Home » » Juwita Hati 2

Juwita Hati 2


Bandar Taruhan - Pagi hari yang tampak mendung Brian terlihat sudah hilir-mudik di koridor lantai ll kampus B. Dia telah mematangkan rencana untuk melakukan riset fakultas yang diprakarsai oleh Pak Baroto selaku Dekan fakultas. Bre terlihat sangat sibuk dengan beragam aktivitasnya. Wajah ganteng itu terlihat dipenuhi oleh berbagai persoalan hidup yang Bre alami. Tidak ada seorang pun yang tahu. Bre terlihat sesekali menengokkan kepala kebelakang, dia takut bertemu Karen yang kemarin mengajak Bre ke Lembang tapi tak diacuhkannya. Disaat pikirannya suntuk berat, Karen malah membuatnya semakin terhimpit tak bisa bergerak melawan kenyataan.

“Bre!!!” terdengar teriakan keras dari arah belakang. Bre menengokkan kepala nya dan mendapati Karen sedang berjalan kearahnya dengan mimik wajah yang galak.
“Kemana aja sih lu? Kenapa ga ngasih kabar ke gue kalo ga mau gue ajak ke Lembang, hah?!” tanya Karen dengan mata melotot kearah Bre yang tampak pasrah.
“Maaf Karen, bukannya gue ga mau. Tapi untuk saat ini gue masih banyak pikiran. Soal riset fakultas, mata kuliah yang ga lulus-lulus, biaya kuliah yang akan di stop ortu kalo ga segera lulus, bikin otak gue buntu.” Terang Bre berkeluh-kesah.
“Alesan doang lu. Emang hubungan kita ga penting apa? Gue Cuma mau lu ketemu bokap-nyokap gue aja kok untuk biar hubungan kita terlihat lebih serius!” ucap karen ngotot.

Duuch.. Ni bocah kok ga ngerti-ngerti juga sih??
“Jangan menghindar terus lu.”
“Kapan gue menghindar dari elu??” tanya Bre dengan kening berkerut.
“Ayolah kita bicarakan dulu.”
“Soal apa?”
"Ya soal kita dong, masak soal ujian semester? Gimana siih!??” kata Karen jengkel.
“Maaf Karen, gue belum bisa. Gue pengen istirahat dulu. Ya dah gue balik ke kost, ntar siang mo menghadap dosen. Lu met kuliah aja, daagh..!!”

Bre meninggalkan Karen yang masih aja terbengong ketika Bre mulai beranjak pergi.
“Hmm.. Bre kok jadi aneh gini yaa? Jangan-jangan dia punya cewek lagi. Gue harus cari tahu siapa gerangan cewek itu.” Gumam Karen mengambil kesimpulan sepihak. Bre terlihat termangu didalam kamar kost, tapi otaknya berpikir. Otak kanan dan otak kirinya saling bersinergi memunculkan dan meramu formula terbaik yang paling tepat untuk menghasilkan solusi pemecahan masalah yang sedang dihadapinya. Mata nya menerawang kearah langit-langit kamar dengan sorot mata serius, mencoba mengejawantahkan dari apa yang sedang dipikirkannya. “Hmm.. Gue memang harus menemui dosen gila itu. Meminta penjelasannya secara langsung, kenapa gue ga lulus-lulus terhadap mata kuliah yang di ampunya. Kalo ntar jawabannya masuk akal dan bisa diterima, oke gapapa. Tapi kalo jawabannya memang terkesan akan menjegal langkah dan cita-cita gue untuk menjadi sarjana, jangan tanya apa yang akan terjadi..” gumam Bre tampak geram.

“Setelah menemuinya, gue main aja ke tempat Karebet yang beralamat di Sidomukti, siapa tau Karebet ngerti soal keberadaan cewek cantik berbaju merah tempo hari. Yaah tepat sekali!! cewek itu kemarin memang berjalan memasuki kampung Sidomukti. Hmm.. Siip lah, begitu aja. Dari pada ntar Karen tiba-tiba nongol disini ngebahas married, bisa rontok neh rambut dreadlock gue..” ujar Bre dalam hati. Bre sudah memantapkan hati untuk menemui Ibu Carissa, pengampu mata kuliah Ilmu Fa’al yang selama ini menjadi momok paling menakutkan bagi kehidupan perkuliahannya. Sekarang Bre terlihat rapi dengan kemeja hitam dan celana jeans yang juga warna hitam, dipadu dengan sepatu warna putih.

Walaupun penampilan Bre tetep terlihat flamboyan, tetapi dada nya berdegup kencang. Titik-titik keringat mulai tampak membasahi kening nya ketika langkah kaki Bre sudah mendekati pintu ruangan Ibu Carissa, Sang dosen killer. Terlihat bagai domba memasuki kandang singa.
“Tok.. Took.. Tok..”
Sesaat tidak ada sahutan dari dalam ruangan. Hening dan mencekam. 1 menit, 2 menit, 3 menit berlalu. Baru di menit ke 4, terdengar suara lembut dari dari dalam ruangan.
“Masuk”
Degup jantung cowok aktivis kampus semakin cepat, ketika melangkahkan kaki nya memasuki ruangan Ibu Carissa yang tampak terasa mengerikan seperti dunia lain bagi Bre.

“Selamat siang Bu..” ucap Bre dengan ramah.
Ibu Carissa menatap wajah Bre sejenak dengan sorot mata dingin. Suasana menjadi kaku. Kemudian Sang dosen tampak sibuk lagi dengan berkas-berkas yang berserakan dimeja. Mungkin sedang mengoreksi lembar jawaban kuis dari para anak didiknya. Sesekali tangan berkulit putih dengan jari yang lentik mengetuk-ketukkan bollpoint yang terselip diantara jemarinya, sebelum kembali menggoreskan tintanya diatas berkas. Ibu Carissa seperti tidak menganggap kehadiran Bre sama sekali. Dia masih saja asyik berkubang kedalam berkas-berkas yang berserakan diatas meja kerjanya.


Bre menghela nafas dalam-dalam melihat kelakuan Ibu Carissa. Seakan memanfaatkan waktu lenggang daripada terbuang sia-sia, Bre pun menatap wajah Sang dosen. Hmm.. Sebenarnya wajah Ibu Carissa sangatlah sedap dipandang mata. Berkulit kuning langsat yang tampak mulus berpadu dengan wajah jelita. Rambut hitam legam yang panjang disanggul modern keatas kepala, seperti pramugari pesawat terbang. Kacamata minus ¼ dengan warna frame ungu terang bertengger indah diatas hidung mancung, dan seakan melindungi sepasang mata bola nya yang terlihat jernih dari debu nakal yang tertiup angin. Bulu alis yang dibentuk sesuai dengan kelopak matanya terlihat sangat menawan, berpadu-padan dengan bulu mata yang lentik. Bibirnya tipis memerah pucat dengan sapuan tipis lipstik, begitu menggairahkan untuk segera dilumat. Bentuk bibir yang mengandung magnit memang. Lekukannya menunjukkan kalau sang pemilik akan manja melenguh dalam setiap kecupan.

Lehernya sangat cantik. Jenjang dan mulus berhias kalung yang berliontin huruf C, yang merupakan inisial dari Carissa. Leher yang pastinya akan membikin pemiliknya menggelinjang kalau leher itu dicumbu. Di sepanjang tangan berkulit kuning itu, tampak bulu-bulu lembut yang sangat mengundang tangan nakal untuk segera mengusapnya. Kemeja yang sudah tak berblazer itu membungkus ketat tubuh Ibu Carissa yang memang tergolong cukup tinggi dan semampai diantara para mahasiswi dan dosen wanita di kampus itu. Wow.. Kancing kemeja bagian atas sengaja dibuka.
Dengan demikian, kulit sekitar dadanya terekspose jelas dihadapan sepasang mata elang Bre. Kuning mulus tanpa cela. Sembulan payudara montok itu begitu mempesonakan mata hati siapa saja yang menerawangnya. Belahan buah dada tampak terlihat dalam, terbungkus oleh cup bra warna merah bergaris-garis putih dan bertali pundak warna merah. Begitu menggemaskan untuk segera diremas, sepasang buah payudara kebanggaan milik Ibu Carissa itu.

Apalagi di tambah bau harum wangi semerbak yang terpancar dari lekuk tubuh Ibu dosen, Uughhh ga kuaatttt!!!! Tapi sayang, semua keindahan yang menempel dalam diri Sang dosen tampak menguap begitu saja, sia-sia. Disebabkan oleh sikap Ibu Carissa sendiri yang begitu dingin dalam bersosialisasi. Apa karena beliau berasal dari keluarga yang sangat berada alias kaya, sehingga membatasi pergaulannya dengan lingkungan sekitar. Tak ada yang tahu..
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Ibu Carissa tanpa menolehkan wajah kearah Bre yang dari tadi tetap berdiri mematung dihadapannya. Bre tercekat mendengar pertanyaan Ibu Carissa yang terdengar mengagetkan dirinya yang sedang asyik menilai, menaksir, dan menganalisis kecantikan Sang dosen. Belum sempat Bre menjawab pertanyaan Ibu dosen karena masih dihinggapi rasa terkejut, terdengar lagi suara datar terucap dari bibir tipis itu.

“Silahkan duduk!” masih sama, tanpa menolehkan wajah kearah Bre.
“Terima kasih.” Jawab Bre singkat seraya mendaratkan pantatnya diatas kursi, berhadapan dengan Ibu Carissa yang duduk dihadapannya diseberang meja.
“Eemm, begini Bu. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan kepada Ibu.” Bre mencoba untuk tenang dalam setiap pengucapan kata dan kalimatnya.
“Hmm.. Apa?” sekarang Ibu Carissa menatap lekat kearah Bre. Tatapan dingin mata jernih dari wajah cantiknya sedikit membuat Bre gugup.
“Mengenai nilai atau kelulusan dari mata kuliah Ibu yang saya tempuh.”
“Berapa nomor ujian anda?”
Bre mengeja beberapa angka nomor ujiannya.

“What’s wrong? Nilai anda memang tidak bisa untuk meluluskan mata kuliah yang saya ampu.” Kata Ibu Carissa tenang dan dingin.
“Begini Bu, saya mau minta penjelasan kenapa saya selalu medapatkan hasil yang mengecewakan setiap mengulang mata kuliah yang Ibu berikan. Ini sudah yang keempat kalinya saya mengulang, dan yang keempat kalinya pula saya gagal.”
“Karena nilai anda jelek.”
“Apa?!”
“Karena nilai Brian Kusuma Wardhana jelek dan tidak bisa mengatrol untuk lolos. That’s all..”
“Cuma itu alesan Ibu??” tanya Bre gusar.
“Kalau kenyataannya memang seperti itu, mau gimana lagi??” jawab Ibu Carissa mulai jutek.
“Padahal saya merasa mampu sekali mengerjakan ujian dan berbagai kuis yang Ibu berikan.”
“Itu hanya perasaan anda saja, kalau anda mampu mengerjakan. Tapi kenyataannya khan tidak.”
Ruangan dosen itu hening beberapa saat. Tak sadar Bre mengepalkan jemarinya dengan kuat dan raut wajah yang menahan emosi. Sedang Ibu Carissa mulai berkutat dengan berkas-berkasnya lagi.

“Brengsekk!! Belagu banget siih Ibu Carissa Si puteri es ini. Makanya ga laku-laku. Misal tingkahnya ga aneh gini, gue mau kok macari dia.” Batin Bre malah ngelantur tanpa arah.
“Atau gini-giniii, seandainya Ibu Carissa itu cowok, sudah bakalan gue ajak duel sampai titik darah penghabisan dari kemaren-kemaren..” imbuh Bre dalam lanturan yang tak berarah.
“Oke Bu kalau itu alasannya. Padahal semua mata kuliah yang saya tempuh semuanya lulus, Cuma mata kuliah Ibu saja yang terus-terusan gagal. Maka dari itu, saya ingin ujian lisan dari Ibu Carissa untuk mengetahui sejauh mana saya bisa mengerjakan semua ujian dari Ibu, baik lisan maupun tulisan.”
“Oke saya penuhi.”
“Tapi saya meminta dihadirkan para saksi didalam setiap ujian yang akan saya tempuh.” Ujar Bre menantang dengan nada tinggi dan dengan tatap mata tajam menghunjam wajah jelita Sang dosen yang mulai memerah menahan emosi demi mendengar lontaran Bre yang pongah.

Mata jernih dari wajah jelita Ibu Carissa mulai mengkilat marah demi mendengar omongan Bre.
“Anda kira saya tidak objektif dalam pemberian nilai?.. Iyaa..?! Saya punya otoritas penuh dalam pemberian nilai kepada setiap mahasiswa saya.”
“Tapi saya meragukan obyektifitas Ibu selama ini.”
“Oo.. Jadi anda menghina dan melecehkan otoritas saya??”
“Nggg...” Bre tiba-tiba gugup ketika Ibu Carissa mengeluarkan taring pencabut nyawanya.
“Hmm.. Oke, anda telah berani meragukan kapasitas saya sebagai pemberi nilai! Anda juga telah menekan otoritas saya sebagai dosen!!.. Saya tidak sudi! dengan permintaan anda, terlalu konyol buat saya. Dan baru kali ini saya, Carissa Adell Gayatri, menemui seorang mahasiswa yang berani menentang keputusan-keputusan yang telah saya ambil. Apa mentang-mentang anda punya pengaruh besar di lingkup kampus, terus kemudian seenaknya menyerang kredibilitas saya?!.. Begituu!!” kata Ibu Carissa marah merasa disepelekan oleh ucapan Bre.

“Sa.. Sa.. Sayyaa tidak bermaksud begit.......” ucapan Bre tercekat dan terpotong ditenggorokan melihat luapan emosi dari Ibu Carissa. Bre merasa jerih.
“Cukup!! Sekarang anda keluar dari ruangan saya!! KELUAARRR...!!!”
“BRAAKKK!!” suara buku terbanting di meja kerjanya oleh telapak tangan berkulit kunung langsat itu.
Bre terpengarah dengan teriakan itu. Rasa takut dan menyesal menyelimuti ruang didada nya.
“Aaahhh Sialan!! Kenapa juga tadi gue bilangnya malah dengan nada menantang Ibu Carissa? BEGO!!” kata Bre dalam hati sambil melangkah keluar dari ruangan dosen killer bernama Carissa Adell Gayatri, perempuan lajang berusia 26 tahun yang juga alumni dengan almamater yang sama dengan Bre.

Petugas BAAK yang melihat dan mendengar semua kejadian barusan hanya menggeleng-gelengkan kepala, ketika melihat sosok Bre berjalan dengan menundukkan kepala. Gila!! Bener-bener sang pembunuh tuuh dosen. Tokoh mahasiswa yang terkenal kegigihannya pun dibantingnya tanpa ampun. Gilaa. Laksana Utut Adianto Granmaster catur Indonesia yang telah salah melangkahkan bidak caturnya dalam menghadapi juara dunia catur, Gary Kasparov dari Rusia. Yaah.. Seperti itu lah nasib yang sedang dialami Sang DonJuan, Bre.

Bre mencoba untuk melupakan kejadian perseteruannya dengan Ibu Carissa. Dia melangkahkan kaki keluar kampus menuju kampung Sidomukti untuk menyambangi rumah Karebet, sahabat yang juga salah satu rekannya di BEM. Rumah kontrakan Karebet terlihat lengang. Sesekali terdengar meongan suara kucing jantan yang sedang ganjen melalukan pedekate terhadap kucing betina. Bre memasuki halaman rumah dan berjalan menyusuri lorong kecil di sisi kiri rumah Karebet, yang jika memasuki melalui lorong tersebut, maka akan langsung menuju keruang tengah.  Bre menajamkan pendengarannya, setelah sampai diruang tengah rumah kontrakan Karebet. Suara ganjil terdengar. Hmm.. Sepertinya kaya lenguhan, desahan, dan rengekan manja silih berganti terucap.

“Sialann Karebet!! Malah sedang eM eL, huuft.. Pasti dengan Santi. Hmm.. Apa gue ikutan join aja yaa nge-gangbang Santi? Hehee.. Jailin aahh!!” kata Bre dengan senyum jail mengembang.
“Bet!! Karebett!!! Lu dimana, ni gue Bre!! Halooo! Woiii!!!” teriak Bre menggelegar keras membahana, laksana Pukulan Sinar Matahari dan Benteng Topan Melanda Samudera dari Pendekar Kapak Maut Naga Geni yang meluluh lantak kan Pukulan Sukma Jagat dari Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga. Tak berapa terdengar suara sedikit gaduh dari dalam kamar Karebet.
“Hehehee.. Emang enak, Kentang?? Nanggung?? Mana lanjutannya neh??” batin Bre menirukan suara komment para pembaca cerita panas di forum semprot.

Pintu kamar terbuka. Karebet masih dengan peluh ditubuhnya berjalan menghampiri Bre, yang cengar-cengir sambil menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal.
“Kamprett lu!! Ga seneng yaa kalo temen lagi asyiik!” gerutu Karebet.
“Dah berapa celupan, Bet??” bisik Bre asal menahan tawa.
“Gundulmu itu! Orang baru mo mulai juga..” sungut Karebet.
“Hahahahaa!! emang enaakkk!.. Itu yang juga gue rasain dulu, waktu gue sedang mo nge eM eL in Karen, lu dateng dan malah teriak-teriak ga jelas. Eeh punya Santi ada bulu nya ga, Bet? Apa licin kaya punya Vina yang lu garap dibawah pohon ketela kemarin dulu itu? Hahahaaa!!!”
“Ahh rese.. ngaco lu, Bre!!”
“Hahahahahaaa!!!!!!”

Mereka berdua terdiam sebentar.
“Kita ngobrolnya diluar aja yuuk, biar Santi ga ngerasa rikuh.” ucap Bre bijak.
"Siip..” jawab Karebet sambil berjalan menyusul Bre.
Mereka duduk di balai-balai dibawah pohon mangga. Menikmati semilir angin yang cukup menyejukkan suasana siang itu. Balai-balai itu berjarak tiga tombak dari teras rumah kontrakan Karebet.

“Ada angin apa yang membawa Kisanak menyambagi Begawan Karebet di Padepokan Sidomukti??”
“Begini Begawan Karebet, murid Eyang Shinto Gendeng dari puncak Gunung Gede ini mohon petunjuk mengenai sosok makhluk cantik didaerah Sidomukti ini. Kemarin Aku bertemu dengannya diperpustakaan kampus, dan ketika pulang cewek cantik itu berjalan memasuki padepokan Sidomukti ini.”
“Siapa itu sosok cewek cantik, Kisanak? Bidadari Angin Timur kah? Anggini murid Dewa Tuak kah? Ratu Duyung atau malah Sepasang Iblis Betina yang dulu pernah engkau taksir? Hmm.. Tapi, kenapa engkau tidak menanyakan perihal berita penting ini kepada Kakek Segala Tahu, Kisanak?” tanya Begawan Karebet sambil mengelus-elus jenggotnya.

“Aku sudah berusaha mencari Kakek Segala Tahu dengan kaleng rombengnya itu, tapi denger-denger dia lagi mengunjungi Si Tua Gila ke Andalas ditemani oleh Bujang Gila Tapak Sakti. Mereka masih penasaran dan pengen mengungkap siapa sejatinya Empat Berewok Dari Gua Sanggreng itu. Makanya aku tanya kepada Begawan Karebet Sang penguasa Sidomukti ini!!”
“Ooo.. Begitu,kisanak. Tapi bukankah Kakek Segala Tahu ingin memastikan Makam Tanpa Nisan siapakah gerangan? Ketika dunia persilatan dihebohkan dengan tragedi Maut yang Bernyanyi Di Padjadjaran?
“Aku sendiri tidak tahu persis mengenai berita tersebut Begawan, setelah kejadian Gerhana Di GajahMungkur dan kemunculan Raja Rencong Dari Utara beberapa saat yang lalu.


"Bagaimana dengan kapak maut naga geni mu yang tiada tanding tiada banding itu, Kisanak? apakah gagang serulingnya masih mampu mengeluarkan dengung ribuan lebah?"
"Jelas masih. Hanya tusuk konde perak kepunyaan Eyang Sinto gendeng yang sanggup menghadapinya. Eeh.. Kok jadi ngebahas kapak maut naga geni sih??"
“HAHAHA!!!.. HAHAHAHA!!!!”
Meledaklah tawa kedua sahabat karib ini yang barusan bersandiwara memerankan dengan sangat menjiwai tokoh yang ada di dalam sebuah buku cerita silat kondang asli indonesia.
“Mmm, tapi disini banyak cewek cantik Bre. Gue ga bisa mengidentifikasi nya dong kalo ciri-ciri yang lu bilang cuma cantik aja. Ada ciri yang lain ga? Lha terus Karen gimana?” tanya Karebet sambil menyulut rokok.
“Apa yaa? Mmm Anu.. toked nya mancung, Bet. Uuhh, gila!! terlihat kenceng meski memakai pakaian longgar. Kulit pinggang nya juga putiihhhh. Udah gituu.......”

“Stop!! Stop, stopp!!! Makin ngelantur aja lu, Bre. Maksud gue itu yang lebih detail, bukannya yang kaya gitu, begoo!!”
“Hehehe..” Bre terkekeh.
“Kalo soal Karen gampanglah. Dia udah bikin gue gila, tau ga lu. Masak tiap kali ketemu pasti yang diomongin, kapan married? Kapan married?? Gituu mulu, heran deh gue, huuft!!” keluh Bre.
“Eeh Bet, lu kan Ketua Karang Taruna disini. Lu punya koleksi foto-foto waktu ada kegiatan muda-mudi disini ga? Yaah, sapa tau wajah cantiknya terpotret.” imbuh Bre dengan semangat.
“Nngg.. Ada sih, coba gue ambil dulu.”
Setelah sepeminuman teh Karebet muncul dengan membawa beberapa bingkai foto.

“Nih Bre, coba lu buka dan cari sendiri deeh.” Kata Karebet sambil mengulurkan tangan yang memegang buku foto.
Bre menerimanya, langsung serius membuka-buka dan mengamati foto itu satu per satu dengan teliti. Matanya menatap tajam dari setiap lembar halaman foto yang sedang di bukanya. Alis nya mengerenyit, kemudian tersenyum, tiba-tiba menggaruk kulit kepalanya dan memasang tampang bego. Udah gitu....

“Ahaaa!!! Bet! Ini Bet, ini. Cewek yang gue maksud! Cantik yaah, emmh.. anggun gitu. Gilaa!! Gimana menurut lu, Bet? Hah? Siipkan?! Jelas laah Pilihan gue memang selalu aduhai Bet. Eeh Bet!! liat neeh senyum nya.. maniskan?? Bet, lhoh kok malah bengong siih??” tanya Bre bingung mendapati Karebet diem tak bergerak, seperti terkena jurus Totok Angin.
Karebet terus-terusan memandang ke bibir Bre yang nyerocos ga karuan senang nya seperti ketika berhasil memetik durennya Karen yang legit waktu itu.
“Yaa teranglah gue bengong liat lu yang ga beres gitu. Biasa aja kalee, Bre.. mana coba foto nya gue pengen liat..”

Karebet tercengang melihat sosok cewek cantik didalam foto.
“Bre mending lu jangan deketi dia aja..” kata Karebet ragu.
“Kenapa emang? Lu naksir juga yaa?”
“Gila lu. Bukan gitu, masalahnya dia udah punya tunangan. Tapi tunangannya sedang ngambil S2 di Perancis.”
“Gue kan cuma pengen kenal doang, Bet. Soal dia udah punya tunangan atau belum, itu bukan urusan gue.” Sahut Bre datar.
“Beneerr. Hmm.. Dia anaknya baik banget, Bre. Pendiem, ga neko-neko, ramah, dan lagian gue juga kenal baik sama ibu nya. Mau ditaroh mana muka gue coba? kalo lu deketin cewek ini dan ibunya tau kalo lu dapet info dari gue. Lagian gue takut, cewek ini tergoda sama lu, Bre. Gimana dengan tunangannya dong??” kata Karebet bimbang dan ikut menggaruk kepalanya.

“Yaaelaah.. pake garuk-garuk kepala segala lu, Bet. Kaya ketombean.” Ucap Bre ringan, tanpa sadar kalo dia sebenernya juga sering garuk-garuk kulit kepala.
“Begini, Bet. Lu ga usah takut kalau gue mo macem-macemin dia. Eeh namanya siapa sih?”
“Keysha Luna Djatmiko..”
“Iyaa Keysha. Gue cuma mo berteman aja kok. Malah ini bisa jadi alat untuk menguji kesetiaan Keitha. Tau maksud gue??”
“Keysha, bukan Keitha bego! Kaya gelandang El Barca aja..”
“Eeh iyaa.. Keysha. Kalo Keysha bener-bener sayang dan cinta sama tunangannya, so gue ga akan berarti apa-apa kok baginya. Ga bakalan deh seorang Bre merasuk kedalam hatinya. Tapi yang utama, gue emang cuma mau nambah temen aja, Bet. Eeh rumahnya dimana?”
“Hmm.. Gue ngerti. Rumahnya nomor tiga dari rumah kontrakan gue. Warna cokelat, ada pohon jambunya. Tapi, kalu lu macem-macem, awas!!” ancam Karebet.

“Lu mo ngajak duel gue, Bet?? Yang bener aja man!! Orang lu murid gue di ukm Taekwondo ma Kempo. Bisa gempor lu.. hahahahaa!!” bilang Bre disertai tawa yang tergelak.
“Iyaa- yaa.. hehehe” sahut Karebet cepat.
“Fakultas apa si Keysha, Bet?”
“Kedokteran, semester 4.”
Hobby nya apa? Tau ga lu?”
“Ngendon di rumah aja. Baca buku majalah mode, menari, dan suka music-music classic..”
“Wah suka mode juga yaa??”
“Iyaa, tapi ga yang gila-gilaan gitu deh. Busana nya juga selalu sopan kok.”
“Waow.. tipe cewek yang sederhana tapi berwawasan luas, mantap neeh!!”
“Oke dah terserah lu. Tapi pliss, jaga kepercayaan gue!!” lanjut Karebet.
“Yoaa, Bet. Siip lah. Ya udah, gue ciao dulu yaa, thanks info nya. Lu silahkan lanjut ngelonin Santi dah, puasin dia ya, jangan sampe lu kena EDI TANSIL.. hahaha!!”
“Haha.. Sialan lu, Bre. Dasar monyongg!!” Jawab Karebet sambil meninjukan kepalan tangan kanannya kearah bahu sahabatnya, Bre.

“Eeh.. nocan Keysha dong??”
“Gada nocan-nocan. Dia lum bisa di share, cuma untuk pribadi!! Lagian belum di verifikasi juga kok..”
"Dasar detektif cap kampret lu!!" imbuh Karebet.
“HAHAHAAA...!!!!!”
Tawa kedua sahabat itu membahana di suatu siang. Mereka bercengkerama sekitar 2x sepenanakan nasi..
Keysha Luna Djatmiko..Nama yang aduhai cantik. Secantik rembulan di padang singgalang.. Tapi, Si Juwita Hati kah dia???

Bre celingak-celinguk didepan rumah ber-cat cokelat yang ada pohon jambunya. Pintu pagar besinya tidak dikunci. Didorongnya perlahan, tapi tetep aja menimbulkan suara yang keras. Besi bergesekan dengan besi, mengakibatkan seorang perempuan tua berkacamata yang sedang duduk merajut benang untuk dijadikan hiasan itu kaget. Dilihatnya Bre dari ujung rambut yang dreadlock sampe ujung sepatunya. Alis perempuan tua itu berkerut bingung melihat penampilan Si Hellboy yang malah tampak cengangas-cengenges ga bener.
“Selamat sore Bu, saya temen Keysha..” sapa Bre ramah.
“Oooh.. Temen Keysha ya?? sebentar saya panggilkan.” Jawab perempuan tua berkacamata itu dengan tatapan curiga. Perempuan tua berkacamata itu masuk kedalam rumah untuk memanggil Keysha.

“Ada temanmu, sayang.”
“Siapa Mah?”
“Ga tau Mama. Belum pernah kesini.”
Keysha termangu sebentar dan bertanya-tanya dalam hati siapakah seseorang yang mencarinya. Tumben deh, padahal selama ini jarang banget ada temen yang mengunjunginya, terlebih seorang cowok.

“Ciri-ciri orangnya gimana, Ma?”
“Gondrong berambut gimbal kaya Mbah Surip.”
“Hahaha, Mama bisa aja. Keysha ga punya temen dengan model rambut kaya gitu Maa..”
“Pake celana jeans robek-robek. Kaya pimpinan geng gitu deh pokoknya.” Lanjut perempuan tua berkaca mata yang ternyata adalah Mamanya Keysha.
Keysha langsung berjalan kedepan untuk menemui tamu misterius itu. Keysha terbengong dengan tamu yang sedang dihadapinya. Ucapan ‘Selamat sore’ dari tamu itu seperti tidak terdengar, karena Keysha mencoba mengingat-ingat siapakah gerangan ketua geng yang sekarang tampak senyam-senyum sendiri itu. Setelah Keysha berhasil mengingatnya, dia merasa sedikit kikuk.

“Maaf mengganggu. Sibukkah?” tanya Bre dengan tampang cool.
Mata elang nya membelalak menyaksikan makhluk yang begitu cantik di suatu sore yang indah dengan hanya mengenakan daster rumahan. Tanpa lengan, tipis, berleher rendah, dan dengan panjang setengah paha. Keysha masih berpikir untuk memberikan jawaban kepada cowok ganteng dihadapannya. Sebelum Keysha menjawab, Bre lengsung memberikan untaian kalimat sakti nya..
“Maaf kalo mengganggu. Tapi gue akan merasa bersalah kalo tidak menyampaikanya. Karenaa.....” Bre menggantungkan kalimatnya dan menatap Keysha.
Amboi cantiknya cewek ini, matanya begitu bening. Lekuk tubuhnya yang terbalut pakaian minim itu sangat mengundang gairah. Belahan dada nya tampak menyembul penuh dan putih. Pahanya pun padat berisi sangatlah bagus mengkilat dan mulus terawat. Masa depan ‘otong’ pasti terjamin cerah. Perawan, yaa.. pasti masih perawan..

“Tidak. Tidak menganggu kok. Mari silahkan duduk.” Jawab Keysha ramah.
Beuh.. Suaranya terdengar merdu. Gerakan bibirnya sewaktu berbicara sangatlah menakjubkan.
Jikalau kau berkidung merdu, mereka yang lapar pun akan mendengarkan dengan perutnya..
"Brian..” kata Bre sambil menjabat tangan halus milik Keysha.
“Keysha..” ucap Keysha pelan.
“Begini.. Ada temen gue, wartawan dari tabloid “gadis negeri” pernah melihat Keysha sedang menari, ga tau dalam perayaan apa gitu..”
“Masak sih? Kapan emangnya??” tanya Keysha penasaran.
“Untuk tepatnya gue juga ga tau. Tapi dia pengen nge-interview Keysha.”
“Waduh..”
“Kenapa waduh? Tabloidnya membutuhkan gadis-gadis seperti Keysha. Sosok modern tapi tetep berkepribadian.”
“Waduuh..”


“Kebanyakan gadis-gadis sekarang sok modern tapi ga ada respect. Hanya mengumbar masalah fisik. Ukuran dada sekian, pinggang sekian, pokoknya hanya masalah fisik dan fisik.” Kata Bre sambil menelan ludah ketika melirik kearah belahan payudara montok berkulit putih mulus milik Keysha yang kadang tampak mengintip jelas, kadang bersembunyi dibalik daster mini yang dipakai nya.
“Kita hanya terkesiap dengan tempat, tapi ga tau dengan isinya. Kita tercekam pada wadah, tapi lupa akan isinya.”
“Waduh..”
“Kok waduh-waduh mulu sih??” bilang Bre gemes.
“Hehehehe..” Keysha tergelak melihat tampang Bre yang bingung.
“Boleh juga otak cowok keren ini..” bathin Keysha sambil tersenyum simpul.

Keysha manggut-manggut sambil tak sadar menyilangkan tungkai kaki nya. Karena dasternya mini setengah paha, maka tak hayal, batang paha yang begitu ngonakin dengan balutan kulit mulus tanpa cela itu terpampang jelas memikat hati siapa saja yang berkesempatan melihatnya. Seperti yang Bre alami sekarang ini.
“Hubungannya dengan gue apa terus??
“Hmm.. Begini. Keysha akan didaulat untuk membersihkan image dan stigma negatif itu dengan kharisma dan kepribadian yang lu miliki. Kasar nya begini.. Ini lho gadis yang sesungguhnya wanita.., begitu nona cantiikkk!”
“Hahahahaa.. Ada-ada saja lu. Pinter banget ngegombal. Tapi gue sukaa!”
Uuupsst!! Keysha keceplosan ngomong. Wajahnya yang berkulit putih langsung terlihat merona merah.

Obrolan terus mengalir dengan lancar. Dari A sampe Z mereka berdua bicarakan. Terlihat ada kecocokan diantara mereka. Tawa canda tiada henti keluar dari mulut mereka di teras rumah berwarna cokelat itu. Sesekali pinggang Bre kena cubit Keysha, ketika Bre menjailinya sehingga sembulan payudara mulus Keysha yang menantang itu menyenggol ringan dilengan Bre. Tak jarang pula daster mini setengah paha itu juga semakin tersingkap keatas hampir kepangkal paha Keysha yang ditumbuhi bulu-bulu lembut. Kesemuanya itu menjadikan Bre lupa akan keberadaan Karen, lupa akan Ibu Carissa, dan lupa akan riset yang akan dilakukan fakultasnya. Sedang Keysha pun lupa akan hari-harinya yang begitu terasa sepi tanpa tawa dan canda. Keysha juga sejenak lupa terhadap tunangannya, Ujie. Sebuah peluang telah berhasil di tembus Bre, Sang DonJuan. Hatinya begitu riang. Tak terasa waktu maghrib pun segera menjelang. Dari raut wajah cantik Keysha tampak kalo dia mengeluh, kenapa waktu berlalu begitu cepat? Sedang dirinya merasa sangat nyaman dengan kehadiran Bre.

“Seringlah main-main kesini yaa. Jangan bosan..”
Bre pun tersenyum dan mengangguk mantap, mengiyakan permintaan Keysha, gadis cantik Juwita Hati. Bre bersiul-siul ringan menyusuri kampung Sidomukti dengan berbunga hati. Perutnya yang laper tiba-tiba kenyang. Matanya yang ngantuk tiba-tiba cerah. Apakah ini Cinta??
Tulit.. Tulit..
1 new message
Pak Baroto^dekan fak
Brian, saya tunggu dirumah jam 18.30. ada hal penting yang harus kita bicarakan.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Join Us on Facebook

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. hotceritasex - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger