pukulan rotan yang ia terima sebelumnya. Kali ini aku arahkan pecutanku ke selangkangannya, dengan sekuat tenaga kucambuk vagina Harumi, sambil berharap agar ia menjerit kesakitan.

"Ssshh.. sakit Dim," ucapnya pelan. Sial, cuma begitu doang responnya? Mungkin cambuk kulit ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ikat pinggang berujung logam dan batang rotan yang terlebih dulu meninggalkan luka-luka di tubuhnya yang putih mulus. Dengan emosi kucambuki selangkangannya berkali-kali dengan tempo yang sangat cepat. Tubuhnya hanya menggelinjang tanpa disertai jeritan kesakitannya. Aku mulai bosan, aku ingin membuat gadis cantik di hadapanku ini benar-benar menderita.

Kukeluarkan satu lagi alat yang kupinjam dari Adi, yaitu sebuah alat berbentuk mirip bor listrik, namun ujungnya berupa penis karet dengan diameter sekitar 4 cm dan panjang kurang lebih 20 cm. Di badan bor itu terdapat dua pemutar: yang satu dapat mengatur kecepatan maju-mundurnya penis karet tersebut, sementara yang satu lagi dapat mengatur kecepatan rotasinya.

Kunyalakan bor tersebut dengan kecepatan rendah, lalu kusentuhkan ujung penis karetnya ke puting susu Harumi. Tubuhnya menggelinjang hingga punggungnya terangkat, disertai dengan desahan sensual yang keluar dari mulutnya. Kuarahkan alat tersebut ke klitorisnya, kali ini desahannya semakin hebat, ia benar-benar tidak mampu lagi menutupi rasa nikmatnya.

Saat aku bersiap mendobrak kemaluannya dengan alat tersebut, ia berteriak, "Jangan dimasukin Dim, itu gede banget gue gaksanggup!" Masa bodoh, aku ingin mendengar jeritan kesakitannya. Sebelumnya, kulepaskan ikatan di kaki Harumi dari tiang ranjang, lalu aku posisikan kedua kakinya hingga mengangkang, kemudian kuikat kembali supaya tidak bergerak. Kumasukkan alat itu dengan paksa ke vagina Harumi yang masih sangat sempit, vagina yang masih perawan beberapa jam yang lalu.

"Aaaaaakh..ahhh. ouh..ouh.." pada awalnya ia melolong kesakitan, namun lama kelamaan jeritan itu berubah menjadi desahan nikmat, persis seperti desahan pacarku ketika aku merangsang kemaluannya. Setengah dari penis karet itu telah menembus vagina Harumi, kugerakkan alat itu maju mundur walaupun penis karet tersebut dapat maju-mundur dan berputar dengan sendirinya.

"Enak, Har?"

"Ouhhh.. iya enak Dim. Tapi jangan dalem-dalem dong.."

Sial, dia malah keenakkan. Padalah tujuanku di sini untuk menyiksanya, membuatnya merasa kesakitan setengah mati. Kuatur kecepatan dan rotasi penis karet itu dari kecepatan rendah ke kecepatan maksimal, lalu kudorong hingga penis karet itu masuk seluruhnya, mungkin sampai menghantam dinding rahimnya.

"Aaaaaaaakkhhh sakitttt stop Dim, stoppp!"

Aha! Jeritan itu yang ingin kudengar dari mulutnya. Rasa nikmatnya kini telah digantikan dengan rasa sakit yang luar biasa. Saat gelagatnya menunjukkan kalau ia akan segera orgasme, kucabut alat tersebut dari vaginanya. Tidak beberapa lama kemudian, cairan kewanitaannya menyembur keluar sampai muncrat dari vaginanya. Baru kali ini kulihat cewek yang mengalami orgasme sedemikian hebatnya.

"Gila dasar jablay lo, saking enaknya sampe squirting gitu?"

"Gak berarti enak juga. Sakit Dim, ngilu banget rasanya. Udah dong please, gue gak tahan.."

"Lho kan baru permulaan, Har," ujarku santai, sambil kembali memasukkan alat itu ke vagina Harumi. Saking kerasnya getaran alat itu, aku dapat mendengar bunyi penis karet yang beradu dengan dinding vaginanya, diiringi dengan jeritan-jeritan yang terus keluar dari mulutnya. Masih belum puas, aku masukkan juga gagang cambuk plastik tadi ke dalam vaginanya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku tetap memegangi bor. Awalnya aku kesulitan karena vagina Harumi telah dipenuhi penis karet yang berdiameter cukup besar itu, namun dengan paksa kurenggangkan bagian atas vaginanya dengan jari tanganku supaya gagang cambuk itu bisa masuk. Dengan paksa kulesakkan gagang cambuk itu, sampai ke titik di mana benda itu tidak dapat masuk lebih dalam lagi. Kini tangan kananku memegangi bor dengan ujung penis karet yang bergetar dan berputar kencang di dalam vagina Harumi, sementara tangan kiriku mengobok-obok liang yang sama dengan gagang cambuk. Jeritan dan tangisan Harumi semakin menjadi-jadi. Walaupun aku tahu siksaan yang kuberikan dapat menghancurkan vagina gadis itu, namun pikiran iblisku mencegah aku untuk berhenti.

Tiba-tiba jeritan Harumi melemah dan akhirnya berhenti, tubuhnya yang dari tadi meronta-ronta tiba-tiba kaku dan kepalanya tergolek. Ternyata Harumi pingsan untuk kedua kalinya hari ini. Kukeluarkan kedua alat tersebut dari kemaluannya, keduanya dilumuri bercak-bercak darah dari dinding vaginanya yang terluka, bercampur dengan cairan kewanitaannya. Untung vaginanya tidak sampai sobek, walaupun bentuknya kini tidak karuan. Tadinya aku berniat untuk memperkosa vagina tersebut, namun melihat bentuknya yang menyedihkan, pikirku lebih baik aku masuk dari belakang.

Kulepaskan ikatan-ikatannya, kemudian kuposisikan tubuh Harumi yang masih belum sadar itu hingga menungging. Setelah itu kuarahkan penisku ke lubang pantatnya. Dengan sekali sentak penisku mendobrak lubang anus yang sialnya sudah tidak perawan lagi, namun tetap masih amat sempit. Kini ujung batang penisku tertanam di anus Harumi, sementara sisanya dijepit oleh dua bulatan pantat Harumi yang montok, memberikan rasa nikmat yang luar biasa. Lubang pantatnya seolah tidak dapat melebar lagi walaupun telah beberapa menit aku tembus, otot-otot anusnya seolah memijit batang penisku. Sambil tangan kiriku memegangi pinggul Harumi yang pingsan itu supaya tidak terjatuh, tangan kananku meremas-remas bongkahan pantatnya yang kenyal dan halus seperti mochi.

Ketika pantatnya mulai membosankan, tangan kananku berpindah untuk memainkan payudaranya yang sama montoknya dari belakang. Gadis ini benar-benar sempurna, pikirku; setiap jengkal tubuh cewek Jepang-Chinese ini dapat memberikan kenikmatan yang luar biasa. Saat aku merasa akan segera orgasme, kucabut batang penisku dari anusnya, lalu kubalikkan tubuh Harumi hingga kembali telentang. Aku duduk di atas perutnya yang rata, lalu kuposisikan penisku tepat di antara payudaranya. Tanganku menggunakan kedua gunung kembar itu untuk menggosok-gosok penisku. Kulit Harumi yang halus memberikan ransangan yang luar biasa, sehingga aku tidak tahan lagi, kuangkat kepala Harumi dan kusemburkan spermaku ke arah wajahnya. Dengan rasa puas kupandangi wajah cantik yang belepotan sperma itu, sambil kupakai kembali pakaianku dan beranjak meninggalkan kamar tersebut.

"Woy lagi ngapain lu pada?" tanyaku kepada teman-temanku yang sedang berkumpul di ruang tamu sambil menonton sebuah video di HP.

"Gila ini film bokep paling gokil yang pernah gue tonton, barusan direkam live nih, adegan pemerkosaan cewek Jepang di hutan!" ujar Roy. Ternyata mereka mengocok penisnya masing-masing sambil menonton video pemerkosaan Harumi yang tadi direkam oleh cewek-cewek. Sperma yang keluar mereka kumpulkan ke dalam sebuah gelas, hingga gelas itu penuh oleh cairan putih kental yang menjijikan.

"Udahan lo Dim nyiksanya? Gila lo apain aja tuh cewek sampe teriaknya kenceng banget?"

"Sesuai perintah lo, Dev, gue siksa dia sampe setengah mati. Sekarang anaknya pingsan tuh."

Cowok-cowok itu berhamburan menuju kamar untuk melihat keadaan Harumi yang mengenaskan. Sementara Mita mengambil seember air dari kamar mandi, lalu membawanya ke kamar. Kemudian ia menumpahkan isi ember itu ke wajah Harumi hingga gadis itu tersentak kaget.

"Kasian lo diapain aja sampe pingsan gitu?" tanya Devi, dengan nada yang cenderung mengejek daripada kasihan.

"Nih, minum dulu biar tenaga lo balik," ujar Evan sambil menyodorkan gelas yang berisi sperma tadi. Setelah melihat isinya, Harumi menggelengkan kepalanya dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tentu saja kami tidak menerima penolakkan apapun dari Harumi. Evan memencet hidung Harumi sampai gadis itu kehabisan napas, sehingga ia terpaksa membuka mulutnya untuk menghirup napas. Di saat itulah Evan menuangkan isi gelas itu ke dalam mulut Harumi, lalu memaksa Harumi untuk menelan cairan peju itu sampai habis. Gadis itu terbatuk-batuk setelah menelan segelas cairan yang menjijikkan tersebut, disambut dengan gelak tawa para penontonnya, terutama para cewek yang berhasil menjatuhkan harga diri sang bidadari kampus sampai ke titik terendah.

"Udah yang laen pada keluar gih, gue sama Roy mau pake dia lagi, kalau perlu sampe pingsan lagi ya bro?" ujar Deni. Gadis itu rasanya telah menghabiskan spermaku sampai aku tidak ingin lagi memperkosanya. Aku meninggalkan kamar itu, sementara dari belakang dapat kudengar Harumi kembali berteriak lantang,

"Aaaaaaaa jangan Den ampunnnn sakitttttt!"

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam


Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger