Home » » Terjebak Hutang Budi 6

Terjebak Hutang Budi 6


Bandar Taruhan - “Terima kasih mas Krisna, aku sayang sama kamu.”

Kata-kata itu masih terngiang di telingaku. Kata-kata yang diucapkan Sarah kepadaku saat aku memeluk tubuhnya, sebelum melangkahkan kakiku meninggalkan rumahnya. Dan gilanya, aku menjawab dengan kata-kata yang sama. Entah apa yang ada dipikiranku saat itu, tapi kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.

Sudah 3 hari berlalu sejak hubungan terlarangku dengan Sarah, kami tak lagi mengulanginya. Bahkan aku belum lagi menghubunginya, begitupun dirinya, belum lagi menghubungiku. Rasanya lebih baik begini, karena setelahnya muncul penyesalan di hatiku, telah menyeleweng dari istriku. Entah bagaimana perasaan Sarah sekarang, aku tak tahu. Hanya saja dia sempat berjanji, dia akan memberitahu aku kalau ada sesuatu yang akan terjadi dengan Arum dan Jamal.

Sedangkan Iing, dia terus mengabariku dalam 3 hari ini. Rupanya dia masih terus mengikuti Jamal. Dia sudah mengumpulkan cukup banyak informasi tentang lelaki itu. Rupanya Jamal tinggal di sebuah perumahan elit di kota ini. Istrinya tidak selalu di rumah karena memiliki usaha yang cukup maju di luar kota, sehingga lebih sering istrinya berada di luar kota. Sedangkan anak-anak mereka juga berada di luar kota, tinggal dengan mertua Jamal dan bersekolah disana. Pantas saja Jamal seperti leluasa untuk melakukan aksinya.

Sementara itu sampai sekarang Iing belum bisa mengetahui tentang siapa saja anak buah Jamal, karena selama 3 hari ini Jamal tak melakukan kontak dengan orang-orang yang mencurigakan. Kegiatan Jamal selama 3 hari ini juga hanya berkutat di rumah dan kantor saja, tidak ada yang menarik.

“Terus, kalau sampai 3 hari lagi nggak ada apa-apa, gimana Ing? Kamu kan harus kembali ke kotamu?” tanyaku saat sore ini aku menelponnya.

“Udahlah, gampang itu, kamu nggak usah pikirin, biar aku yang urus.”

“Ya tapi akunya jadi nggak enak, kamu malah entar dianggap melalaikan tugas utamamu lagi.”

“Kris, aku udah bilang, biar aku yang urus. Kamu percaya aja sama aku.”

“Ya udah kalau gitu. Tapi semoga dalam 3 hari kedepan, kita bisa segera menangkap si Jamal itu.”

“Iya, kita berharap aja.”

Aku memang menjadi agak tenang karena 3 hari ini Arum tak mendapat gangguan dari Jamal. Selama 3 hari ini dia juga terlihat lebih segar, tidak capek dan tidur lebih awal seperti beberapa hari yang lalu. Kemarin aku juga sempat mengajaknya berhubungan badan, dia mau, tapi aku merasa ada yang lain dari Arum. Dia terlihat seperti ketakutan saat aku mulai menyetubuhinya, meskipun terlihat sekali dia berusaha menyembunyikannya. Dan aku bisa merasakan, dia tidak bisa menikmati persetubuhan kami, tapi dia seolah menunjukkan kalau dia menikmatinya, seperti yang biasa kami lakukan. Sepertinya, dia memang masih trauma, apalagi kalau dari cerita Sarah, yang mereka berdua digarap habis-habisan oleh Jamal dan temannya itu.

Akupun tak ambil pusing. Sepertinya aku memang harus memberi waktu lebih lama kepada Arum untuk memulihkan kondisinya. Baik kondisi fisik maupun psikisnya. Meskipun begitu aku terharu dengan sikap Arum, yang meskipun masih mengalami trauma tapi tetap berusaha untuk melayaniku, meskipun tidak bisa maksimal seperti biasanya. Aku bisa memakluminya, dan tak ingin menuntutnya lebih.

Apalagi aku juga masih menyimpan rasa bersalah karena perselingkuhanku dengan Sarah. Waktu itu, di kamar Sarah, kami bercinta habis-habisan. Dia benar-benar luar biasa, aku sampai kewalahan menghadapinya. Dia cerita ke aku, kalau memang sebelum menjadi budaknya Jamal, dia sudah seperti itu saat berhubungan dengan suaminya. Mereka sudah melakukan itu sejak sebelum menikah, tak heran jika Sarah memiliki nafsu yang meledak-ledak. Terlebih dia bilang, kemarin dia melakukannya sebagai pelampiasan atas kebutuhannya, kebutuhan sebagai wanita yang ingin disayang, dimengerti dan dimanjakan, yang jarang didapat dari suaminya, apalagi dari Jamal.

Tapi aku sendiri sudah berusaha untuk melupakan apa yang terjadi antara aku dengan Sarah, meskipun itu sulit. Bayangan tubuh seksi Sarah, permainan ranjangnya yang luar biasa, juga desahannya yang serak-serak basah membuatku begitu sulit menghapus memori itu. Tapi demi Arum, aku harus bisa melakukannya. Aku sudah berjanji dalam hatiku, itu adalah pertama dan terakhir aku berselingkuh dari Arum, tak ingin lagi aku mengulanginya.

2 hari berlalu dengan cepat tanpa ada perkembangan berarti. Iing hanya punya waktu sisa 2 hari lagi di kota ini, meskipun dia bilang bisa saja diperpanjang. Tapi sampai sekarang, tidak ada apapun yang terjadi antara Arum dengan Jamal. Disatu sisi aku merasa tenang, tapi disisi lain aku merasa tak enak pada Iing, karena sudah hampir seminggu tapi tak ada hasil seperti yang diharapkan.

Hari sabtu pagi, aku terbangun saat sinar mentari menembus jendela kamar. Kubuka mata dan kulirik jam dinding, sudah hampir jam 8. Memang sudah jadi kebiasaan Arum dia tak pernah membangunkanku pagi-pagi di akhir pekan, kecuali aku yang memintanya kalau mau ada acara. Arum sudah tidak ada di kamar, mungkin sedang mencuci atau beres-beres rumah, seperti yang rutin setiap weekend dia kerjakan.

Aku bangkit dan menuju kamar mandi. Tak kudapati Arum disana, apalagi pakaian kotor juga masih menumpuk di bak. Setelah cuci muka, aku menuju ke ruang makan, sudah disiapkan sarapan buatku juga ternyata, tapi Arum kemana ya? Aku cari-cari di depan dan di belakang rumah, tapi tidak ada. Akupun mengambil handphoneku untuk menghubunginya. Tapi sebelum menghubungi, ternyata ada pesan dari Arum.

‘Abi, umi pergi dulu ke rumah bu Ratih ya, arisan bulanan. Tadi udah umi siapin sarapan buat abi.’

Aku meninggat-ingat lagi. Oh iya, ini weekend terakhir di bulan ini, memang sudah jadwalnya Arum arisan bulanan. Dan biasanya, ibu-ibu itu kalau sudah kumpul, suka lupa waktu. Biasanya Arum baru akan pulang jelang makan siang, untuk menyiapkan makan untukku. Rupanya kali ini arisannya di tempat bu Ratih, tetanggaku yang rumahnya ada di ujung komplek, cukup jauh juga.

Setelah sarapan aku hanya bersantai sambil menonton TV saja. Sesekali aku buka akun media sosialku, untuk melihat berita-berita terbaru dari akun portal berita yang kuikuti. Aku memang cukup update untuk masalah berita, karena selain sering menonton di TV dan lewat media sosial, teman-temanku di kantor sering membahas berita-berita terbaru.

Sekitar jam setengah 10 aku sudah merasa bosan sekali. Mau mandi tapi masih malas. Tidak ada yang kulakukan di weekend ini. Mau menghubungi Arum juga percuma, karena kalau sudah arisan dia jarang mau mengangkat telponku, kecuali aku kirim pesan dulu kalau itu penting. Saat aku sedang bengong, tiba-tiba handphoneku berdering, kulihat di layarnya, Iing menelponku. Ada apa ya?

“Halo Ing.”

“Halo Kris, kamu dimana?” tanya Iing, dengan nada sedikit panik, ada apa ini?

“Aku di rumah Ing, ada apa kok kayaknya kamu panik gitu?”

“Barusan aku mau nyelidikin Jamal, tapi waktu aku mau masuk ke perumahannya, kulihat mobilnya juga baru masuk, dan sepertinya di dalam mobil ada perempuan. Aku nggak bisa pastiin itu siapa, tapi kayaknya perempuan itu berjilbab, mungkin Arum.”

“Loh, Arum kan lagi arisan. Orang lain kali.”

“Ooh gitu ya? Ya udah buat mastiin aku coba intai ke rumahnya aja.”

“Oke, nanti kabarin lagi ya.”

Tanpa menjawab Iing menutup telponnya. Hmm, Jamal membawa wanita berjilbab ke rumahnya? Apa mungkin itu Sarah atau korbannya yang lain ya? Soalnya kan Arum sedang arisan di rumah bu Ratih. Ah aku pastiin aja, aku telpon Sarah aja kalau gitu.

“Halo mas Krisna.”

“Halo Sar, kamu lagi dimana?”

“Aku lagi di jalan mas, mau ke stasiun jemput suamiku. Ada apa?”

“Loh, lagi di jalan?”

“Iya, emang kenapa mas?”

“Tadi Iing telpon aku, katanya liat Jamal masuk ke perumahan bawa cewek berjilbab gitu, aku pikir kamu.”

“Bukan kok mas. Atau mungkin Arum?”

“Enggak sih, Arum kan lagi arisan.”

“Udah dipastiin mas?”

“Eh, belum sih.”

“Coba pastiin dulu mas, hubungi Arum biar jelas.”

“Oh ya udah, makasih ya.”

“Iya mas.”

Sarah sedang ke stasiun jemput suaminya? Arum juga sedang arisan, lalu siapa yang dibawa Jamal ya? Tapi kan Arum dan Sarah bilang selain mereka ada perempuan lain yang jadi korbannya Jamal. Ah tapi benar juga, aku harus pastikan dulu apakah Arum masih di tempat bu Ratih atau tidak. Aku coba menelponnya, dan seperti yang sudah kuduga, tidak diangkat oleh Arum. Pasti handphonenya ada di dalam tas. Hmm, aku telpon bu Ratih aja kalau gitu.

“Halo assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam bu Ratih.”

“Iya mas Krisna, ada apa?”

“Enggak bu, mau nanya aja, Arum masih disitu bu?”

“Mbak Arum? Nggak ada tuh mas.”

“Lho bukannya arisan ya di tempat bu Ratih?”

“Ah enggak mas, arisannya ditunda besok kok, kemarin juga udah saya kasih tau ibu-ibu yang lain, soalnya hari ini saya mau ke tempat saudara yang lagi hajatan. Emang mbak Arum nggak bilang mas?”

“Wah nggak bilang bu, saya kira lagi di tempat ibu. Dia lagi keluar soalnya, ini saya baru bangun tidur juga, hehe.”

“Oalah, ya coba dihubungi lagi mas, mungkin lagi belanja ke pasar.”

“Iya bu, makasih ya bu.”

“Iya mas sama-sama.”

Haduh, ternyata arisannya bukan hari ini, terus kemana Arum? Dan kenapa dia mengirimiku pesan kalau sedang arisan di tempat bu Ratih? Apa dia berbohong kepadaku? Tapi kenapa? Masih banyak pertanyaan di benakku, tiba-tiba handphoneku berdering lagi. Iing. Tiba-tiba perasaanku jadi tak enak.

“Halo Ing, gimana?”

“Kris, kamu cepet kesini. Yang dibawa Jamal itu si Arum.”

“Apa? Baiklah, aku kesana, minta alamatnya ya.”

“Oke, aku share lokasinya lewat WA.”

Begitu mendapat lokasi dimana Iing berada, aku langsung berangkat. Kali ini aku memakai motor saja, yang baru aku tahu kalau tidak dipakai oleh Arum. Memang seharusnya kalau Arum pergi ke rumah bu Ratih, dia membawa motor ini karena jaraknya cukup jauh. Duh bodohnya aku, kenapa nggak kepikiran dari tadi ngecek motornya masih ada apa enggak.

Tak mau berlama-lama, setelah memastikan semua pintu terkunci akupun bergegas memacu motorku menuju ke alamat yang dikirim oleh Iing. Aku berharap tidak sampai terlambat, semoga saja Jamal belum melakukan apapun kepada istriku. Emosiku terbakar, aku bawa motorku ini dengan kecepatan tinggi, ingin secepatnya aku sampai disana. Di gerbang perumahan itu, aku tersenyum ramah kepada sekuriti, yang begitu saja membukakan portal untukku. Aneh sekali, perumahan elit begini, kok satpamnya gampang saja membukakan pintu, padahal setahuku paling tidak ditanya macam-macam dulu, atau harus dicatat identitasnya, apalagi aku belum pernah kesini. Tapi ya sudahlah, yang penting aku bisa cepat sampai di rumah Jamal.

Aku agak bingung juga mencari rumahnya, kulihat di peta, sudah ada petunjuk, tapi ternyata tidak terlalu akurat, aku harus 2 kali nyasar karena salah masuk gang buntu. Akhirnya setelah berputar-putar aku sampai juga di alamat yang dimaksud. Ada sebuah motor matic terparkir disana, itu pasti motor yang disewa oleh Iing. Aku parkirkan motorku di dekat motor Iing. Begitu aku turun, kulihat Iing sedang bersembunyi di pepohonan dekat rumah itu. Dia yang melihatku datang langsung mengkodeku untuk menghampirinya, sambil memintaku untuk tidak berisik.

“Gimana Ing? Mereka udah di dalem?” tanyaku berbisik kepadanya.

“Iya, mereka udah masuk. Ini aku nungguin kamu dulu.”

“Tapi kamu yakin kan kalau itu Arum?”

“Yakin banget, 100 %.”

“Terus gimana ini? Langsung kita gerebek?”

“Iya, ayo ikuti aku. Dan usahakan jangan membuat suara yang mencurigakan.”

“Oke.”

Aku mengikuti saja langkah Iing dengan hati-hati. Rumah ini pagarnya tidak terlalu tinggi jadi apapun yang kami lakukan bisa saja dilihat oleh orang yang kebetulan lewat, atau oleh tetangga Jamal, karena itulah kami harus bergerak dengan hati-hati.

Setelah mendekati pintu rumah itu, Iing mengambil sesuatu di balik jaketnya, ternyata itu adalah sebuah pistol. Wah, aku cukup terkejut juga melihat wanita secantik itu memegang pistol, dan yang pasti itu adalah pistol sungguhan. Tapi memang itu sudah jadi pegangannnya sehari-hari, jadi aku memakluminya saja.

Aku berada di belakang Iing, menunggu apa yang sedang dia lakukan. Dia tampak menempelkan telinganya di pintu beberapa saat, kemudian menoleh ke arahku.

“Sepertinya mereka ada di ruang tengah,” ucapnya berbisik.

Aku hanya mengangguk. Aku benar-benar merasa grogi, deg-degan. Belum pernah aku melakukan hal ini sebelumnya. Seperti mau menangkap penjahat besar saja. Tapi yang membuatku lebih deg-degan adalah, membayangkan apa yang sedang terjadi pada Arum di dalam rumah ini. Sedang apa dia? Apakah Jamal sudah mulai menjamahnya? Aku harap belum.

Perlahan, Iing mencoba membuka pintu rumah itu. Beruntung, pintunya tidak dikunci. Dia membukanya sangat perlahan sambil mengintip ke dalam. Aku sampai menahan nafas melihatnya, tambah deg-degan rasanya. Dan beruntungnya lagi, saat pintu itu dibuka, tidak sampai menimbulkan suara, sehingga kami bisa masuk dengan aman. Bergantian Iing dan aku masuk, lalu dia kembali menutup pintunya.

Dari dalam sini, bisa kudengar suara desahan seorang wanita, yang aku yakin sekali itu adalah suara Arum. Darahku tiba-tiba mendidih, ingin rasanya aku segera melabrak kesana dan menghajar Jamal. Tapi Iing menahan tanganku, aku menoleh padanya dan dia menggelengkan kepala.

“Jangan gegabah, tenang dulu. Siapa tau ada orang lain juga,” kembali dia berbisik kepadaku.

Aku sebenarnya ingin cepat-cepat masuk dan menghajar si Jamal itu, tapi kata-kata Iing ada benarnya juga. Jamal kan punya anak buah preman, siapa tahu mereka ada di dalam juga. Bisa repot kalau ternyata ada penjaganya. Untuk beberapa saat, aku mencoba mengontrol emosiku. Setelah itu, aku mengangguk padanya, dan dia mulai bergerak. Dengan hati-hati dan mengendap-endap, kami berjalan makin masuk ke dalam rumah. Iing berhenti kemudian menempelkan punggungnya ke dinding, aku mengikutinya. Sesaat dia mengamati situasi di dalam, kemudian menoleh kearahku.

“Gimana?” tanyaku.

“Aman, cuma mereka . Tunggu aba-abaku, nanti langsung kita gerebek mereka.”

Aku hanya mengangguk, tapi mendengar desahan Arum yang semakin jelas membuatku semakin emosi. Aku yakin Jamal sudah mulai menyetubuhi istriku. Bangsat! Aku ingin sekali menghajarnya. Aku terus melihat Iing, menunggu aba-abanya, sedangkan dia masih terus mengintip ke arah dalam. Tak lama tangannya bergerak, seperti menghitung mundur, dan ketika hitungannya sudah di angka 1, kami langsung bergerak dengan cepat.

“Jangan bergerak! Angkat tangan!” pekik Iing sambil menodongkan pistolnya.

Mataku terbelalak melihat apa yang sedang terjadi disana. Tubuh istriku yang masih dengan pakaian lengkapnya, terbaring di lantai dengan kaki mengangkang. Rok panjangnya tersingkap sampai ke perut, dan kulihat celana dalamnya juga sudah tak terpasang di tempatnya. Disitu, lubang kemaluan istriku sedang diisi oleh penis Jamal yang, memang besar.

“Apa-apaan ini hah?!”

“Abii??”

Keduanya terkejut. Arum yang melihatku langsung berusaha meronta. Dia berhasil melepaskan penis Jamal dari vaginanya, tapi saat akan berbalik berlari ke arahku, dia ditangkap dan dibekap oleh Jamal. Sialan!

“Jamal, lepaskan Arum dan menyerahlah!” pekik Iing.

“Kamu siapa? Berani-beraninya masuk ke rumahku dan menodongkan senjata?”

“Saya polisi. Dan kamu saya tahan atas tuduhan pemerkosaan!”

“Pemerkosaan? Haha. Jangan bercanda, kami lagi ngentot, suka sama suka, bukan perkosaan, haha.”

“Bajingan kamu Jamal, lepasin istriku!!” akupun tak kalah emosi setelah mendengar ucapan Jamal.

“Abi, tolongin umi ni, hiks.”

Arum menangis dalam dekapan jamal. Sialan lelaki ini, dia berlindung di balik seorang perempuan. Dasar banci!!!

“Jamal, saya peringatkan sekali lagi, lepaskan Arum dan menyerahlah! Atau...”

“Atau apa? Mau nembak? Silahkan kalau kalian pengen Arum celaka, haha.”

Bersamaan dengan itu Jamal mengeluarkan sebuah pisau lipat, yang entah dia simpan dimana. Dia mengarahkan pisau itu ke leher Arum. Makin menangislah Arum saat ini. Akupun makin emosi, begitu juga dengan Iing. Kami tak menyangka Jamal akan bertindak seperti itu. Padahal tadi Iing menunda sebentar untuk mengamati kondisi di sekitar, dan setelah memastikan aman baru bergerak. Tapi ternyata, posisinya sekarang jadi serba sulit.

“Nah bu polwan, silahkan tembak kalau kamu mau wanita ini ikut mati bersamaku, haha.”

“Bajingan kau Jamal.”

“Haha, sepertinya kalian tak punya pilihan lain. Cepat buang senjatamu kemari!”

Iing masih tak bergerak. Dia masih menodongkan senjatanya ke arah Jamal sambil kulihat dia bibirnya bergerak-gerak, mungkin sedang meracau kesal. Aku sendiri bingung, bagaimana caranya meringkus Jamal tanpa membuat Arum terlihat, mungkin Iing juga begitu.

Buughh!!

“Aaaarrrgggg...”

Tiba-tiba saja kurasakan tengkukku dipukul dari belakang hingga aku limbung dan terjatuh. Pusing sekali rasanya. Tapi kucoba melihat siapa yang memukulku, betapa terkejutnya aku ternyata di belakang kami sudah ada 5 orang pria. Sejak kapan mereka masuk? Kenapa kami tak menyadarinya?

Iing sendiri yang terkejut melihat aku dipukul berbalik menodongkan senjatanya ke pria-pria yang ada di belakangnya. Tapi rupanya pria itu sudah lebih siap. Salah satu langsung memegang tangan Iing dan 2 orang lain langsung memukulinya. Iing yang tidak siap mendapat serangan itu terbungkuk menahan sakit diperutnya, akibatnya pistol yang dia pegang dengan mudah direbut.

Iing langsung diringkus. 2 orang pria memegang kedua tangannya masing-masing. Kemudian pria yang merebut pistolnya langsung memeluk memegangi kaki Iing hingga dia tak dapat bergerak. Setelah itu seorang lagi yang umurnya lebih tua daripada yang lain langsung menghampiri dan menghujani perut Iing dengan pukulan. Terdengar teriakan Iing menahan sakit dipukuli oleh pria yang sepertinya seumuran dengan Jamal itu.

Aku sendiri masih tergeletak di lantai dan terus dihajar oleh pria yang memukulku dari belakang tadi. Dia menendangi perutku berkali-kali. Kadang tendangannya mengarah ke mukaku, hingga aku benar-benar kesakitan. Tak pernah dalam hidupku aku dihajar sampai seperti ini.

“Udaaaah hiikss udaaah jangan sakiti mas Krisnaaa...”

Kudengar Arum berteriak-teriak memohon pada lelaki itu untuk berhenti menghajarku, tapi pria itu tak menggubrisnya. Dia masih terus menghajarku, hingga aku benar-benar merasakan sakit yang luar biasa. Akhirnya pria itu berhenti dan menjauh dariku, meninggalkanku yang masih meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhku. Tapi tak lama kemudian pria itu datang lagi. Dia menarik tanganku dan mengikatnya dibelakang tubuhku. Aku lalu di dudukkan bersandar di sofa, lalu dia juga mengikut kakiku. Sekarang aku benar-benar tak berdaya, sama sekali tak bisa bergerak karena ikatan ini sangatlah kuat.

Aku melihat lagi kondisi Iing. Dia sudah tak lagi dipukuli dan dipegangi. Tubuhnya didorong hingga terjatuh di lantai. Dia juga meringkuk memegangi perutna yang dari tadi dipukuli. Tapi wajahnya masih terlihat galak, sorot matanya tajam pada orang yang memukulinya, memancarkan kemarahan yang luar biasa. Dia sudah akan bergerak untuk menyerang balik pria itu, tapi pria yang merebut pistolnya tadi langsung mengarahkan pistol itu ke arahnya. Hal itu membuat Iing terdiam, sedangkan para pria itu tertawa dengan puas.

“Wah Bonar, untung kamu datang tepat waktu. Kalau sampai terlambat, bisa mati aku sama cewek itu, haha.”

“Haha, aku sebenarnya udah datang dari tadi, tapi aku liat cewek ini mengendap-endap di depan. Nggak lama kemudian datang cowok itu. Aku pikir ada yang nggak beres, makanya aku telpon anak buahmu, untuk mereka cepet datangnya.”

Oh, jadi pria itu bernama Bonar, dan keempat pria lainnya adalah anak buah Jamal. Sialan, kami tidak tahu kalau pengintaian kami justru diintai oleh Bonar. Sekarang posisinya berbalik, dan aku punya firasat yang sangat buruk akan hal ini.

“Ngomong-ngomong, siapa cewek ini Mal?”

“Entahlah, bilangnya sih polisi. Mungkin temennya si Krisna itu.”

“Oh jadi ini yang namanya Krisna, suaminya Arum? Baguslah, kamu datang sekarang jadi bisa melihat istrimu kami garap ramai-ramai, haha.”

Aku benar-benar marah dengan ucapan Bonar itu, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Kaki tanganku diikat dengan kuat. Bahkan kalau tidak diikatpun, rasanya mustahil juga aku melawan mereka, apalagi sekarang mereka memegang pistol milik Iing.

“Tapi wanita ini cantik juga Mal, gimana kalau kita sedikit bersenang-senang dengan dia?” ucap Bonar.

“Haha kamu bener Nar. Ada polisi cantik gini, sayang kalau nggak kita ajak main-main.”

“Bajingan kalian semua, bedebah!!!” maki Iing, tapi dia masih saja diam di bawah todongan pistolnya sendiri.

Bonar kemudian memberi kode pada pria yang memegang pistol, dia menunjuk ke arahku. Pria itu kemudian menghampiriku, dan menempelkan ujung pistol itu di kepalaku. Sialan, dia ingin mengancam Iing dengan aku. Benar-benar bajingan licik!!!

Tak lama kemudian ketiga anak buah Jamal yang lain menghampiri Jamal dan Arum. Mereka langsung memegangi Arum, sedangkan Jamal bergerak mendekati Bonar. Mereka berdua tampak tersenyum menjijikkan menatap Iing. Aku sudah tahu apa yang mereka inginkan, dan Iingpun pasti juga sudah menyadarinya.

“Kalau kamu nggak pengen Krisna dan Arum celaka, buka pakaian kamu.”

Kami, aku, Arum dan Iing sendiri terkejut mendengar ucapan Jamal. Meskipun sebenarnya aku sudah menduganya. Iing masih diam tak bergerak, wajahnya semakin memerah karena emosi.

Braak...

“Aaarrrggghh...”

Tiba-tiba pria yang menodongku memukulkan gagang pistol itu di kepalaku, membuat Iing terkejut dan menatap ke arahku.

Breeet...

“Kyaaaaa...”

Terdengar jeritan dari Arum. Aku dan Iing serempak menolah ke arahnya. Pakaian Arum dirobek paksa oleh anak buah Jamal, hingga terpampanglah payudaranya yang masih tertutup bh putih.

“Ayo, cepat lakuin atau mereka berdua akan semakin menderita, haha.”

Tawa Jamal dan Bonar benar-benar memuakan. Licik! Licik sekali mereka.

“Baiklah.”

Aku terkejut mendengar ucapan Iing. Dia akan menuruti kemauan kedua pria bajingan itu? Oh tidak, jangan Ing, aku mohon jangan.

“Aku akan menuruti semua permintaan kalian, tapi lepaskan dulu Arum dan Krisna, biarkan mereka pergi.”

“Oh tentu saja tidak sayang. Mereka akan tetap berdua disini, melihatmu melayani kami, haha.”

“Bajingan, jangan seenaknya kalian. Cepat lepaskan mereka, dan aku akan menuruti semua perintah kalian!!”

Braak...

Breeet...

Kembali kepalaku dipukul dengan pistol, dan pakaian Arum dirobek lagi oleh anak buah Jamal. Aku hanya bisa mengerang kesakitan, sedangkan Arum kembali berteriak karena sekarang tubuh atasnya hanya tinggal tertutup bh. Pria itu bahkan sudah memegang rok panjangnya, bersiap untuk merobeknya juga.

“Liat sendiri kan? Kalau kamu nggak nurut, mereka akan semakin menderita, haha.”

“Bajingan kalian!!”

Iing memaki dengan keras. Wajahnya penuh emosi. Tapi akhirnya tangannya bergerak, meraih resleting jaket kulitnya, menurunkannya dan akhirnya melepaskan jaket itu dari tubuhnya.

“Ing, jangan Ing..” ucapku dengan suara parau, tapi mendapat jawaban berupa pukulan lagi di kepalaku.

“Hentikan. Baik, aku akan turuti kemauan kalian, jangan sakiti Krisna dan Arum.”

“Silahkan dilanjut,” ucap Jamal dengan santainya.

Iing lalu menarik kaos merahnya ke atas hingga melewati kepalanya, lalu membuangnya mengikuti jaket kulitnya tadi. Di balik kaos itu, dia masih memakai tanktop hitam ketat. Iing kemudian menatap Jamal, dan Jamal hanya mengangguk. Iing terlihat menelan ludahnya, sebelum akhirnya dia melakukan hal yang sama terhadap tanktopnya. Kini, tubuh atasnya hanya tinggal tertutup bh hitam yang kontras dengan kulitnya yang putih.

Iing melanjutkan lagi, dia melepaskan celana panjangnya dan membuangnya ke lantai. Dia berhenti sejenak. Dia tampak ragu untuk melepas penutup tubuhnya yang tersisa. Dia bahkan sempat melihatku dan Arum. Aku dan Arum sama-sama menggelengkan kepala, tapi melihat anak buah Jamal yang siap menyiksa kami, Iingpun mau tak mau melanjutkan aksinya. Dia dengan cepat melepas bh dan celana dalamnya, lalu menutupi buah dada dan selangkangannya dengan kedua tangannya.

Baru kali ini aku melihat tubuh Iing tanpa tertutup apapun, dan harus kuakui, tubuhnya benar-benar indah. Dari tubuhnya terlihat kalau ototnya terbentuk berkat latihan dan olahraga rutin. Memang kedua payudara maupun pantatnya tidak besar, tapi terlihat padat, dan sempurna. Hanya saja di perutnya terlihat memar kebiruan bekas dipukuli oleh Bonar tadi.

Jamal dan Bonar yang melihat itu semua tertawa penuh kepuasan, begitu juga dengan keempat anak buahnya. Sementara aku, di dalam hatiku muncul penyesalan yang teramat besar, karena niatku untuk menolong Arum malah gagal total, bahkan menyeret Iing, sahabatku sedari kecil, masuk dalam masalah ini, dimana sebentar lagi dia akan menjadi korban Jamal dan Bonar.

Aku mengharapkan keajaiban, ada yang datang untuk menolong kami. Tapi siapa? Bahkan aku tidak memberitahu siapapun mengenai hal ini. Aku hanya minta tolong pada Iing, dan sepertinya dia juga belum minta bantuan siapapun, karena mengira Jamal hanya sendirian. Tak akan ada yang datang menolong kami. Kami sudah masuk dalam neraka yang kami ciptakan sendiri.

Jamal dan Bonar tak hanya berdiri diam saja. Mereka langsung menelanjangi diri mereka masing-masing. Aku dan Iing terkejut melihat tubuh kedua lelaki itu, terutama benda yang menggantung di bawah perut mereka. Arum memang pernah cerita kalau kemaluan Jamal lebih besar daripada milikku, tapi aku tak menyangka sebesar itu. Begitu pula milik Bonar, yang sepertinya seukuran dengan Jamal. Aku tak bisa membayangkan jika kedua penis itu memperkosa Iing. Aku tak tahu, apakah Iing masih perawan atau tidak, kalau masih, betapa menyakitkannya untuk Iing.

Jamal dan Bonar perlahan mendekati Iing. Iing mengambil langkah mundur, tapi Jamal langsung meraih tangannya, membuatnya terlepas dari kedua payudaranya, sehingga buah dada mengkal itu tergantung bebas.

“Kamu layani kami cantik, jangan coba-coba untuk melawan, karena sedikit saja kamu melawan, kedua orang itu akan kami habisi, mengerti?”

Iing tak menjawabnya, hanya diam saja. Bonar yang sudah tak tahan langsung saja menyergap dan menciumi Iing. Iing berusaha mengatupkan bibirnya, tapi Bonar terus menciumi dan menjilati wajahnya. Aku bisa melihat bagaimana ekspresi wajah Iing yang jijik dengan perlakuan Bonar. Jamal sendiri menjamah salah satu buah dada Iing, sambil tangannya mengarahkan tangan Iing ke penisnya, memaksanya untuk mengocok penis itu.

Aku benar-benar tak tahan melihat itu, aku bahkan mulai menangis dengan ketidakberdayaan kami ini. Aku membuang pandanganku tapi pria yang menodongku memaksa untuk terus melihat bagaimana Iing dicabuli oleh Jamal dan Bonar.

“Hei, liat bagaimana polwan itu dientot sama boss, kalau enggak, istrimu bakal kami gilir sampai nggak bisa bangun lagi.”

Lagi-lagi dengan sebuah ancaman. Benar-benar licik mereka. Tapi aku sedikit merasa lega karena Arum tidak diapa-apakan, hanya dipegangi saja. Tapi sampai kapan? Aku yakin merekapun akan memperkosa Arum nantinya. Tapi untuk saat ini, aku terpaksa melihat bagaimana Iing dicabuli 2 orang pria bangsat itu.

Puas menciumi Iing, Jamal dan Bonar memaksa Iing untuk berjongkok, mereka memaksa Iing untuk mengoral penis mereka. Iing tampak enggan, tapi melihatku yang sudah siap dipukul dan Arum yang sudah siap diperkosa, dia tak punya pilihan lain. Dia berusaha keras memasukkan penis-penis besar itu ke dalam mulutnya bergantian. Terlihat sekali dia kepayahan, atau mungkin, dia memang belum pernah melakukan ini sebelumnya?

“Wah, amatiran sekali kamu? Apa belum pernah nyepongin kontol ya? Wah, jangan-jangan masih perawan juga ini polwan Mal? Haha.”

“Iya, siapa tau, beruntung sekali kita hari ini, haha. Tapi ingat, ini daerahku, berarti aku yang pertama.”

“Ya ya, terserah kau saja lah, haha.”

Mereka berdua terus memaksa Iing untuk mengulum penis mereka hingga terlihat mengeras. Benar-benar berbeda dengan penisku, punya mereka memang jauh lebih besar dan panjang. Dan kalau benar Iing masih perawan, oh tidak, aku tak bisa membayangkannya.

Tak lama kemudian mereka memaksa Iing untuk berbaring dan membuka pahanya lebar-lebar. Dan yang lebih brengseknya adalah mereka mengarahkan selangkangan Iing ke arahku, sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas. Aku jadi teringat bentuk bibir vagina Arum saat dulu aku perawani dia. Tak salah lagi, Iing pasti juga masih perawan.

Jamal kemudian mengambil tempat di antara kedua kaki Iing. Dia menggesek-gesekkan ujung penisnya di bibir vagina Iing yang masih kering itu. sementara itu Bonar memegangi kedua tangan Iing di atas kepalanya.

Jamal mulai melakukan penetrasi. Dia memaksakan kepala penisnya yang besar itu untuk membelah bibir kemaluan sempit Iing. Aku bisa melihat ekspresi wajah Iing meskipun tidak terlalu jelas karena sedikit terhalang tubuh Jamal. Iing mengatupkan bibirnya erat-erat, sementara ekspresinya benar-benar terlihat sedang menahan sakit.

“Aaahh...”

Jamal melenguh saat sebagian penisnya berhasil masuk memaksa bibir vagina Iing terbuka. Dan saat itu Iing yang masih menutup bibirnya, memejamkan mata juga. Aku bisa mengerti kalau dia sangat kesakitan. Tak lama kemudian Jamal melenguh lagi saat dengan sebuah hentakan keras, dia benamkan seluruh penisnya di dalam vagina Iing.

“Aaaaaaaarrrrggghhhhhhh...”

Terdengar teriakan panjang dari Iing. Dia tak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Wajahnya menyiratkan betapa sakit yang dia rasakan saat ini. Terlihat cairan merah keluar merembes dari sela-sela bibir vaginanya dan penis Jamal. Dan akupun semakin deras mengucurkan air mata melihat sahabatku sejak kecil, diperawani dengan paksa di depan kedua mataku.

“Wahaha, masih perawan Nar. Gila, beruntung banget aku, dapet polwan cantik yang masih perawan gini, haha.”

Tak lama kemudian Jamal menghentak-hentakkan penisnya dengan kuat maju mundur. Iing yang tadi berusaha tegar dan kuat, kini sudah menangis meraung-raung. Meskipun seorang polisi yang kuat dengan ilmu beladiri yang tak bisa dianggap remeh, tapi sebagai wanita biasa, diperawani dengan cara menyakitkan seperti ini tetaplah dia menangis. Mendengar raungan dan tangisannya itu, aku benar-benar tak tahan. Akupun menangis karena merasa ini semua adalah salahku.

Tubuh Iing melonjak-lonjak karena genjotan kasar Jamal. Dia terus menjerit dan menangis, memperlihatkan rasa sakit yang luar biasa. Aku bisa melihat bibir vaginanya kembang kempis saat penis Jamal keluar masuk. Lelehan darah juga makin banyak mengalir dari vaginanya.

“Aaaaaaa jangaaaann..”

Aku terkejut mendengar teriakan Arum. Pandanganku yang sedari tadi terpaku saat Iing diperawani Jamal, membuatku tak melihat ke arah Arum sedikitpun. Dan kini saat aku melihat ke arahya, rupanya dia sudah ditelanjangi oleh ketiga pria yang memeganginya. Bukan hanya itu, Arum bahkan sudah disetubuhi oleh pria-pria itu. Seorang pria berbaring di lantai dengan penisnya berada di dalam vagina Arum. Sedangkan di belakangnya, seorang pria lagi bersiap memasukkan penisnya di lubang anus Arum.

“Hei, apa yang kalian lakukan? Bangsat! Lepasin Arum! Kalian udah janji tadi!!!”

Teriakanku sama sekali tak didengar oleh mereka. Yang ada hanyalah teriakan keras Arum saat penis pria kedua masuk di lubang anusnya. Dia terlihat kesakitan sekali. Hatiku juga benar-benar sakit saat ini, melihat istriku disetubuhi oleh 2 orang sekaligus, dan melihat sahabatku direnggut kesuciannya.

“Aabiiii,, hiikss tolong biii..”

Arum terus merintih kesakitan, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang ada sekarang malah pria ketiga yang juga sudah telanjang bulat memaksa Arum untuk mengulum penisnya. Arum, istriku, saat ini diperkosa oleh 3 orang sekaligus di ketiga lubangnya. Dan aku, suaminya, tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya.

“Aaaah sempit banget.. aku nggak tahan.. aku mau keluaarr..”

Aku kembali mengalihkan pandanganku ke Iing yang sedang diperkosa Jamal. Dia semakin cepat menggerakkan penisnya, dan sepertinya dia memang sudah akan orgasme. Iing sendiri yang mendengar ucapan Jamal langsung terkejut dan berusaha meronta.

“Jangan.. Jangan di dalem.. cabutt.. cabuuuutt...!!!”

“Aaaahhhh aku keluaaaarrr.. rasain pejuhkuuu... aaaaaahhh...”

“Jangaaaaaaannn...”

Kulihat beberapa kali tubuh Jamal mengejat sambil menusukkan dalam-dalam penisnya di vagina Iing. Sementara Iing yang berteriak histeris kembali pecah tangisnya karena menyadari Jamal berejakulasi di dalam rahimnya, yang bisa saja membuatnya hamil. Beberapa saat Jamal mendiamkan penisnya, diapun menariknya hingga keluar dari vagina Iing.

Aku bisa melihat bibir vaginanya membuka dan semakin kemerahan. Kemudian lelehan sperma kental putih Jamal bercampur dengan darah keperawanan Iing mengalir keluar. Iing terus sesenggukan, tapi tak bergerak meskipun Bonar tak lagi memeganginya. Dia begitu syok dengan kejadian ini.

Tapi penderitaan Iing belumlah selesai. Bonar mengambil tempat menggantikan Jamal. Dia langsung saja menusukkan penisnya yang sudah sangat tegang di vagina Iing. Karena habis diperkosa oleh Jamal, dan dilumasi oleh sperma dan darah Iing, dia bisa memasukkannya lebih mudah daripada Jamal tadi.

Bonar langsung menyetubuhi Iing dengan cepat, membuat tubuh Iing terlonjak-lonjak. Iing sudah terlihat pasrah. Mau melawanpun sudah percuma, kehormatannya sudah direnggut oleh Jamal, bahkan bisa jadi dia hamil karena perbuatan pria laknat itu.

Jamal yang baru saja memperkosa Iing, menghampirinya dan memaksa Iing untuk membersihkan penisnya yang belepotan sperma dan darah. Iing sudah tak melawan lagi, dia hanya diam saja ketika dipaksa membuka mulut dan dimasuki penis Jamal. Iing kini disetubuhi oleh Bonar di vaginanya, dan Jamal di mulutnya.

Iingpun hanya diam saja tak melawan waktu Bonar mengangkat tubuhnya. Kini Bonar berada di bawah, sedangkan Iing di atasnya. Dengan begini aku bisa melihat dengan jelas wajah Iing, tapi tak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di bawah sana. Iingpun menatapku dengan sendu. Dia menangis lagi, dan akupun ikut menangis melihatnya.

Tak lama kemudian kulihat Jamal bergerak di belakang Iing. Aku punya firasat buruk tentang ini. Apalagi saat ini Arum istriku juga sedang dalam posisi seperti itu. Dan benar saja, Iing yang tadi hanya diam tiba-tiba panik. Dia mencoba meronta dan melihat ke belakang, tapi tubuhnya ditahan oleh pelukan Bonar dengan kuat.

“Jangan.. Jangan disitu, aku mohon jangan..”

“Haha, mulut dan memekmu udah aku perawanin, sekarang tinggal boolmu sayang.”

“Jangan.. aku mohon, apapun asal jangan itu, aku mohon..”

Jamal seperti tak menggubris permintaan Iing. Dia masih sibuk di belakang Iing. Aku tak bisa melihat apa yang terjadi disana. Hingga tiba-tiba tubuh Iing mengejang. Kedua bola matanya melotot ke arahku, dan mulutnya juga terbuka lebar. Bersamaan dengan itu Jamal nampak sedang memaksakan bergerak mendorong ke depan.

“Aaaaarrrggggghhhh sakiiiiiiiittttt... udaaaahh... cabuuuuuttt...”

Iing berteriak begitu keras. Aku tak bisa melihatnya, tapi aku tahu kini lubang anusnya sudah berhasil diperawani oleh Jamal. Aku semakin menangis melihat air mata Iing yang terus mengalir, juga raungannya yang terdengar memilukan.

Iing terlihat begitu kesakitan, lebih sakit daripada Arum yang sekarang juga sedang dalam kondisi seperti itu. Tentu saja, karena ini adalah pertama kalinya untuk Iing. Sedangkan Arum, yang aku tahu dia sudah pernah diperawani lubang belakangnya oleh Jamal. Lagipula, saat ini ketiga lelaki yang memperkosa Arum, penis mereka tidaklah sebesar milik Jamal dan Bonar. Sudah pasti rasa sakit yang dirasakan oleh Iing jauh berlipat dibandingkan Arum.

Hatiku sudah benar-benar hancur, melihat kedua wanita itu diperkosa dengan kasarnya, dengan sadisnya, tanpa aku sedikitpun bisa menolong. Ketiga pria yang memperkosa Arum terus menggerakkan penis mereka dengan brutal. Aku bisa melihat wajahnyapun telah basah dengan air mata.

Sementara itu Iing juga mulai digoyang badannya oleh kedua pemerkosanya. Tatapan mata Iing lurus ke arahku. Dia seperti ingin menyampaikan betapa sakitnya dia kini. Air matanya belum berhenti, begitu juga dengan rintihan pilunya.

Entah berapa lama mereka melakukan itu semua, hingga akhirnya satu persatu pria meraih orgasme mereka. Kulihat ketiga pria yang memperkosa Arum orgasme lebih dulu bergantian. Mereka sama sekali tak mencabut penisnya, menyemburkan spermanya di dalam vagina, anus, dan mulut Arum. Arum terpaksa menelan semua cairan di mulutnya karena kepalanya terus di tahan.

Beberapa saat kemudian, Bonar dan Jamal mengerang hampir bersamaan. Mereka orgasme di kedua lubang milik Iing. Tubuh Iingpun ikut menegang, entah karena dia ikut orgasme juga, atau apa aku tidak tahu, tapi yang jelas kondisinya benar-benar menyedihkan.

Ketiga pria yang memperkosa Arum sudah melepaskannya hingga kini tergeletak tak berdaya di lantai. Arum menatapku dengan penuh rasa bersalah, begitupun aku. Arum sudah akan bergerak merangkak mendekatiku, tapi pria yang sedari tadi menodongkan pistol ke arahku, yang belum mendapat jatah malah menghampirinya. Sekali lagi Arum harus dipaksa melayani pria lain selain aku, suaminya.

Sedangkan Iing, kini juga tergeletak dilantai dengan posisi terlentang. Kedua kaki dan tangannya terbuka lebar, dan mengarah padaku. Bisa kulihat kedua lubang miliknya memar dan memerah, terbuka cukup lebar, dan dari keduanya melelah cairan putih kental milik kedua pemerkosanya. Iingpun masih belum reda tangisnnya, tapi sudah hampir tak bersuara.

Penderitaan mereka berdua, dan penderitaanku hari itu belumlah berakhir. Setelah semua beristirahat, para pria itu kembali memperkosa Arum dan Iing. Keempat pria anak buah Jamal menggilir Arum, sedangkan Jamal dan Bonar tampaknya terlalu antusias dengan mainan baru mereka, Iing.

Aku sudah tak sanggup melihat itu semua, aku berharap saat ini aku pingsan saja. Melihat mereka berdua diperkosa seperti itu benar-benar membuat hatiku sakit. Aku terus memejamkan mata sedari tadi, sampai akhirnya kurasakan ada yang menyentuh bagian selangkanganku. Begitu kubuka mata, betapa terkejutnya aku ternyata Iing yang ada di depanku.

“Ayo Ing, kamu kasih hiburan buat temanmu itu. Kasihan dari tadi dia cuma liat istrinya dientot. Tapi jangan kasih memekmu, isep aja kontolnya sampai keluar,” ucap Bonar.

“Ing, jangan, jangan Ing, jangan turuti mereka.”

“Kris, Ing, kalau kalian nggak mau nurut, Arum yang bakal terima akibatnya.”

Arum yang juga melihat dan mendengar ucapan mereka jadi kaget. Apalagi ketika pria-pria yang sedang memperkosa Arum tiba-tiba ada yang mencekik lehernya, ada juga yang meremas kedua payudaranya dengan sangat kasar.

“Tunggu tunggu, jangan sakiti Arum..”

Jamal dan Bonar hanya tersenyum mendengar ucapanku, begitu juga keempat lelaki yang sedang menyiksa Arum. Arum sendiri hanya bisa menangis, dia mencoba memalingkan mukanya tapi para lelaki itu terus memaksa untuk melihat ke arahku.

“Maafin aku Kris,” ucap Iing saat dia mulai membuka celanaku, hingga tampaklah penisku yang lunglai.

Aku hanya diam saja saat Iing mulai menciumi dan mengulum penisku. Aku harus bagaimana? Menahan agar tak sampai orgasme? Itu akan malah membuat Arum disiksa. Tapi menikmatinya? Bagaimana mungkin aku bisa menikmatinya dalam kondisi seperti ini? Apalagi di depan istriku langsung.

Akhirnya aku mengalah, aku tak ingin Arum disakiti lebih dari ini. Tapi aku belum juga terangsang sempurna, karena memang Iing terasa kurang pandai melakukannya, jauh berbeda dibandingkan Sarah. Ah iya, Sarah. Akupun akhirnya membuka memoriku akan Sarah. Mengingat-ingat kembali apa yang pernah kami lakukan. Dan berhasil, perlahan penisku bereaksi, mulai mengeras di dalam mulut Iing.

Masih dengan mata terpejam, aku terus membayangkan apa yang kulakukan dengan Sarah beberapa hari yang lalu. Aku tak ingin membuka mata karena tak ingin melihat siapa yang sedang mengoral penisku, aku tak tega. Aku juga tak ingin melihat bagaimana ekspresi Arum ketika melihatku dioral oleh orang lain.

Setelah beberapa saat, aku merasa pertahananku akan segera jebol. Tapi aku tak berusaha menahannya, agar semua ini segera selesai. Penisku mulai berkedut di dalam mulut Iing, kurasa dia juga tahu apa yang akan terjadi, karena itulah dia seperti tambah bersamangat untuk segera menyelesaikannya.

“Aaaaaahhhhh...”

Aku mendesah panjang. Tubuhkupun ikut mengejang saat cairan spermaku tumpah di dalam mulut Iing.

“Telan semua Ing, jangan ada yang bersisa, haha,” terdengar ucapan Jamal memprovokasi Iing. Tapi dia menurutinya. Dia telan semua spermaku, kemudian dia jilat penisku hingga bersih, hari dia menarik kepalanya dan aku membuka mataku.

“Gimana rasanya sperma pertama yang kamu telan? Enak? Haha,” ucapan Bonar menyadarkanku. Memang benar, tadi Bonar dan Jamal hanya membuang sperma mereka di dalam vagina dan anus Iing. Berarti spermaku adalah yang pertama yang dia telan.

Kulihat Iing hanya diam saja, tapi masih sesenggukan. Aku menoleh ke arah Arum, dia juga menangis melihatku, tapi tak ada kesan marah darinya. Dia pasti paham dengan situasi saat ini. Apalagi dia sendiri sedari tadi juga sudah berkali-kali diperkosa di depan mataku.

Hari sudah sore, kami semua kelaparan. Jamal menyuruh anak buahnya untuk membeli makanan. Aku, Arum dan Iing dipaksa untuk makan. Meskipun tidak berselera, tapi kami terpaksa makan juga, karena kami juga dibawah todongan senjata milik Iing.

Selesai makan, mereka memulai lagi aksinya. Kembali kedua wanita cantik yang merupakan istri dan sahabatku itu diperkosa habis-habisan oleh mereka, dan aku hanya bisa melihatnya tanpa bisa melakukan perlawanan apapun. Tangisan, rintihan dan desahan mewarnai malam itu. Aku sudah tak ingat dengan jelas apa yang terjadi, aku terlalu pusing melihatnya. Hanya saja, yang terakhir kuingat sebelum aku tertidur atau kehilangan kesadaranku adalah, Arum dan Iing sudah tak lagi berteriak kesakitan, tapi mereka sudah mulai mendesah penuh kenikmatan sambil menggoyangkan tubuh telanjang mereka melayani penis pemerkosanya.

Agen Cbo855 - Bandar Taruhan - Agen Bola - Bandar Bola - Taruhan Bola - Judi Bola - Agen Sbobet - Agen Maxbet - Agen 368bet - Agen Sabung Ayam

Bandar Taruhan
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger