Home » » Terjebak Hutang Budi 2

Terjebak Hutang Budi 2


Bandar Taruhan - Hari ini akhirnya aku masuk kerja lagi. Setelah peristiwa itu, aku memang ijin tidak masuk kerja selama 3 hari. Aku beralasan sakit, karena memang benar-benar sakit, baik fisik maupun hatiku, juga kehormatanku. Bahkan sebenarnya saat ini aku juga masih merasakan sakit di bagian vital tubuhku, tapi paling tidak aku sudah tidak tertatih-tatih lagi kalau berjalan.

Aku sebenarnya masih takut masuk kerja, aku tak bisa membayangkan bagaimana kalau bertemu dengan pak Jamal. Entah seperti apa nanti ekspresi wajahnya saat melihatku. Aku takut dia meminta untuk mengulangi perbuatan itu lagi. Aku tidak ingin sampai itu terulang lagi, meskipun kemungkinannya kecil. Aku tahu, dengan memiliki video persetubuhan kami pak Jamal pasti akan mengancamku untuk menuruti kemauannya lagi. Eh tunggu, bukan persetubuhan kami, tapi pemerkosaan yang dia lakukan kepadaku. Aku tak rela menyebutnya persetubuhan, karena aku sama sekali tak menginginkannya.

Harus kuakui, malam itu tubuhku menghianatiku. Tubuhku bereaksi dengan setiap sentuhan dari pak Jamal. Tapi aku sangat yakin, itu semua karena dia memberiku sesuatu, entah apa aku tak tahu. Dan harus kuakui juga kalau aku sempat menikmatinya, tapi ketika semua itu berakhir, hanya penyesalan dan rasa sakit hati yang kurasakan.

Satu hal yang paling kutakutkan dari perbuatan kami malam itu adalah kalau aku sampai hamil. Malam itu berkali-kali pak Jamal menumpahkan spermanya di dalam rahimku. Malam itu memang aku sedang tidak berada dalam masa suburku, tapi siapa tahu saja dengan begitu banyaknya sperma pak Jamal yang masuk ke rahimku, bisa saja membuahiku. Aku benar-benar tak rela jika harus hamil karena perbuatannya, meskipun kalau sampai benar-benar hamil aku tak tahu apa yang akan kulakukan.

Karena hal itulah, kemarin tanpa sepengetahuan suamiku, aku pergi ke seorang dokter kandungan yang tak lain adalah temanku semasa sekolah dulu. Awalnya dia kaget karena aku bertanya tentang KB, karena aku dan mas Krisna sendiri belum memiliki anak. Apalagi dia sempat curiga kepadaku karena aku datang sendirian, tidak didampingi mas Krisna. Tapi aku beralasan kalau kami sepakat untuk menunda dulu punya momongan karena mas Krisna sedang fokus mengejar karirnya, dan semua itu sudah atas persetujuan mas Krisna. Untungnya dia percaya, dan tidak bertanya macam-macam lagi.

Temanku itu menyarankan agar aku meminum pil KB saja saat akan berhubungan badan, tidak perlu memasang spiral atau semacamnya karena takutnya akan mempengaruhi kesuburanku sendiri. Aku sendiri setuju dengan saran itu, karena kalau disarankan untuk menggunakan kondom, jelas tidak akan ada gunanya. Pak Jamal mana mau menggunakannya.

Dan akhirnya, hari ini aku berangkat kerja diantar oleh suamiku. Dia sebenarnya bertanya apakah aku sudah yakin untuk masuk kerja, tapi aku bilang aku tak enak jika terlalu lama tak masuk kerja. Aku takut teman-teman kantorku akan curiga, apalagi kata pak Jamal, selain aku ada juga orang lain yang mengalami hal serupa dengan apa yang aku alami, yang entah siapa orangnya aku juga belum tahu, pak Jamal tak memberitahuku.

Sampai di kantor, aku disambut oleh teman-temanku. Mereka berbasa-basi menanyakan aku kemarin sakit apa, dan apakah sekarang sudah sembuh benar. Aku jawab sesuai dengan apa yang sudah aku persiapkan dari rumah. Aku yang semula takut akan bertemu lagi dengan pak Jamal, hari itu bisa bernafas lega karena ternyata pak Jamal tidak masuk, karena sedang dinas di luar kota sejak kemarin. Yah, paling tidak aku tidak akan bertemu dengannya sampai minggu depan.

Hari ini kulalui dengan biasa-biasa saja. Pekerjaan yang tertunda karena aku tak masuk juga sudah beres, karena kemarin sempat dikerjakan oleh temanku. Selama di kantor ini, beberapa kali aku memperhatikan temanku yang perempuan, menerka-nerka siapa sebenarnya yang dimaksud oleh pak Jamal, yang juga berhasil dia perdaya untuk menyerahkan tubuhnya. Tapi tentu saja aku tidak bisa mengetahuinya. Bertanya pada mereka? Itu adalah sebuah hal konyol yang tak akan aku lakukan, karena malah bisa membuat mereka tahu apa yang terjadi padaku, dan betapa malunya aku kalau sampai teman-temanku tahu.

Sore ini kembali mas Krisna menjemputku. Sepanjang perjalanan aku cerita kalau hari ini aku merasa lega tak harus ketemu dengan pak Jamal. Suamiku juga terlihat senang akan hal itu. Sesampainya di rumah, kami beraktivitas seperti biasa. Aku menyiapkan makan malam untuk suamiku. Aku senang karena dia selalu lahap memakan masakanku. Sebuah kebahagiaan tersendiri melihat suami menyukai apa yang kita masak. Meskipun begitu, di dalam hati aku menjerit, mengutuk diriku yang tak bisa menjaga diri dan kehormatanku sebagai istri mas Krisna.

Aku tahu suamiku tak pernah menyalahkanku dalam hal ini, tapi tetap saja perasaan bersalah ini tak bisa dihilangkan begitu saja. Aku kembali teringat dengan ucapan suamiku tempo hari, yang mengatakan untuk memberi pelajaran kepada pak Jamal. Aku belum tahu apa yang akan dilakukan oleh suamiku, tapi takut suamiku akan berbuat nekat dan malah membahayakan dirinya sendiri.

“Hmm, abi..”

“Iya umi, ada apa?”

“Itu, soal kata-kata abi kemarin, yang katanya mau balas dendan ke pak Jamal.”

“Oh itu, iya kenapa umi?”

“Emang abi mau ngapain? Apa yang akan abi lakukan? Jujur, umi takut.”

“Takut apa umi?”

“Umi takut kalau abi berbuat yang tidak-tidak. Umi takut kalau abi malah nanti yang kenapa-napa.”

“Lho kok umi ngomong gitu?”

“Iya bi. Soalnya, pak Jamal itu kan punya anak buah preman. Abi taulah, preman itu kayak gimana. Umi takut aja kalau nanti abi kenapa-napa.”

“Hmm, umi tenang aja. Abi memang marah dengan pria biadab itu, tapi abi juga nggak akan ambil langkah konyol.”

“Syukurlah kalau gitu. Tapi kalau umi boleh tau, apa yang akan abi lakukan?”

“Terus terang umi, sampai sekarang abi masih terus mikirn. Abi belum tau mau ngapain. Abi sempat kepikiran mau minta tolong sama orang buat ngasih pelajaran ke si Jamal itu. Tapi setelah abi pikir lagi, minta tolong sama orang, artinya abi harus ceritain semuanya ke orang itu. Abi masih ragu, abi nggak mau sampai aib kita ini diketahui oleh orang lain.”

Iya juga ya, benar apa yang dikatakan mas Krisna. Meminta bantuan pada orang lain, tentunya akan lebih mudah bagi mas krisna untuk membalas dendam. Tapi itu juga berarti harus menceritakan aib yang kualami. Aku belum siap kalau ada orang lain yang tahu tentang apa yang kualami ini. Mas Krisna sendiri pasti juga tidak mau aib ini sampai diketahui oleh orang lain. Tapi kalau memang tidak begitu, apa mungkin mas Krisna mau melakukannya sendirian? Jelas tidak mungkin. Mas Krisna hanyalah pria biasa, seperti kebanyakan pria lain. Melakukan hal yang nekat sendirian melawan pak Jamal yang punya anak buah preman, hanya akan berakhir konyol untuknya.

“Abi..”

“Iya mi?”

“Apapun yang mau abi lakuin, umi mohon jangan nekat sendirian. Umi bener-bener takut kalau abi kenapa-napa.”

Mas Krisna tersenyum lembut padaku, dia membelai rambutku dengan lembut.

“Umi tenang aja, abi tau kok. Meskipun abi nggak terima dengan semua ini, tapi abi tau harus cari cara yang pas buat menghadapi si Jamal itu. Abi juga nggak mau mati konyol.”

Aku memeluk tubuh suamiku dengan erat, mendapat balasan serupa darinya.

“Umi..”

“Iya bi?”

“Kalau misalnya, abi terpaksa harus minta tolong sama orang, dan harus menceritakan semua ini, apa umi keberatan?”

Aku tak langsung menjawab. Kulepaskan pelukanku dari tubuh mas Krisna.

“Hmm, sebenarnya umi nggak mau bi, umi nggak siap. Tapi, kalau boleh tau, abi mau minta tolong siapa?”

“Abi juga belum tau mi, tapi yang pasti bukan ke sembarang orang, karena ini menyangkut kehormatan umi. Paling tidak, orang itu adalah orang yang udah kita kenal baik, dan nggak akan memanfaatkan balik situasi ini.”

“Kalau memang begitu, umi setuju asalkan abi bisa dapet orang yang seperti itu.”

Mas Krisna kembali merengkuh tubuhku. Sepertinya memang harus begitu. Harus minta tolong pada orang yang benar-benar sudah kami kenal baik, yang bisa kami pastikan tidak akan memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan. Tapi siapa orangnya? Aku sama sekali tak punya gambaran. Mungkin mas Krisna punya, tapi entahlah dia belum memberitahukannya. Aku hanya berharap, entah apapun yang akan dilakukan mas Krisna, semua ini akan berakhir baik untuk kami.

Tak terasa beberapa hari ini terlewati dengan lancar. Tidak adanya pak Jamal di kantor membuatku bisa bersikap normal tanpa dibuat-buat di depan teman-temanku. Rasa sakit yang kurasakan di bagian intimku juga sudah hilang. Tapi meski begitu, mas Krisna belum menyentuhku. Katanya, dia takut aku masih trauma atau sakit, jadi membiarkanku dulu sampai benar-benar pulih. Aku sendiri juga tidak tahu, apakah sudah bisa melayani suamiku seperti sebelumnya atau belum, karena memang kadang aku masih terbayang kejadian malam itu.

Sampai akhirnya hari senin pak Jamal sudah masuk lagi di kantor. Aku sempat gugup bertemu dengannya, bingung bagaimana harus bersikap. Tapi ekspresi pak Jamal biasa-biasa saja. Dia malah membawakan oleh-oleh yang lumayan banyak untuk kami semua di kantor. Sikapnya kulihat juga tak ada yang berubah, masih seperti pak Jamal yang biasanya. Aku juga sempat memperhatikan teman-teman kantorku yang perempuan saat mereka berinteraksi dengan pak Jamal, tapi semua bersikap biasa-biasa saja. Aku jadi bertanya-tanya, benarkah ada wanita lain di kantor ini yang sudah dijebak oleh pak Jamal? Atau itu hanya karangan pak Jamal saja? Atau justru mereka yang sudah dijebak oleh pak Jamal juga sedang berpura-pura biasa didepannya? Entahlah, aku benar-benar tak tahu.

Selama beberapa hari sejak pak Jamal masuk lagi, tidak ada hal apapun yang terjadi. Pak Jamal benar-benar bersikap biasa. Bahkan tak sekalipun dia mencoba untuk mengisengiku. Semua yang kami lakukan di kantor adalah murni urusan pekerjaan. Sempat aku dipanggil ke ruangannya, aku pikir dia akan berbuat tidak senonoh padaku, tapi ternyata tidak. Benar-benar hanya urusan pekerjaan.

Melihat itu semua aku jadi lega, sekaligus jijik. Lega karena pak Jamal tidak melecehkanku sama sekali ketika di kantor. Dan jijik dengan sikap pura-puranya itu. Dia bersikap layaknya seorang pemimpin yang baik dan bijaksana, tapi di balik itu dia adalah seorang bajingan yang sudah tega melecehkan anak buahnya sendiri.

Tapi meskipun begitu, aku harus selalu waspada. Setiap hari obat KB yang diberikan oleh temanku tempo hari selalu kubawa di tasku, berjaga-jaga kalau seandainya pak Jamal ingin melakukan sesuatu padaku. Kemarin waktu aku dipanggil ke ruangannya saja, sempat kuminum dulu pil itu, meskipun akhirnya tidak terjadi apa-apa.

Sampai suatu hari, sore hari sebelum kami pulang, pak Jamal tiba-tiba keluar ruangan dan mendatangi mejaku. Kebetulan saat itu hanya tinggal aku dan temanku yang bernama Sarah yang masih ada disitu, sedangkan teman-temanku yang lain sudah berada di luar kantor, bersiap untuk pulang. Pak Jamal membawa setumpuk berkas, kemudian meletakkannya di meja Sarah, yang berada di samping mejaku.

“Sar, dokumen-dokumen ini tolong besok kami selesain ya? Besok aku dan Arum nggak masuk, kami ada urusan di luar.”

Aku kaget mendengar ucapan pak Jamal karena sebelumnya dia tidak ngomong apapun soal hal ini. Sarahpun juga terlihat terkejut, lalu melihat ke arahku dengan tatapan bertanya-tanya.

“Rum, besok aku jemput di rumahmu jam 8. Tetep pake seragam dinas ya?”

Tanpa menunggu jawabanku, pak Jamal langsung pergi meninggalkan kami berdua. Aku masih bingung, dan terlihat Sarah juga bingung melihatku.

“Emang besok mau kemana Rum?” tanya Sarah setelah pak Jamal keluar dari ruangan ini.

“Hmm, aku juga nggak tau Sar, pak Jamal nggak bilang apa-apa tadi.”

Dia sempat diam sejenak, tapi kemudian dia tersenyum.

“Kamu kena juga sama dia?” tanyanya, membuatku sangat kaget.

“Eh, maksudmu Sar?”

“2 minggu lalu, waktu kamu keluar kota sama pak Jamal, terjadi sesuatu kan?”

Aku diam tak menjawab. Kenapa Sarah bisa menebak kearah itu? Atau jangan-jangan, Sarah juga...

“Kalau iya, berarti nasib kita sama,” ucapnya perlahan, lalu menatap layar handphonenya.

“Maksudmu Sar?” tanyaku, mencoba memastikan.

“Jawab dulu pertanyaanku, apa benar terjadi sesuatu waktu kamu pergi sama dia?”

“Hmm,,, iya...” jawabku ragu-ragu.

Kulihat Sarah kemudian tersenyum, lalu meletakkan handphonenya dan melihat lagi ke arahku.

“Aku juga. Kamu inget aku pernah nggak masuk selama 2 hari? Itu gara-gara aku mengalami hal yang sama seperti kamu.”

“Maksudmu, kamu juga di...”

“Iya, aku diperkosa sama dia.”

Betapa terkejutnya aku mendengar pengakuan dari Sarah. Kemudian dengan gamblang dia menceritakan bagaimana pak Jamal memperkosanya. Rupanya caranya hampir sama dengan yang aku alami, dengan memanfaatkan preman-preman suruhan pak Jamal. Tapi situasinya berbeda, tidak seperti aku yang sampai diajak keluar kota. Sarah diperkosa di rumahnya sendiri, itu karena dia memang tinggal sendiri karena suaminya bekerja dan tinggal di kota lain, dan hanya pulang seminggu sekali tiap weekend.

“Setelah hari itu, sudah berkali-kali aku terpaksa melayani nafsunya. Aku nggak punya pilihan lain. Dia punya rekaman persetubuhan kami, yang akan dia sebar kalau aku tidak menurutinya.”

“Apa kamu nggak bilang sama suamimu Sar?”

“Gila apa? Kalau aku bilang, malah yang ada aku dicerai sama suamiku. Enggaklah Rum, aku nggak berani bilang. Jangan-jangan, kamu bilang sama suamimu ya?”

Aku mengangguk.

“Iya, aku terpaksa bilang, karena sehabis aku diperkosa itu, suamiku bisa melihatku kesakitan. Dia maksa buat cerita, mau nggak mau aku ceritain sama dia.”

“Terus, apa reaksi suamimu?”

“Ya jelas dia marah. Dia bilang malah mau balas dendam.”

“Oh ya? Mau ngapain dia?”

“Aku juga nggak tau, dia sendiri masih bingung.”

“Hati-hati lho Rum, kamu tau kan pak Jamal punya anak buah preman?”

“Iya, itu juga yang aku bilang ke suamiku, makanya sampai sekarang dia juga masih bingung. Eh, tapi jangan bilang ini ke siapa-siapa ya Sar, termasuk pak Jamal sendiri.”

“Iya tenang aja. Kalaupun suami kamu berhasil balas dendam, aku juga malah senang, kalau bisa lepas dari pak Jamal. Yang penting, hati-hati aja.”

“Iya Sar, makasih. Hmm, oh iya, selain kamu, dan aku, kamu tau nggak siapa lagi yang bernasib seperti kita? Pak Jamal pernah bilang ada beberapa orang kantor yang udah dia jebak.”

“Aku juga nggak tau Rum. Malah dia nggak pernah cerita apa-apa sama aku. Ini aja aku kaget karena ternyata kamu kena juga sama dia.”

Kami berdua kemudian terdiam. Ternyata benar, selain aku ada orang lain lagi yang masuk dalam perangkap pak Jamal, dan itu adalah Sarah. Sarah ini seumuran denganku. Dia belum lama menikah, dan belum punya anak juga. Berarti belum lama juga dia masuk dalam perangkap pak Jamal. Sarah ini orangnya cantik, penampilannya lebih modis jika dibandingkan denganku. Dia termasuk salah satu primadona di kantor ini, meskipun kata orang, aku lebih cantik darinya. Hanya saja, tubuh Sarah memang terlihat lebih seksi jika dibandingkan denganku, pantas saja pak Jamal mengincarnya.

Lamunanku terhenti saat ada panggilan masuk di handphoneku, ternyata suamiku menelpon dan bilang kalau dia sudah ada di depan kantor menjemputku. Kebetulan Sarah hari ini tidak membawa kendaraan, karena itu sekalian ku ajak pulang. Kami memang pernah beberapa kali pulang bareng, biasanya aku memboncengnya kalau aku bawa motor.

Sampai di rumah, aku tak menceritakan yang tadi kepada mas Krisna. Sebenarnya aku sudah berniat untuk cerita, tapi setelah kulihat mas Krisna langsung sibuk dengan pekerjaannya, terpaksa kuurungkan, aku tak mau menambah beban pikirannya. Aku sendiri masih bingung membayangkan, apa yang akan terjadi besok.

Keesokan harinya, seperti biasa aku bangun lebih dulu dari mas Krisna. Setelah mandi aku siapkan sarapan untuknya, baru dia kubangunkan. Dia masih terlihat mengantuk karena semalam lembur sampai larut. Setelah dia selesai mandi dan berganti pakaian, kami sarapan bersama.

“Umi, hari ini abi harus berangkat pagi, ada meeting soalnya. Umi bisa berangkat sendiri?”

“Oh iya bi, nggak papa, nanti umi pake motor aja.”

“Maaf ya umi. Nanti juga kayaknya abi bakal telat pulangnya.”

“Iya bi nggak papa. Emang meeting apa sih bi?”

“Hari ini ada audit mi. Pagi ini kami nyiapin dulu, nah nanti siang baru mulai audit. Yah umi taulah kalau audit kan biasanya sampai malem gitu.”

“Ooh iya. Kayak bulan-bulan kemarin ya bi?”

“Iya mi.”

Memang setiap 2 bulan sekali, di kantor suamiku diadakan audit. Waktunya tidak menentu, karena itulah kadang membuat suamiku tiba-tiba harus lembur menyiapkannya. Dan di hari audit, biasanya memang cukup lama sehingga suamiku akan pulang malam. Bahkan pernah sekali, jam 12 malam mas Krisna baru sampai rumah.

Tapi aku bersyukur karena tak perlu lagi mencari alasan untuk berangkat sendiri. Aku nggak tahu harus beralasan apa, tidak mungkin aku bilang kalau pak Jamal akan menjemputku, bisa-bisa buyar konsentrasi mas Krisna di pekerjaanna nanti.

Setelah sarapan, tak menunggu lama mas Krisna langsung berangkat. Aku membereskan sisa-sisa sarapan kami, kemudian aku berganti pakaian. Seperti pesan pak Jamal kemarin, aku tetap memakai pakaian dinas, meskipun hari ini tidak akan masuk kantor. Entah akan dibawa kemana aku oleh pak Jamal, tapi yang aku tahu aku tak bisa menolaknya. Setelah berpakaian dan berdandan seadanya, tak lupa kuminum pil KB yang aku punya, untuk berjaga-jaga.

Sekitar jam 8 lewat kudengar suara mobil berhenti di depan rumahku. Kuintip dari jendela, itu mobil pak Jamal. Dengan dada berdegup kencang aku keluar dari rumah, mengunci pintu lalu menghampiri mobil itu. Langsung saja aku masuk ke mobil, duduk di samping pak Jamal.

“Udah siap?” tanyanya.

“Kita mau kemana pak? Dan mau ngapain?”

“Kita ke rumahku. Kalau tentang mau ngapain, kamu udah tau kan jawabannya?”

“Pak, saya mohon pak, jangan kayak gini. Saya nggak mau menghianati suami saya lebih jauh lagi. Apa yang kemarin bapak lakuin ke saya itu nggak cukup?”

“Haha, Arum Arum. Mana pernah cukup menikmati tubuh indahmu itu? Lagian, sepertinya kamu nggak nolak kan? Buktinya, kamu nggak berangkat ke kantor, dan tetep pake seragam dinas seperti kataku kemarin? Padahal kamu pasti sudah tau, apa yang aku mau dari kamu. Atau jangan-jangan, kamunya juga mau? Kamu kangen ya sama kontolku? Haha.”

“Bukan gitu! Memang saya punya pilihan buat nolak?!” ucapku agak kencang. Aku tak terima dengan kata-katanya.

“Haha, berarti kamu pintar. Kamu tau nggak punya pilihan lain. Ya sudah, kita berangkat saja. Aku udah kangen sama memek kamu.”

Sialan! Pria ini benar-benar menjijikan. Sevulgar itu dia ngomong sama aku. Memang dia sudah berhasil memperdayaiku, menikmati tubuhku. Tapi kata-kata itu sungguh terdengar tak sopan di telingaku, benar-benar melecehkan.

Tapi aku hanya bisa diam saja, tak mau menjawab apapun. Mobilpun kemudian melaju, dan akhirnya masuk ke sebuah kawasan perumahan elit di kota ini. Jujur ini pertama kalinya aku ke rumah pak Jamal, aku memang belum tahu dimana rumahnya. Pernah beberapa bulan lalu pak Jamal mengadakan acara di rumahnya, tapi aku tak bisa datang karena ada acara keluarga dengan mas Krisna di luar kota.

Mobil kemudian masuk ke halaman sebuah rumah yang letaknya berada agak di ujung. Kulihat di halaman rumah itu sudah terparkir sebuah mobil lagi, dengan plat nomer luar kota. Aku tak tahu itu mobil siapa. Apa mungkin mobil istrinya pak Jamal? Tapi kalau memang ada istrinnya, kenapa dia malah mengajakku ke rumahnya? Bukan ke tempat lain? Ataukah mungkin ini mobil orang lain? Kalau memang ada orang lain, apa maksud pak Jamal mengajakku kemari? Apa dia berniat untuk menyuruhku melayani orang lain juga? Iih, membayangkannya saja aku sudah ngeri. Semoga saja tidak. Semoga saja itu adalah mobil pak Jamal sendiri.

“Ayo sayang, turun. Kita udah ditunggu.”

Deg. Sudah ditunggu? Jadi benar ada orang lain di rumah ini? Tapi siapa? Apa maksudnya ini?

“Maksud bapak apa? Siapa yang nunggu? Apa yang pak Jamal mau sebenarnya? Jangan macam-macam pak, saya nggak mau!”

“Udahlah, kamu itu udah jadi budakku sekarang. Yang bisa kamu lakuin hanya menuruti apa yang menjadi perintahku, itu saja. Udah ayo cepet!”

Pak Jamal lalu menarik tanganku. Mau tak mau aku terpaksa mengikutinya. Aku bertanya-tanya, siapakah yang sedang menunggu kami? Dan apa yang yang akan dilakukan oleh pak Jamal kepadaku? Begitu pintu dibuka, aku terkejut melihat siapa yang sedang duduk di ruang tamu. Aku menatap tak percaya ke arah ruang tamu dan pak Jamal bergantian. Apa maksudnya ini?

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam


Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger